Paus: Negara Harus Sekuler, Negara Agama Tunggal Berakhir Buruk
A
A
A
VATIKAN - Pemimpin Vatikan, Paus Fransiskus (Francis) percaya negara yang sehat haruslah negara sekuler. Menurutnya, negara yang menganut satu agama atau agama tunggal akan berakhir buruk.
"Negara confessional berakhir buruk. Saya percaya bahwa sekularisme disertai dengan hukum yang kuat yang menjamin kebebasan beragama menyediakan kerangka kerja untuk bergerak maju,” kata Paus dalam sebuah wawancara dengan Guillaume Goubert, direktur surat kabar La Croix.
Terkait semakin meluasnya pemeluk agama Islam di Eropa, Paus Francis mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk menjalankan agama yang dia pilih, dan negara sekuler memberikan kesempatan seperti itu.
”Kami semua sama, sebagai anak-anak Tuhan. Tapi setiap orang harus memiliki kebebasan untuk menjalankan kepercayaan mereka sendiri. Jika seorang wanita Muslim ingin mengenakan jilbab, dia harus bisa. Demikian pula jadi, jika seorang Katolik ingin memakai salib. Kita harus memiliki kesempatan untuk menyatakan kepercayaan kita tidak di sela-sela budaya (nasional),” lanjut Paus Francis, yang dilansir Russia Today, Selasa (17/5/2016).
Paus mengkritik Prancis yang dia sebut khawatir dengan Islam dan kebingungan ketika ekstremisme menyebar secara eksponensial setelah serangan teror yang mengguncang Paris.
”Kritik kecil saya akan tertuju ke Prancis, dalam hal ini adalah bahwa Prancis melebih-lebihkan sekularisme. Ini berasal dari cara mempertimbangkan agama sebagai subkultur dan bukan seluruh budaya. Prancis harus mengambil langkah maju dalam masalah ini untuk menerima keterbukaan, transendensi itu adalah hak setiap orang,” ujar Paus.
Ketika ditanya tentang isu-isu sosial yang kontroversial saat ini, seperti legalitas euthanasia dan pernikahan sesama jenis, Paus sekali lagi menyatakan bahwa isu-isu sosial seperti harus ditangani oleh otoritas sekuler. Tapi, lanjut dia, keyakinan pribadi seseorang harus dihormati ketika hukum tertentu diadopsi.
”Ini adalah parlemen yang harus membahas, berdebat, menjelaskan alasan. Dengan demikian masyarakat akan berkembang dan tumbuh. Tapi ketika hukum itu disahkan, negara harus menghormati (keyakinan agama),” kata Paus.
“Dalam setiap struktur hukum, keberatan hati nurani harus hadir untuk apa yang disebut sebagai hak asasi manusia. Termasuk untuk seorang pejabat pemerintah, yang juga seorang manusia,” imbuh Paus yang menegaskan bahwa negara yang benar-benar sekuler juga tidak bisa baik tanpa ada kritik dan penghormatan pada keyakinan setiap orang.
"Negara harus menghormati kritik. Artinya sekularisme yang benar.”
"Negara confessional berakhir buruk. Saya percaya bahwa sekularisme disertai dengan hukum yang kuat yang menjamin kebebasan beragama menyediakan kerangka kerja untuk bergerak maju,” kata Paus dalam sebuah wawancara dengan Guillaume Goubert, direktur surat kabar La Croix.
Terkait semakin meluasnya pemeluk agama Islam di Eropa, Paus Francis mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk menjalankan agama yang dia pilih, dan negara sekuler memberikan kesempatan seperti itu.
”Kami semua sama, sebagai anak-anak Tuhan. Tapi setiap orang harus memiliki kebebasan untuk menjalankan kepercayaan mereka sendiri. Jika seorang wanita Muslim ingin mengenakan jilbab, dia harus bisa. Demikian pula jadi, jika seorang Katolik ingin memakai salib. Kita harus memiliki kesempatan untuk menyatakan kepercayaan kita tidak di sela-sela budaya (nasional),” lanjut Paus Francis, yang dilansir Russia Today, Selasa (17/5/2016).
Paus mengkritik Prancis yang dia sebut khawatir dengan Islam dan kebingungan ketika ekstremisme menyebar secara eksponensial setelah serangan teror yang mengguncang Paris.
”Kritik kecil saya akan tertuju ke Prancis, dalam hal ini adalah bahwa Prancis melebih-lebihkan sekularisme. Ini berasal dari cara mempertimbangkan agama sebagai subkultur dan bukan seluruh budaya. Prancis harus mengambil langkah maju dalam masalah ini untuk menerima keterbukaan, transendensi itu adalah hak setiap orang,” ujar Paus.
Ketika ditanya tentang isu-isu sosial yang kontroversial saat ini, seperti legalitas euthanasia dan pernikahan sesama jenis, Paus sekali lagi menyatakan bahwa isu-isu sosial seperti harus ditangani oleh otoritas sekuler. Tapi, lanjut dia, keyakinan pribadi seseorang harus dihormati ketika hukum tertentu diadopsi.
”Ini adalah parlemen yang harus membahas, berdebat, menjelaskan alasan. Dengan demikian masyarakat akan berkembang dan tumbuh. Tapi ketika hukum itu disahkan, negara harus menghormati (keyakinan agama),” kata Paus.
“Dalam setiap struktur hukum, keberatan hati nurani harus hadir untuk apa yang disebut sebagai hak asasi manusia. Termasuk untuk seorang pejabat pemerintah, yang juga seorang manusia,” imbuh Paus yang menegaskan bahwa negara yang benar-benar sekuler juga tidak bisa baik tanpa ada kritik dan penghormatan pada keyakinan setiap orang.
"Negara harus menghormati kritik. Artinya sekularisme yang benar.”
(mas)