Taiwan: Republik Indonesia Mitra Penting

Kamis, 12 Januari 2023 - 19:08 WIB
loading...
Taiwan: Republik Indonesia Mitra Penting
Wamenlu Taiwan Tien Chung-kwang (dua kiri) dan Dirjen Departemen Layanan Informasi Internasional Kemlu Taiwan Catherine YM Hsu (kiri) dalam program Ministry of Foreign Affairs Republic of China, Tentative Program for International Press Group on Taiwan’s
A A A
TAIPEI - Sekalipun tidak memiliki hubungan diplomatik, Indonesia berhasil menjalin kedekatan dengan Taiwan . Hubungan itu bahkan berkembang positif selama 52 tahun terakhir menyusul meningkatnya arus perdagangan, investasi, dan imigrasi di antara kedua belah pihak.

Hubungan antara Indonesia dan Taiwan sudah terbentuk sejak 1970-an. Keduanya sukses membangun kemitraan dagang dan ekonomi yang sangat kuat. Menilik statistik, Taiwan telah banyak mengekspor produk elektrik ke Indonesia, sedangkan Indonesia telah banyak mengekspor produk baja dan besi ke Taiwan.

Sebagai anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), Indonesia dan Taiwan memiliki kedudukan yang setara dalam perdagangan. Jakarta dan Taipei juga saling menghormati satu sama lain mengingat aktivitas ekonomi menjadi tulang punggung utama hubungan bilateral kedua belah pihak.

Saat ini, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. Namun, demi mengoptimalkan potensi perdagangan dan investasi dengan Taiwan, Indonesia membentuk Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei sebagai lembaga non-pemerintah, sedangkan Taiwan membentuk Taipei Economic and Trade Office (TETO) di Jakarta.



Sejak kedua negara memiliki kantor perwakilan, hubungan perdagangan antara Indonesia dan Taiwan lebih teratur dan meningkat secara signifikan. Didorong berbagai program kerja sama, Jakarta dan Taipei telah mencatat total perdagangan hingga USD11,31 miliar pada 2021 dan USD690 juta sampai Juni tahun lalu.

Memasuki tahun 2000-an, Taiwan juga memperkuat hubungan dengan Indonesia melalui pertukaran budaya, pendidikan, dan ketenagakerjaan. Lalu lintas imigrasi di antara kedua negara meningkat tajam. Pertukaran ini tidak hanya terjadi di antara pekerja, tapi juga pelajar, artis, dan aktivis dari beragam badan NGO.

Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, juga mendukung hal tersebut dengan membentuk New Southbound Policy sejak 2016, yakni program peningkatan kerja sama dengan 18 negara Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Australasia. Program ini telah turut memperkuat kerja sama antara Taiwan dan Indonesia di bidang pertanian.

Melalui New Southbound Policy, hubungan people to people antara Indonesia dan Taiwan juga menguat. Bahkan, Taiwan menjadi salah satu destinasi utama pekerja migran Indonesia (PMI). Sampai akhir tahun lalu, sedikitnya terdapat 247 ribu PMI yang bekerja dan tersebar di seluruh Taiwan, terbanyak di New Taipei.

Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Taiwan, Tien Chung-kwang, mengatakan Indonesia bersama sembilan negara anggota Persatuan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) lainnya merupakan mitra penting di luar perdagangan dan ekonomi karena lokasinya strategis. Selain itu, kebudayaannya memiliki kemiripan.

“Indonesia merupakan negara yang besar. Selama bertahun-tahun, kami telah menjalin hubungan dengan Indonesia. Saat ini, kami memiliki dua kantor perwakilan di Indonesia, yakni TETO di Jakarta dan di Surabaya. Kedekatan hubungan ini juga tercermin dari banyaknya investasi kami di sana,” terang Chung-kwang.

Chung-kwang menambahkan Taiwan sangat mengapresiasi Indonesia karena turut membantu membangun Taiwan yang sedang mengalami penuaan penduduk. Salah satunya melalui pengiriman PMI, baik formal ataupun non-formal. Dia berharap kerja sama ini akan dapat terjaga dan semakin menguat ke depannya.

Senada dengan Chung-kwang, Direktur Jenderal (Dirjen) Departemen Layanan Informasi Internasional Kemlu Taiwan, Catherine Y.M. Hsu, juga mengatakan Indonesia merupakan satu dari 18 negara yang masuk dalam daftar New Southbound Policy sehingga hubungan kedua pihak dapat menguat di berbagai bidang.

