China Marah Demonstran Filipina Datangi Kepulauan Spratly
A
A
A
BEIJING - Pemerintah China pada Senin (28/12/2015) menyampaikan kemarahannya setelah sekelompok demonstran Filipina mendatangi Pulau Thitu, Kepulauan Spartly yang merupakan wilayah sengketa di Laut China Selatan.
Sekitar 50 demonstran Filipina melakukan aksi yang dinamakan “pelayaran patriotik”. Para demonstran yang sebagian besar dari kalangan pelajar beraksi pada Sabtu pekan lalu. Menurut Wali Kota Pulau Thitu (wilayah yang diklaim Filipina), Eugenio Bito-Onon, aksi itu sebagai sikap bahwa mereka menolak “invasi” Beijing terhadap zona ekonomi eksklusif Filipina.
China, seperti diketahui mengklaim hampir semua kawasan Laut China Selatan yang diyakini memiliki cadangan minyak dan gas dan penghasil uang sekitar USD5 triliun per tahun dari lalu lintas kapal. Namun, Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga memiliki klaim yang saling tumpang tindih.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lu Kang, mengatakan, Beijing sangat tidak puas dengan apa yang dilakukan orang-orang Filipina di kawasan Kepulauan Spratly. Menurutnya, China memiliki kedaulatan tak terbantahkan atas pulau-pulau di Kepulauan Spratly.
”Kami sekali lagi mendesak Filipina untuk menarik semua personel dan fasilitas dari pulau-pulau itu, bahwa itu tindakan pendudukan ilegal,” kata Lu Kang, seperti dikutip Reuters.”Tahan diri dari tindakan yang merugikan perdamaian dan stabilitas regional dan tidak kondusif untuk hubungan China-Filipina,” katanya lagi.
Aksi “pelayaran patriotik" para demonstran Filipina itu dipimpin seorang mantan kapten angkatan laut. Mereka berencana untuk membangun kamp di pulau yang oleh Filipina dinamakan Pulau Pagasa. Mereka berencana melakukan aksi itu selama tiga hari sebagai simbol perlawanan terhadap China.
Pemerintah Filipina sendiri telah menantang Beijing di pengadilan arbitrase di Den Haag atas klaim kawasan Laut China Selatan.
Sekitar 50 demonstran Filipina melakukan aksi yang dinamakan “pelayaran patriotik”. Para demonstran yang sebagian besar dari kalangan pelajar beraksi pada Sabtu pekan lalu. Menurut Wali Kota Pulau Thitu (wilayah yang diklaim Filipina), Eugenio Bito-Onon, aksi itu sebagai sikap bahwa mereka menolak “invasi” Beijing terhadap zona ekonomi eksklusif Filipina.
China, seperti diketahui mengklaim hampir semua kawasan Laut China Selatan yang diyakini memiliki cadangan minyak dan gas dan penghasil uang sekitar USD5 triliun per tahun dari lalu lintas kapal. Namun, Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga memiliki klaim yang saling tumpang tindih.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lu Kang, mengatakan, Beijing sangat tidak puas dengan apa yang dilakukan orang-orang Filipina di kawasan Kepulauan Spratly. Menurutnya, China memiliki kedaulatan tak terbantahkan atas pulau-pulau di Kepulauan Spratly.
”Kami sekali lagi mendesak Filipina untuk menarik semua personel dan fasilitas dari pulau-pulau itu, bahwa itu tindakan pendudukan ilegal,” kata Lu Kang, seperti dikutip Reuters.”Tahan diri dari tindakan yang merugikan perdamaian dan stabilitas regional dan tidak kondusif untuk hubungan China-Filipina,” katanya lagi.
Aksi “pelayaran patriotik" para demonstran Filipina itu dipimpin seorang mantan kapten angkatan laut. Mereka berencana untuk membangun kamp di pulau yang oleh Filipina dinamakan Pulau Pagasa. Mereka berencana melakukan aksi itu selama tiga hari sebagai simbol perlawanan terhadap China.
Pemerintah Filipina sendiri telah menantang Beijing di pengadilan arbitrase di Den Haag atas klaim kawasan Laut China Selatan.
(mas)