Pelaku Serangan Florida Terancam Hukuman Mati

Senin, 09 Januari 2017 - 22:46 WIB
Pelaku Serangan Florida Terancam Hukuman Mati
Pelaku Serangan Florida Terancam Hukuman Mati
A A A
MIAMI - Otoritas Amerika Serikat (AS) mendakwa tersangka penembakan di Bandara Fort Lauderdale, Florida, Esteban Santiago, 26, dengan tuntutan hukuman mati. Aksi Santiago menewaskan lima orang dan melukai enam orang di bandara itu pada Jumat (6/1).

Departemen Kehakiman AS mendakwa Santiago melakukan kekerasan bersenjata dan melakukan aksi kekerasan. Santiago sejak awal menunjukkan perilaku aneh ketika tiba di bandara setelah penerbangan dari Alaska.

Di tempat klaim bagasi, dia mengambil amunisi dan senapan semiotomatis 9 mm yang telah dia nyatakan pada petugas keamanan dan disimpan di bagasinya. Dia kemudian mengisi senjata itu dengan amunisi di kamar kecil dan melepas tembakan di daerah klaim bagasi Terminal 2 yang sedang ramai orang.

”Setelah amunisinya habis, Santiago telentang di lantai dengan tangan dan kakinya terentang dan secara damai menyerah saat seorang petugas kepolisian mendekatinya,” ungkap para saksi mata yang dikutip media AS. Tembakan yang dilepaskannya mengakibatkan ribuan orang berteriak ketakutan dan berlarian menyelamatkan diri. Bandara itu pun ditutup selama 16 jam.

Bandara itu pintu gerbang utama menuju Karibia dan Amerika Latin. ”Jika Santiago terbukti bersalah, Santiago dapat menghadapi hukuman mati atau penjara seumur hidup. Santiago mulai menembak, menargetkan kepala-kepala korban, hingga dia kehabisan amunisi,” papar Jaksa AS Wifredo Ferrer, dikutip kantor berita AFP .

Agen khusus FBI George Piro menjelaskan, para agen sedang menyelidiki motif serangan itu, termasuk terus mencari kaitannya dengan terorisme. Piro menduga Santiago beraksi sendiri dan setiap indikasi menunjukkan bahwa dia mengikuti aturan dalam penerbangan membawa senjata. Santiago akan menghadiri sidang awal pada Senin (9/1) waktu setempat.

Sebagai mantan anggota Garda Nasional Puerto Rico dan Alaska, Santiago bertugas di Irak sejak April 2010 hingga Februari 2011. Dia mengakhiri tugasnya pada Agustus. Pada 7 November, Santiago berjalan ke Kantor FBI di Anchorage, Alaska dan mengeluh pikirannya dikontrol oleh badan intelijen nasional yang memaksanya menonton video-video dari kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

”Perilaku aneh ini membuat para agen menghubungi kepolisian lokal yang membawanya untuk evaluasi kesehatan mental,” kata Piro. Kepala Kepolisian Anchorage Christopher Tolley menyatakan, Santiago datang ke Kantor FBI dengan magasin terisi, tapi dia meninggalkan senjatanya dan anak yang baru lahir di mobilnya.

Polisi mengambil senjata Santiago untuk alasan keamanan saat itu, tapi dia dapat mengambilnya lagi pada 8 Desember lalu. Tolley menjelaskan, tidak jelas apakah senjata itu yang digunakan dalam serangan di bandara tersebut. Saudara kandung Santiago, Bryan, mengkritik cara otoritas menangani kasusnya.

”Mereka telah membawanya ke rumah sakit selama empat hari dan mereka membiarkannya pergi. Bagaimana Anda membiarkan seseorang meninggalkan pusat psikologis setelah empat hari saat dia mengatakan dia mendengar suarasuara bahwa CIA memintanya bergabung kelompok tertentu?” tutur Bryan Santiago pada CNN . ”Tidak semua orang memiliki reaksi sama saat mereka kembali dari perang.

Beberapa orang lebih baik dan beberapa tidak terlalu baik,” ujar Bryan. Otoritas tidak menyebut nama atau identitas para korban, tapi media melaporkan ada tiga korban yang akan segera berangkatnaikkapalpesiar. Mereka yakniOlgaWoltering, 84, seorang nenek kelahiran Inggris yang akan naik kapal pesiar bersama suaminya yang berusia 90 tahun.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4208 seconds (0.1#10.140)