“Kerja sama yang sudah terbangun selama ini dengan Indonesia diharapkan dapat lebih meningkat. Kolaborasi ketenagakerjaan misalnya. Sektor itu telah menjadi pilar utama yang meningkatkan hubungan kedua pihak. Namun, kami juga berharap ASEAN dapat memperkuat hubungan politik dengan Taiwan,” kata Hsu.

Tetap Netral

Agustus tahun lalu, situasi di Selat Taiwan telah memanas setelah Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, berkunjung ke Taipei. Meski fokus membahas kerja sama perdagangan dan ekonomi, kunjungan itu banyak diterjemahkan sebagai dukungan politik AS terhadap Taiwan mengingat Pelosi masih aktif menjabat di Parlemen.

China yang memperingatkan Pelosi untuk membatalkan kunjungannya telah marah besar. Angkatan Bersenjata China langsung menggelar latihan militer dengan melepaskan misil ke sekeliling Pulau Taiwan dan meluncurkan puluhan pesawat tempur. Selain itu, China menutup akses barang esensial menuju Taipei.

Indonesia berupaya untuk tetap netral dalam konflik ini. Namun, pemerintah tetap cemas ketegangan di Selat Taiwan akan dapat memengaruhi aktivitas perdagangan dan mendorong kedua pihak untuk menahan diri. Maklum, Taiwan merupakan pemain utama industri semikonduktor, chips utama perangkat elektronik.

Juru Bicara (Jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Teuku Faizasyah, mengatakan posisi Indonesia dalam isu Taiwan tidak pernah berubah sejak 1970-an. Pemerintah tetap menghormati kebijakan Satu China dan tidak mengakui Taiwan, Hong Kong, Makau, dan Tibet sebagai wilayah yang terpisah dari Beijing.

“Kami menganut kebijakan Satu China,” ujar Faizasyah beberapa waktu lalu. Menurut para pengamat politik, Indonesia ingin menjaga hubungan perdagangan dengan Taiwan tanpa merusak hubungan dengan China. Karena itu, sama seperti berbagai konflik internasional yang lain, Indonesia tetap memilih bersikap netral.

Di samping itu, hubungan antara Indonesia dan China kuat. Bahkan, China menjadi salah satu mitra dagang terdekat dan terbesar Indonesia. Faktanya, pada 2021, nilai ekspor Indonesia menuju China mencapai USD63,63 miliar yang dipimpin bahan bakar mineral dan nikel, sedangkan impornya mencapai USD60,71 miliar.

Saat ini, China juga menjadi mitra utama dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Salah satunya megaproyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Jumlah utang luar negeri Indonesia dari China juga terus naik, yakni mencapai USD411,5 juta. Selama pandemi, Indonesia juga mendapatkan bantuan vaksin Covid-19 dari China.

“Indonesia sukses menjalin hubungan dengan China dan Taiwan secara bersamaan. Kerja sama Indonesia dan Taiwan juga terus meningkat pada tahun lalu. Taiwan bahkan menjadi destinasi ekspor terbesar kedelapan bagi Indonesia” ujar Muhammad Zulfikar Rakhmat, peneliti dari Busan University of Foreign Studies.

Rakhmat menambahkan kerja sama investasi juga mencatat catatan yang gemilang. Perusahaan Taiwan sedikitnya memegang 458 proyek di Indonesia dengan total investasi USD316,9 juta pada 2022. Taiwan International Ports Corp misalnya yang sedang membangun gudang, lapangan, dan terminal kontainer di Indonesia.

Pada September, PT Indika Energy dan Foxconn juga meluncurkan ventura gabungan senilai USD2 miliar untuk membuat EV, baterai, dan gudang energi di Indonesia. Keduanya berharap dapat memproduksi bus dan truk listrik. Akhir 2022, Jakarta dan Taipei juga menandatangani nota kesepahaman (MoU) di sektor pertanian.

Selama lima tahun terakhir, produk logam dan peralatan industri non-mesin menjadi sektor investasi terbesar Taiwan di Indonesia, yakni mencapai 31%. Total perdagangan antara Indonesia dan Taiwan di sektor baja telah mencapai USD2,53 miliar sampai Oktober 2022 atau naik sekitar 6,41% dibandingkan 2021.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1813 seconds (0.1#10.140)