Bakar Diri usai Diperkosa Beramai-ramai, Mahasiswi India Meninggal
A
A
A
GUWAHATI - Mahasiswi berusia 19 tahun asal Dhing, Distrik Nagaon, Assam, India, yang membakar diri usai diperkosa beramai-ramai akhirnya meninggal pada hari Selasa. Korban yang menderita luka bakar 80 persen telah bertahan hidup selama 11 hari.
Mahasiswi itu diperkosa beramai-ramai oleh teman-temannya pada 23 September lalu di sebuah krematorium. Sebelum korban meninggal, polisi setempat telah menahan tiga tersangka, Kangkan Saikia, Dipjyoti Kalita dan Gautam Saikia. Mereka ditahan selama lima hari sebelum akhirnya dibawa ke pengadilan.
”Dia memiliki 80 persen luka bakar dan kondisinya tidak memungkinkan dia untuk dibawa ke pengadilan untuk merekam pernyataannya,” kata pejabat polisi Dhing, Khargeswar Bordoloi.
“Kami telah mencatat pernyataan di rumahnya di hadapan kepala desa dan para tetua, dan saya telah memberitahu hakim tentang situasi. Saya yakin pernyataannya akan dipakai sebagai deklarasi sekarat,” ujar Bordoloi, seperti dikutip Times of India, semalam (4/10/2016).
Seorang pengacara, Angshuman Bora, mengomentari bukti pernyataan korban sebelum meninggal yang dianggap sebagai deklarasi sekarat. ”Pernyataan itu harus dicatat di pengadilan saja, tetapi karena korban tidak bisa dibawa ke pengadilan, itu harus dibuat secara hukum, apakah pernyataannya kepada polisi dapat diperlakukan sebagai deklarasi sekarat,” katanya.
“Penuntut juga harus membangun keterkaitan antara penyebab kematian dan pelanggaran, sehingga pernyataan terakhirnya dapat diperhitungkan sebagai deklarasi sekarat,” lanjut dia.
Mahasiswi yang identitasnya dilindungi itu menyirim dirinya dengan minyak tanah lalu membakar diri sebagai upaya bunuh diri untuk melepaskan stigma buruk setelah dia diperkosa secara massal.
“Kami sedang mengumpulkan bukti-bukti. Kami telah menyita kendaraan di mana korban itu diduga dibawa oleh tersangka ke krematorium untuk aksi kejahatan. Ini milik salah satu kerabat dari salah satu terdakwa, Kangkan Saikia,” bunyi pernyataan kepolisian setempat.
Mahasiswi itu diperkosa beramai-ramai oleh teman-temannya pada 23 September lalu di sebuah krematorium. Sebelum korban meninggal, polisi setempat telah menahan tiga tersangka, Kangkan Saikia, Dipjyoti Kalita dan Gautam Saikia. Mereka ditahan selama lima hari sebelum akhirnya dibawa ke pengadilan.
”Dia memiliki 80 persen luka bakar dan kondisinya tidak memungkinkan dia untuk dibawa ke pengadilan untuk merekam pernyataannya,” kata pejabat polisi Dhing, Khargeswar Bordoloi.
“Kami telah mencatat pernyataan di rumahnya di hadapan kepala desa dan para tetua, dan saya telah memberitahu hakim tentang situasi. Saya yakin pernyataannya akan dipakai sebagai deklarasi sekarat,” ujar Bordoloi, seperti dikutip Times of India, semalam (4/10/2016).
Seorang pengacara, Angshuman Bora, mengomentari bukti pernyataan korban sebelum meninggal yang dianggap sebagai deklarasi sekarat. ”Pernyataan itu harus dicatat di pengadilan saja, tetapi karena korban tidak bisa dibawa ke pengadilan, itu harus dibuat secara hukum, apakah pernyataannya kepada polisi dapat diperlakukan sebagai deklarasi sekarat,” katanya.
“Penuntut juga harus membangun keterkaitan antara penyebab kematian dan pelanggaran, sehingga pernyataan terakhirnya dapat diperhitungkan sebagai deklarasi sekarat,” lanjut dia.
Mahasiswi yang identitasnya dilindungi itu menyirim dirinya dengan minyak tanah lalu membakar diri sebagai upaya bunuh diri untuk melepaskan stigma buruk setelah dia diperkosa secara massal.
“Kami sedang mengumpulkan bukti-bukti. Kami telah menyita kendaraan di mana korban itu diduga dibawa oleh tersangka ke krematorium untuk aksi kejahatan. Ini milik salah satu kerabat dari salah satu terdakwa, Kangkan Saikia,” bunyi pernyataan kepolisian setempat.
(mas)