Assad Tak Sudi Mundur karena Tekanan Amerika
A
A
A
DAMASKUS - Presiden Suriah, Bashar al-Assad, mengatakan ia akan mengundurkan diri sebagai presiden jika rakyat Suriah menghendaki. Tapi, dia tidak sudi mundur jika itu keputusan Amerika Serikat (AS) ataupun keputusan Dewan Keamanan (DK) PBB.
”Bagi kami, presiden muncul melalui rakyat dan lewat Pemilu dan, jika dia mundur, dia mundur atas kehendak rakyat,” kata Assad.
“Dia tidak akan mundur karena keputusan Amerika, keputusan Dewan Keamanan atau pun Konferensi Jenewa,” lanjut presiden yang mengenyam pendidikan di Inggris itu, seperti dikutip Sputnik, Rabu (16/9/2015). “Jika rakyat ingin dia tetap bertahan, dia harus bertahan, dan jika rakyat menolaknya, ia harus segera mundur."
Kekuasaan Presiden Assad mulai digoyang sejak 2011, yakni ketika krisis politik Suriah pecah. Sejak tahun itu, oposisi Suriah berupaya menggulingkan rezim Assad. Krisis politik itu berubah jadi perang sipil dan semakin parah ketika muncul kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Krisis Suriah membuat negara-negara Barat, terutama AS melakukan intervensi. AS yang membal kubu oposisi pernah ingin menyerang rezim Suriah dengan alasan pasukan Assad menggunakan senjata kimia. Namun, Rusia sebagai sekutu Assad berhasil mencegahya.
Alih-alih lengser, Assad justru terpilih lagi sebagai Presiden Suriah dalam Pemilu yang digelar pada bulan Juni 2014 dengan meraih 88,7 persen suara. Tapi, oposisi Suriah dan AS tidak pernah mengakui hasil Pemilu itu.
”Bagi kami, presiden muncul melalui rakyat dan lewat Pemilu dan, jika dia mundur, dia mundur atas kehendak rakyat,” kata Assad.
“Dia tidak akan mundur karena keputusan Amerika, keputusan Dewan Keamanan atau pun Konferensi Jenewa,” lanjut presiden yang mengenyam pendidikan di Inggris itu, seperti dikutip Sputnik, Rabu (16/9/2015). “Jika rakyat ingin dia tetap bertahan, dia harus bertahan, dan jika rakyat menolaknya, ia harus segera mundur."
Kekuasaan Presiden Assad mulai digoyang sejak 2011, yakni ketika krisis politik Suriah pecah. Sejak tahun itu, oposisi Suriah berupaya menggulingkan rezim Assad. Krisis politik itu berubah jadi perang sipil dan semakin parah ketika muncul kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Krisis Suriah membuat negara-negara Barat, terutama AS melakukan intervensi. AS yang membal kubu oposisi pernah ingin menyerang rezim Suriah dengan alasan pasukan Assad menggunakan senjata kimia. Namun, Rusia sebagai sekutu Assad berhasil mencegahya.
Alih-alih lengser, Assad justru terpilih lagi sebagai Presiden Suriah dalam Pemilu yang digelar pada bulan Juni 2014 dengan meraih 88,7 persen suara. Tapi, oposisi Suriah dan AS tidak pernah mengakui hasil Pemilu itu.
(mas)