Video di Jerman Hina Erdogan, Ankara dan Berlin Tegang
A
A
A
ANKARA - Sebuah video klip di Jerman yang berisi hinaan terhadap Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan telah memicu ketegangan diplomatik antara Ankara dan Berlin.
Video satire yang ditayangkan stasiun televisi Jerman, NDR, berisi kecaman terhadap Erdogan terkait krisis pengungsi, kelompok Islamic State (ISIS) di Suriah, serta tindakan keras terhadap warga Kurdi.
Presiden Erdogan diolok-olok dalam video berjudul; ”Erdowie, Erdowo, Erdogan” yang ditanyangakn stasiun televisi NDR di program “Extra3” pada 17 Maret 2015 lalu.
Tayangan video yang telah beredar di YouTube itu membuat Duta Besar Jerman untuk Turki, Martin Erdmann, dipanggil Kementerian Luar Negeri Turki untuk menjelaskan alasan penghinaan penyiar televisi di Jerman terhadap Presiden Erdogan.
Pemerintah Turki dilaporkan telah memerintahkan penghapusan video satir dari program "Extra 3" itu dari YouTube. ”Kami menuntut bahwa program itu dihapus,” kata seorang diplomat Turki yang berbicara dalam kondisi anonim kepada AFP, Rabu (30/3/2016).
Namun, pada hari Selasa kemarin, Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan bahwa Erdmann telah dipanggil sekali lagi. Namun, selama pemanggilan, Duta Besar Jerman itu sudah membuat jelas posisi Pemerintah Jerman, yakni menjadi rumah bagi kebebasan berbicara.
”Aturan hukum, independensi peradilan dan perlindungan kebebasan fundamental, termasuk kebebasan pers perlu dilindungi,” kata Erdmann.
Meski membuat Turki tersinggung, stasiun televisi itu justru menyindir permintaah pemerintah Erdogan yang minta penghapusan video dari YouTube. Melalui halaman Facebook, pihak pembuat program televisi tersebut menyindir dengan menyuguhkan video klip “TV on demand”.
Penyiar televisi juga membukukan karikatur yang menggambarkan Presiden Turki dengan alat pemadam kebakaran berada di depan laptop. ”Entah Anda memadamkan video ini, atau saya akan memadamkan internet,” bunyi tulisan karikatur tersebut.
”Pemerintah Turki tampaknya telah mengambil tindakan diplomatik yang tidak kompatibel dengan pemahaman kita tentang kebebasan pers dan kebebasan berpendapat,” kata Andreas Cichowicz, pemimpin redaksi NDR kepada kantor berita Jerman, DPA.
Video satire yang ditayangkan stasiun televisi Jerman, NDR, berisi kecaman terhadap Erdogan terkait krisis pengungsi, kelompok Islamic State (ISIS) di Suriah, serta tindakan keras terhadap warga Kurdi.
Presiden Erdogan diolok-olok dalam video berjudul; ”Erdowie, Erdowo, Erdogan” yang ditanyangakn stasiun televisi NDR di program “Extra3” pada 17 Maret 2015 lalu.
Tayangan video yang telah beredar di YouTube itu membuat Duta Besar Jerman untuk Turki, Martin Erdmann, dipanggil Kementerian Luar Negeri Turki untuk menjelaskan alasan penghinaan penyiar televisi di Jerman terhadap Presiden Erdogan.
Pemerintah Turki dilaporkan telah memerintahkan penghapusan video satir dari program "Extra 3" itu dari YouTube. ”Kami menuntut bahwa program itu dihapus,” kata seorang diplomat Turki yang berbicara dalam kondisi anonim kepada AFP, Rabu (30/3/2016).
Namun, pada hari Selasa kemarin, Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan bahwa Erdmann telah dipanggil sekali lagi. Namun, selama pemanggilan, Duta Besar Jerman itu sudah membuat jelas posisi Pemerintah Jerman, yakni menjadi rumah bagi kebebasan berbicara.
”Aturan hukum, independensi peradilan dan perlindungan kebebasan fundamental, termasuk kebebasan pers perlu dilindungi,” kata Erdmann.
Meski membuat Turki tersinggung, stasiun televisi itu justru menyindir permintaah pemerintah Erdogan yang minta penghapusan video dari YouTube. Melalui halaman Facebook, pihak pembuat program televisi tersebut menyindir dengan menyuguhkan video klip “TV on demand”.
Penyiar televisi juga membukukan karikatur yang menggambarkan Presiden Turki dengan alat pemadam kebakaran berada di depan laptop. ”Entah Anda memadamkan video ini, atau saya akan memadamkan internet,” bunyi tulisan karikatur tersebut.
”Pemerintah Turki tampaknya telah mengambil tindakan diplomatik yang tidak kompatibel dengan pemahaman kita tentang kebebasan pers dan kebebasan berpendapat,” kata Andreas Cichowicz, pemimpin redaksi NDR kepada kantor berita Jerman, DPA.
(mas)