Paus Fransiskus Sangat Sedih Hagia Sophia Jadi Masjid Lagi

Senin, 13 Juli 2020 - 08:24 WIB
loading...
Paus Fransiskus Sangat Sedih Hagia Sophia Jadi Masjid Lagi
Pemimpin Vatikan Paus Fransiskus. Foto/REUTERS/Remo Casilli
A A A
VATIKAN - Paus Fransiskus (Francis), pemimpin Vatikan, mengatakan dia sangat sedih atas keputusan Turki yang mengubah status Hagia Sophia kembali menjadi masjid.

Bangunan kuno di Istanbul ini awalnya katedral Kristen, kemudian diubah jadi masjid lalu diubah lagi jadi museum dan kini menjadi masjid lagi.

Komentar Paus Fransiskus disampaikan dari jendela studionya yang menghadap Lapangan Santo Petrus ketika Gereja Katolik menandai hari Minggu sebagai Hari Laut Internasional.

"Dan laut membawa saya agak jauh dengan pikiran saya: ke Istanbul," kata Paus. "Saya sedang memikirkan Saint Sophia dan saya sangat sedih," katanya lagi, seperti dikutip dari AP, Senin (13/7/2020). (Baca: Sejarah Hagia Sophia, antara Katedral Kristen Ortodoks dan Masjid )

Paus tidak menyebut sosok nama yang membuatnya sedih, namun itu jelas secara jelas merujuk pada langkah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang secara resmi mengubah bangunan monumental itu kembali menjadi masjid.

Nama Hagia Sophia berasal dari bahasa Yunani yakni Ayasofya yang bermakna "Holy Wisdom (Kebijaksanaan Suci)". Bangunan ini selesai dibangun sebagai Katedral Kristen Kekaisaran Romawi Timur atau dikenal sebagai Bizantium pada tahun 537. Bangunan tersebut, kala itu merupakan "kursi" dari Patriark Ekumenis Konstantinopel.

Pada 1204, Hagia Sophia dikonversi oleh Tentara Salib Keempat menjadi katedral Katolik Roma di bawah Kekaisaran Latin, sebelum dikembalikan lagi menjadi Katedral Ortodoks setelah pembangunan kembali Kekaisaran Bizantium pada 1261.

Pada tahun 1453, Konstantinopel yang menjadi Ibu Kota Kekaisaran Bizantiium ditaklukkan oleh Kekaisaran Ottoman di bawah pimpinan Sultan Mehmed II atau dikenal sebagai Mehmed Sang Penakluk. Atas perintah Sultan Mehmed II, Hagia Sophia dikonversi menjadi masjid.

Ketika diambil alih Kekaisaran Ottoman, beberapa bagian kota Konstantinopel telah rusak. Hagia Sophia kala itu mendapat perhatian khusus yang dikelola dengan dana yang sengaja disisihkan. Bangunan tersebut sekaligus membuat kesan kuat pada penguasa Ottoman. ( )

Ketika dikuasai Kekaisaran Ottoman, beberapa fitur khas seperti lonceng, altar, ikonostasis, dan peninggalan lainnya dihilangkan. Mosaik-mosaik yang menggambarkan Yesus, Ibunya; Perawan Suci Maria, orang-orang kudus Kristen, serta para malaikat juga dihilangkan atau diplester.

Sebaliknya, fitur-fitur Islami seperti mihrab (ceruk di dinding yang menunjukkan arah kiblat salat; Kakbah di Makkah), mimbar, dan empat menara ditambahkan. Ada juga kaligrafis bertuliskan Allah, Nabi Muhammad dan para khalifah Muslim yang ditampilkan di bangunan tersebut.

Dari konversi awal hingga pembangunan Masjid Sultan Ahmed di dekatnya, alias Masjid Biru Istanbul, pada 1616, Hagia Sophia adalah masjid utama Istanbul. Arsitektur Bizantium Hagia Sophia berfungsi sebagai inspirasi bagi banyak masjid Ottoman lainnya, termasuk Masjid Biru, Masjid Şehzade, Masjid Süleymaniye, Masjid Rüstem Pasha dan Kompleks Kılıç Ali Pasha.

Hagia Sophia tetap berstatus masjid sampai 1931, yakni ketika ditutup untuk umum selama empat tahun. Bangunan dibuka kembali pada tahun 1935 dengan statusnya sebagai museum oleh Republik Turki yang dipimpin Mustafa Kemal Ataturk. Konversi masjid sebagai museum itu merupakan bagian dari reformasi sekuler Ataturk.

Paus Fransiskus, yang mengepalai gereja Katolik Roma, menyampaikan kesedihannya sehari setelah Dewan Gereja Dunia yang berbasis di Jenewa menyatakan hal serupa.

Organisasi itu mencatat Hagia Sophia selama ini telah menjadi tempat terbuka, pertemuan, dan inspirasi bagi orang-orang dari semua bangsa. Dewan ini beranggotakan gereja Protestan, Ortodoks, dan Anglikan.

Presiden Erdogan sebelumnya menyatakan Hagia Sophia kini terbuka untuk ibadah umat Muslim setelah pengadilan tinggi membatalkan keputusan pemerintah 1934 tentang status Hagia Sophia sebagai museum.

Deklarasi Erdogan telah dikritik oleh para pemimpin Amerika Serikat dan Kristen Ortodoks, para pemimpin politik di Yunani, Siprus dan Rusia, dan badan budaya PBB UNESCO.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1672 seconds (0.1#10.140)