Pangeran Saudi Kritik Kesepakatan Nuklir Iran
A
A
A
RIYADH - Pangeran Arab Saudi, Bandar bin Sultan melemparkan kritikan terhadap Amerika Serikat (AS) atas kesepakatan nuklir antara Iran dan enam kekuatan dunia. Menurutnya, AS telah melakukan hal yang sama, ketika mereka melakukan kesepakatan nuklir dengan Korea Utara (Korut).
Bandar, yang menyampaikan kritikan tersebut melalui sebuah tulisan opini di media setempat mengatakan, kesepakatan tersebut perlahan-lahan akan membawa petaka di kawasan Timur Tengah.
"Para pakar media dan politik mengatakan, kesepakatan dengan Iran yang dicapai pada era Presiden (Barack) Obama adalah 'Deja vu' dalam kaitannya dengan kesepakatan nuklir Korea Utara yang dicapai pada era Presiden Bill Clinton," tulis Bandar, seperti dilansir Al Arabiya pada Kamis (16/7/2015).
AS dan Korut membuat kesepakatan nuklir pada tahun 1994 lalu. Namun, setelah sembilan tahun kesepakatan itu akhirnya berakhir, yang ditandai dengan keluarnya Korut dari international Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), dan tidak lama kemudian Korut dikabarkan telah membuat senjata nuklir.
"Presiden Obama membuat kesepakatan dengan Iran, dengan sepenuhnya menyadari bahwa analisis strategis kebijakan luar negeri, informasi intelijen nasional, dan info intelijen dari sekutu AS di kawasan itu memprediksi tidak ada hasil yang dicapai dari kesepakatan dengan Korut, tapi bisa jadi lebih buruk," sambungnya.
"Iran memiliki akses untuk mendatangkan miliaran dolar guna menyiram ekonomi mereka. Ini akan mendatangkan malapetaka di Timur Tengah yang sudah ditimpa bencana, di mana Iran adalah pemain utama dalam destabilisasi kawasan," imbuh mantan Duta Besar Saudi untuk AS tersebut.
Bandar, yang menyampaikan kritikan tersebut melalui sebuah tulisan opini di media setempat mengatakan, kesepakatan tersebut perlahan-lahan akan membawa petaka di kawasan Timur Tengah.
"Para pakar media dan politik mengatakan, kesepakatan dengan Iran yang dicapai pada era Presiden (Barack) Obama adalah 'Deja vu' dalam kaitannya dengan kesepakatan nuklir Korea Utara yang dicapai pada era Presiden Bill Clinton," tulis Bandar, seperti dilansir Al Arabiya pada Kamis (16/7/2015).
AS dan Korut membuat kesepakatan nuklir pada tahun 1994 lalu. Namun, setelah sembilan tahun kesepakatan itu akhirnya berakhir, yang ditandai dengan keluarnya Korut dari international Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), dan tidak lama kemudian Korut dikabarkan telah membuat senjata nuklir.
"Presiden Obama membuat kesepakatan dengan Iran, dengan sepenuhnya menyadari bahwa analisis strategis kebijakan luar negeri, informasi intelijen nasional, dan info intelijen dari sekutu AS di kawasan itu memprediksi tidak ada hasil yang dicapai dari kesepakatan dengan Korut, tapi bisa jadi lebih buruk," sambungnya.
"Iran memiliki akses untuk mendatangkan miliaran dolar guna menyiram ekonomi mereka. Ini akan mendatangkan malapetaka di Timur Tengah yang sudah ditimpa bencana, di mana Iran adalah pemain utama dalam destabilisasi kawasan," imbuh mantan Duta Besar Saudi untuk AS tersebut.
(esn)