Mohsab Hassan, Putra Pendiri Hamas Puji Israel dan Kritik Islam
A
A
A
NEW YORK - Mohsab Hassan Yousef, putra pendiri Hamas Sheikh Hassan Yousef pernah mengejutkan warga dunia beberapa tahun lalu ketika dia blak-blakan menjadi mata-mata Israel selama 10 tahun. Kini, Mohsab semakin vokal memuja Israel dan mengkritik Islam.
Mohsab yang mengkhianati Hamas dan negaranya, Palestina, kini menetap di Amerika Serikat (AS) setelah melarikan diri dan mendapatkan suaka politik oleh Washington.
Pria yang dijuluki “Green Prince” (Pangeran Hijau) ini mengungkap alasannya mengapa dia kini membelot ke Israel.
“Bangsa Yahudi sayang kepada saya dan ketika saya melihat bangsa (Palestina) berperang melawan orang-orang Yahudi, itu menyakitkan saya,” katanya.
Berbicara pada konferensi tahunan The Jerusalem Post di New York pada hari Minggu (22/5/2016), Mohsab blak-blakan tentang masa lalunya, di mana dia bekerja untuk dan dibayar oleh Israel, Amerika Serikat, Otoritas Palestina (PA) dan Hamas yang semuanya dijalani pada waktu yang sama.
Putra Sheikh Hassan Yousef ini membantu Shin Bet (Badan Keamanan Israel) menggagalkan serangan terhadap Israel dari tahun 1997 hingga 2007. Dia kemudian menulis otobiografi yang diterbitkan pada tahun 2010 yang berjudul “Son of Hamas”.
Mohsab yang keluar dari keyakinan lamanya, Islam, pertama kali diwawancarai The Jerusalem Post ketika dia berada di sebuah penjara Israel 20 tahun yang lalu. Kala itu, dia ingin belajar bahasa Inggris dan akhirnya memperoleh pengetahuan tentang dunia Yahudi dan Barat.
”Saya berbicara dengan otoritas pengalaman, bukan dari buku atau pengetahuan dari tangan kedua, dan saya tidak mewakili siapa pun kecuali diri saya sendiri,” ucapnya.
Dia mengatakan, bahwa dia dibesarkan untuk meyakini bahwa orang Yahudi adalah musuh kemanusiaan dan musuh Palestina.
“Sampai saya datang untuk mengalami sendiri apa itu bangsa Yahudi, yang demokrasi sejati di lautan kegelapan,” katanya.
Mohsab menceritakan bagaimana dia menyaksikan seorang ibu Palestina mengirim lima anaknya untuk melakukan serangan bunuh diri. Menurut mantan mata-mata Israel, ibu itu melakukannya demi memperoleh rasa hormat di masyarakat.
Menurutnya, pikiran kolektif masyarakat mewakili ideologi, budaya, kondisi yang terjebak di abad 6 dan 7 dalam “nafsu” kesukuan. ”Kami bisa menipu diri kami sendiri," lanjut dia.
Dia lantas mengkritik Islam, hanya karena melihat kelompok-kelompok radikal yang mengatasnamakan agama ini. ”Semua membunuh atas nama Tuhan,” katanya. “Ada masalah dalam Islam dan kemanusiaan perlu melawan ini,” katanya lagi.
Mohsab lalu memuji bangsa Yahudi yang mampu mengatasi Holocaust dan bukannya memainkan “kartu” korban. Menurutnya, Israel membangun sebuah negara demokratis yang menjadi contoh yang bagus.
”Saya datang dari neraka, dan saya suka berdiri untuk Israel,” katanya.
Mohsab yang mengkhianati Hamas dan negaranya, Palestina, kini menetap di Amerika Serikat (AS) setelah melarikan diri dan mendapatkan suaka politik oleh Washington.
Pria yang dijuluki “Green Prince” (Pangeran Hijau) ini mengungkap alasannya mengapa dia kini membelot ke Israel.
“Bangsa Yahudi sayang kepada saya dan ketika saya melihat bangsa (Palestina) berperang melawan orang-orang Yahudi, itu menyakitkan saya,” katanya.
Berbicara pada konferensi tahunan The Jerusalem Post di New York pada hari Minggu (22/5/2016), Mohsab blak-blakan tentang masa lalunya, di mana dia bekerja untuk dan dibayar oleh Israel, Amerika Serikat, Otoritas Palestina (PA) dan Hamas yang semuanya dijalani pada waktu yang sama.
Putra Sheikh Hassan Yousef ini membantu Shin Bet (Badan Keamanan Israel) menggagalkan serangan terhadap Israel dari tahun 1997 hingga 2007. Dia kemudian menulis otobiografi yang diterbitkan pada tahun 2010 yang berjudul “Son of Hamas”.
Mohsab yang keluar dari keyakinan lamanya, Islam, pertama kali diwawancarai The Jerusalem Post ketika dia berada di sebuah penjara Israel 20 tahun yang lalu. Kala itu, dia ingin belajar bahasa Inggris dan akhirnya memperoleh pengetahuan tentang dunia Yahudi dan Barat.
”Saya berbicara dengan otoritas pengalaman, bukan dari buku atau pengetahuan dari tangan kedua, dan saya tidak mewakili siapa pun kecuali diri saya sendiri,” ucapnya.
Dia mengatakan, bahwa dia dibesarkan untuk meyakini bahwa orang Yahudi adalah musuh kemanusiaan dan musuh Palestina.
“Sampai saya datang untuk mengalami sendiri apa itu bangsa Yahudi, yang demokrasi sejati di lautan kegelapan,” katanya.
Mohsab menceritakan bagaimana dia menyaksikan seorang ibu Palestina mengirim lima anaknya untuk melakukan serangan bunuh diri. Menurut mantan mata-mata Israel, ibu itu melakukannya demi memperoleh rasa hormat di masyarakat.
Menurutnya, pikiran kolektif masyarakat mewakili ideologi, budaya, kondisi yang terjebak di abad 6 dan 7 dalam “nafsu” kesukuan. ”Kami bisa menipu diri kami sendiri," lanjut dia.
Dia lantas mengkritik Islam, hanya karena melihat kelompok-kelompok radikal yang mengatasnamakan agama ini. ”Semua membunuh atas nama Tuhan,” katanya. “Ada masalah dalam Islam dan kemanusiaan perlu melawan ini,” katanya lagi.
Mohsab lalu memuji bangsa Yahudi yang mampu mengatasi Holocaust dan bukannya memainkan “kartu” korban. Menurutnya, Israel membangun sebuah negara demokratis yang menjadi contoh yang bagus.
”Saya datang dari neraka, dan saya suka berdiri untuk Israel,” katanya.
(mas)