Rohingya, Hindari Maut di Myanmar dan Bertaruh Nyawa ke Bangladesh

Kamis, 24 November 2016 - 09:55 WIB
Rohingya, Hindari Maut...
Rohingya, Hindari Maut di Myanmar dan Bertaruh Nyawa ke Bangladesh
A A A
RAKHINE - Para warga komunitas Muslim Rohingnya asal Rakhine, Myanmar, terus menyeberang ke Bangladesh dalam sepekan ini untuk menghidari kekerasan mematikan dalam operasi militer Myanmar. Selama menyeberang ke Bangladesh, mereka mempertaruhkan nyawa karena tak sedikit dari mereka yang tenggelam di sungai perbatasan.

Kekerasan terbaru di Rakhine terjadi menyusul serangan orang-orang bersenjata tak dikenal terhadap tiga pos polisi perbatasan yang menewaskan sembilan polisi Myanmar pada 9 Oktober 2016 lalu. Sejak serangan itu, tentara Myanmar meluncurkan operasi militer yang menurut aktivis dan kelompok HAM telah menewaskan 86 orang dan membuat 30 ribu warga Rohingya mengungsi.

Beberapa pengungsi Rohingya dilaporkan hilang selama menyeberangi Sungai Naaf yang memisahkan Myanmar dan Bangladesh. Mereka yang berhasil masuk Bangladesh telah mencari perlindungan di kamp-kamp pengungsi atau rumah-rumah penduduk.

”Ada sekelompok orang dari desa kami yang menyeberangi sungai dengan perahu untuk datang ke sini, tapi tiba-tiba perahu tenggelam,” kata Humayun Kabir, ayah dari tiga anak yang ikut menyeberang ke Bangladesh, seperti dikutip Reuters, Kamis (24/11/2016).

Baca:
Dunia Soroti Krisis Muslim Rohingya, Suu Kyi Marah


Kekerasan terbaru di Myanmar merupakan yang paling serius sejak ratusan tewas dalam konflik komunal di wilayah barat Rakhine pada tahun 2012 silam. Kekerasan terbaru ini telah membuat pemimpin faksi politik berkuasa Myanmar, Aung San Suu Kyi—peraih Hadiah Nobel Perdamaian—dikecam masyarakat internasional karena dianggap nyaris tidak berbuat banyak.

Militer dan pemerintah Myanmar telah menolak tuduhan oleh warga Rohingya dan kelompok-kelompok HAM bahwa tentara telah memperkosa wanita Rohingya, membakar rumah-rumah, dan mengeksekusi warga sipil selama operasi militer di Rakhine.

Sirajul Islam, warga Rohingya yang tiba pada hari Senin di sebuah kamp pengungsi di kota pesisir selatan Teknaf, Bangladesh, mengatakan dia tidak tahu apa yang terjadi dengan delapan anggota keluarganya setelah tentara membakar rumah mereka di Rakhine.

”Saya tidak tahu di mana istri dan anak-anak saya,” katanya. ”Saya Aku entah bagaimana bisa menyeberangi perbatasan untuk menyelamatkan hidup saya,” katanya lagi.

PBB menyatakan, sekitar 30 ribu warga Rohingya diperkirakan telah mengungsi dan ribuan lainnya terkena dampak dalam kekerasan terbaru di Rakhine.

Kepala Pengungsi PBB di wilayah setempat, John McKissick, memaklumi apa yang dirasakan Bangladesh untuk menangani para pengungsi Rohingya. ”Sulit bagi pemerintah Bangladesh untuk menyerap jumlah (pengungsi) besar, menurut saya tidak ada pilihan lain, karena satu-satunya pilihan lain adalah kematian dan penderitaan,” kata McKissick.

”Untuk saat ini, satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah untuk membantu dan melindungi mereka,” katanya lagi.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0939 seconds (0.1#10.140)