Anti-Klimaks Genderang Perang Rezim Nuklir Pyongyang
A
A
A
PYONGYANG - Genderang perang yang ditabuh rezim nuklir Korea Utara (Korut) terhadap musuh bebuyutannya, Korea Selatan (Korut) berujung anti-klimaks. Ancaman rezim diktator muda Kim Jong-un yang telah mengultimatum Korsel dalam tempo 48 jam dengan ancaman serangan militer batal terlaksana.
Selama pembicaraan maraton hingga hari ini (25/8/2015), kedua Korea telah mencapai kesepakatan damai, dengan hasil yang simple. Yakni, Korut bersedia meminta maaf kepada Korsel atas penanaman ranjau darat di Zona Demiliterisasi (DMZ) yang melukai dua perwira tentara Korsel. Sedangkan Korsel juga bersedia menghentikan siaran propaganda anti-Korut dengan pengeras suara di zona perbatasan.
Kepala Keamanan Nasional Korsel, Kim Kwan-jin, seperti dikutip Yonhap, berharap kedua Korea menjalankan kesepakatan yang telah dicapai untuk meredam ketegangan di Semenanjung Korea. (Baca: Korut Bersedia Minta Maaf, Dua Korea Batal Perang)
”Saya berharap bahwa kita dapat membangun hubungan Korsel dan Korut yang baru, di mana orang-orang kami (berharap untuk) dengan tulus untuk melaksanakan isu-isu yang disepakati dalam dialog dan membangun kepercayaan untuk kerja sama,” kata Kim Kwan-jin.
“Dalam pertemuan tersebut, aspek permintaan maaf Korut itu sangat berarti atas insiden ranjau darat dan bahwa mereka setuju untuk membuat upaya itu untuk mencegah insiden dan meredakan ketegangan,” lanjut dia.
Minta Maaf
Rezim Pyongyang melalui kantor berita KCNA, juga menegaskan bahwa kesepakatan damai kedua Korea telah tercapai. Meski, Korut enggan mengkonfirmasi soal kesediaannya meminta maaf pada Korsel.
Permintaan maaf dari Korut itu secara resmi dituntut oleh Presiden Korsel, Park Geun-hye. ”Ini adalah masalah keamanan dan keselamatan rakyat nasional kita,” katanya. ”Ini bukan soal di mana kita bisa mundur, bahkan jika Korut memaksimalkan provokasi dan mengancam keamanan seperti di masa lalu.”
Genderang perang sebelumnya “ditabuh” rezim Kim Jong-un, dengan memerintahkan pasukan militernya untuk siap perang di zona perbatasan. Ketegangan itu bermula dari insiden meledaknya ranjau darat di DMZ, di mana dua tentara Seoul terluka parah.
Dalam hitungan hari, Korut menyiarkan propaganda anti-Korut dengan pengeras suara di zona perbatasan. Siaran itu ternyata membuat rezim nuklir Korut naik pitam. Tembakan artileri ke arah wilayah Korsel pun diluncurkan. (Baca: Gedung Biru Bakal Ladeni Provokasi Korut)
Korsel membalas provokasi Korut itu dengan 36 tembakan artileri, di mana enam di antaranya mendarat di dekat pos jaga tentara Korut. Dari insiden saling tembak itulah, pemimpin Korut, Kim Jong-un, sesumbar menyuarakan kesiapan perangnya terhadap Korsel.
Sesumbar Perang
Pada Jumat pekan lalu, Kim Jong-un telah menyiagakan pasukan militernya lengkap dengan senjata perang di dekat zona perbatasan. “Pemimpin menyatakan keadaan seolah-olah perang, setelah pertemuan darurat dengan para pemimpin militer,” tulis kantor berita KCNA, mengacu pada sosok Kim Jong-un.
Pada hari yang sama, Kementerian Pertahanan Korsel mengaku menerima surat berisi ultimatum dari Korut, bahwa dalam tempo 48 jam Korsel harus menghentikan siaran propaganda anti-Korut di sepanjang perbatasan. Jika peringatan diabaikan, maka militer Korut akan bertindak.
Gertakan Kim Jong-un tak hanya melalui ultimatum. Pemimpin muda Korut itu bahkan mengerahkan sekitar 50 kapal selam, sejumlah kendaraan artileri dan beberapa kendaraan amfibi. Puluhan kapal selama itu sempat terdeteksi bergerak di dekat perbatasan kedua Korea.
Sepak terjang sejumlah kendaraan perang Korut terjadi tepat saat delegasi kedua Korea terlibat pembicaraan damai secara maraton untuk mencegah perang. (Baca juga: Di Ambang Perang, Korut Siap Perang Habis-habisan dengan Korsel)
Tak aneh bila Pemerintah Korsel menuding Korut menggunakan taktik ganda dalam kasus ini. Yakni, di satu sisi terlibat pembicaraan damai, namun di sisi lain puluhan kendaraan perang bergerak dan siap untuk menyerang.
”Kami mendeteksi gerakan yang tidak biasa dari kapal selam Korut, (kapal-kapal selam) mereka telah meninggalkan pangkalan, dan Korut juga mengerahkan dua kali lipat kekuatan artileri di sepanjang perbatasan,” kata seorang pejabat Kementerian Pertahanan Korsel, yang menolak diidentifikasi, seperti dikutip NBC News.
”Ini jelas menunjukkan taktik ganda Korut, yakni dari kedua strategi damai dan perang terhadap Seoul,” lanjut pejabat itu. ”Kami terus mempertahankan kewaspadaan militer tingkat tinggi dan fokus pada perhatian yang dekat dengan gerakan militer Korut.” (Baca juga: Batal Perang, 50 Kapal Selam Korut Pulang ke Pangkalan)
Tapi, berbagai ancaman militer Korut “terpatahkan” dengan tercapainya kesepakatan damai kedua Korea. Sejumlah pihak, termasuk Amerika Serikat dan China mengapresiasi kesepakatan damai kedua Korea.
