AS Turut Kecam Pelucutan Kewarganegaraan Ulama Top Syiah
A
A
A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) turut mengecam keputusan Bahrain mencabut kewarganegaraan ulama top Syiah, Sheikh Isa Qassim. AS menyebut kebijakan Bahrain ini sebagai tindakan sewenang-wenang.
"Kami tetap sangat terganggu kebijakan pemerintah Bahrain yang memcabut kewarganegaraan warganya secara sewenang-wenang. Ini adalah preseden dari keseluruh proses yang bisa dibangun, dan risiko bahwa individu dapat diberikan kewarganegaraan," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, John Kirby, seperti dilansir ABNA pada Selasa (21/6).
"Perhatian kami selanjutnya diperbesar oleh laporan bahwa Sheikh Qassim tidak dapat menanggapi tuduhan terhadap dirinya sebelum keputusan ini diambil, atau menantang keputusan melalui proses hukum yang transparan. Kami akan terus mengikuti kasus ini dengan erat dan kami mendesak semua pihak untuk bisa menahan diri," sambungnya.
Kirby menambahkan, keputusan Bahrain ini bisa membuat upaya reformasi dan rekonsiliasi di negara itu berujung pada kegagalan. AS, lanjut Kirby, terus mendesak Bahrain untuk mengikuti proses reformasi dan rekonsiliasi demi terciptanya stabilitas di negara itu.
"Di atas semua itu, kami khawatir bahwa kasus ini, serta tindakan baru lainnya oleh pemerintah, akan mengalihkan Bahrain dari jalan reformasi dan rekonsiliasi. Itu merupakan jalan terbaik yang terus kami sampaikan kepada pemimpin Bahrain, demi meningkatkan keamanan Bahrain dan memenuhi aspirasi semua warga Bahrain," pungkasnya.
Bahrain memutuskan untuk melucuti kewarganegaraan Qassim karena ulama terkemuka Syiah itu dinilai elah memainkan peran kunci dalam menciptakan suasana sektarian dan bekerja untuk membagi masyarakat Bahrain.
Keputusan ini terjadi kurang dari seminggu setelah pengadilan menangguhkan kegiatan kelompok oposisi Syiah yang dimpimpin Qassim, Al-Wefaq, atas tuduhan terorisme, ekstremisme dan kekerasan di kerajaan, dan memiliki hubungan dengan kekuatan asing, salah satunya adalah Iran.
"Kami tetap sangat terganggu kebijakan pemerintah Bahrain yang memcabut kewarganegaraan warganya secara sewenang-wenang. Ini adalah preseden dari keseluruh proses yang bisa dibangun, dan risiko bahwa individu dapat diberikan kewarganegaraan," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, John Kirby, seperti dilansir ABNA pada Selasa (21/6).
"Perhatian kami selanjutnya diperbesar oleh laporan bahwa Sheikh Qassim tidak dapat menanggapi tuduhan terhadap dirinya sebelum keputusan ini diambil, atau menantang keputusan melalui proses hukum yang transparan. Kami akan terus mengikuti kasus ini dengan erat dan kami mendesak semua pihak untuk bisa menahan diri," sambungnya.
Kirby menambahkan, keputusan Bahrain ini bisa membuat upaya reformasi dan rekonsiliasi di negara itu berujung pada kegagalan. AS, lanjut Kirby, terus mendesak Bahrain untuk mengikuti proses reformasi dan rekonsiliasi demi terciptanya stabilitas di negara itu.
"Di atas semua itu, kami khawatir bahwa kasus ini, serta tindakan baru lainnya oleh pemerintah, akan mengalihkan Bahrain dari jalan reformasi dan rekonsiliasi. Itu merupakan jalan terbaik yang terus kami sampaikan kepada pemimpin Bahrain, demi meningkatkan keamanan Bahrain dan memenuhi aspirasi semua warga Bahrain," pungkasnya.
Bahrain memutuskan untuk melucuti kewarganegaraan Qassim karena ulama terkemuka Syiah itu dinilai elah memainkan peran kunci dalam menciptakan suasana sektarian dan bekerja untuk membagi masyarakat Bahrain.
Keputusan ini terjadi kurang dari seminggu setelah pengadilan menangguhkan kegiatan kelompok oposisi Syiah yang dimpimpin Qassim, Al-Wefaq, atas tuduhan terorisme, ekstremisme dan kekerasan di kerajaan, dan memiliki hubungan dengan kekuatan asing, salah satunya adalah Iran.
(esn)