Selama pembicaraan maraton hingga hari ini (25/8/2015), kedua Korea telah mencapai kesepakatan damai, dengan hasil yang simple. Yakni, Korut bersedia meminta maaf kepada Korsel atas penanaman ranjau darat di Zona Demiliterisasi (DMZ) yang melukai dua perwira tentara Korsel. Sedangkan Korsel juga bersedia menghentikan siaran propaganda anti-Korut dengan pengeras suara di zona perbatasan.
Kepala Keamanan Nasional Korsel, Kim Kwan-jin, seperti dikutip Yonhap, berharap kedua Korea menjalankan kesepakatan yang telah dicapai untuk meredam ketegangan di Semenanjung Korea. (Baca: Korut Bersedia Minta Maaf, Dua Korea Batal Perang)
”Saya berharap bahwa kita dapat membangun hubungan Korsel dan Korut yang baru, di mana orang-orang kami (berharap untuk) dengan tulus untuk melaksanakan isu-isu yang disepakati dalam dialog dan membangun kepercayaan untuk kerja sama,” kata Kim Kwan-jin.
“Dalam pertemuan tersebut, aspek permintaan maaf Korut itu sangat berarti atas insiden ranjau darat dan bahwa mereka setuju untuk membuat upaya itu untuk mencegah insiden dan meredakan ketegangan,” lanjut dia.
Minta Maaf
Rezim Pyongyang melalui kantor berita KCNA, juga menegaskan bahwa kesepakatan damai kedua Korea telah tercapai. Meski, Korut enggan mengkonfirmasi soal kesediaannya meminta maaf pada Korsel.
Permintaan maaf dari Korut itu secara resmi dituntut oleh Presiden Korsel, Park Geun-hye. ”Ini adalah masalah keamanan dan keselamatan rakyat nasional kita,” katanya. ”Ini bukan soal di mana kita bisa mundur, bahkan jika Korut memaksimalkan provokasi dan mengancam keamanan seperti di masa lalu.”
Genderang perang sebelumnya “ditabuh” rezim Kim Jong-un, dengan memerintahkan pasukan militernya untuk siap perang di zona perbatasan. Ketegangan itu bermula dari insiden meledaknya ranjau darat di DMZ, di mana dua tentara Seoul terluka parah.
Dalam hitungan hari, Korut menyiarkan propaganda anti-Korut dengan pengeras suara di zona perbatasan. Siaran itu ternyata membuat rezim nuklir Korut naik pitam. Tembakan artileri ke arah wilayah Korsel pun diluncurkan. (Baca: Gedung Biru Bakal Ladeni Provokasi Korut)
Korsel membalas provokasi Korut itu dengan 36 tembakan artileri, di mana enam di antaranya mendarat di dekat pos jaga tentara Korut. Dari insiden saling tembak itulah, pemimpin Korut, Kim Jong-un, sesumbar menyuarakan kesiapan perangnya terhadap Korsel.
Sesumbar Perang
Pada Jumat pekan lalu, Kim Jong-un telah menyiagakan pasukan militernya lengkap dengan senjata perang di dekat zona perbatasan. “Pemimpin menyatakan keadaan seolah-olah perang, setelah pertemuan darurat dengan para pemimpin militer,” tulis kantor berita KCNA, mengacu pada sosok Kim Jong-un.
Pada hari yang sama, Kementerian Pertahanan Korsel mengaku menerima surat berisi ultimatum dari Korut, bahwa dalam tempo 48 jam Korsel harus menghentikan siaran propaganda anti-Korut di sepanjang perbatasan. Jika peringatan diabaikan, maka militer Korut akan bertindak.
Gertakan Kim Jong-un tak hanya melalui ultimatum. Pemimpin muda Korut itu bahkan mengerahkan sekitar 50 kapal selam, sejumlah kendaraan artileri dan beberapa kendaraan amfibi. Puluhan kapal selama itu sempat terdeteksi bergerak di dekat perbatasan kedua Korea.
Sepak terjang sejumlah kendaraan perang Korut terjadi tepat saat delegasi kedua Korea terlibat pembicaraan damai secara maraton untuk mencegah perang. (Baca juga: Di Ambang Perang, Korut Siap Perang Habis-habisan dengan Korsel)
Tak aneh bila Pemerintah Korsel menuding Korut menggunakan taktik ganda dalam kasus ini. Yakni, di satu sisi terlibat pembicaraan damai, namun di sisi lain puluhan kendaraan perang bergerak dan siap untuk menyerang.
”Kami mendeteksi gerakan yang tidak biasa dari kapal selam Korut, (kapal-kapal selam) mereka telah meninggalkan pangkalan, dan Korut juga mengerahkan dua kali lipat kekuatan artileri di sepanjang perbatasan,” kata seorang pejabat Kementerian Pertahanan Korsel, yang menolak diidentifikasi, seperti dikutip NBC News.
”Ini jelas menunjukkan taktik ganda Korut, yakni dari kedua strategi damai dan perang terhadap Seoul,” lanjut pejabat itu. ”Kami terus mempertahankan kewaspadaan militer tingkat tinggi dan fokus pada perhatian yang dekat dengan gerakan militer Korut.” (Baca juga: Batal Perang, 50 Kapal Selam Korut Pulang ke Pangkalan)
Tapi, berbagai ancaman militer Korut “terpatahkan” dengan tercapainya kesepakatan damai kedua Korea. Sejumlah pihak, termasuk Amerika Serikat dan China mengapresiasi kesepakatan damai kedua Korea.
(mas)