Jika AS Terus Pasok Senjata ke Ukraina, Kremlin Ancam Hentikan Dialog dengan Washington
loading...
A
A
A
MOSKOW - Rusia tidak akan membahas Perjanjian START Baru dengan Amerika Serikat (AS) selama Washington terus mempersenjatai Ukraina. Hal itu diungkapkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova kepada radio Sputnik, Rabu (30/11/2022).
“Amerika Serikat berencana untuk mengirim lebih banyak senjata ke wilayah konflik di mana Rusia terlibat. Jadi, mereka akan terus memasok semua senjata itu dan mendorong rezim Kiev untuk melakukan lebih banyak pertumpahan darah,” kata Zakharova.
“Mereka melakukan itu sambil mengalokasikan dana untuk kegiatan ekstremis yang dilakukan di bawah otoritas individu di Bankovaya Streat (di mana kantor kepresidenan Ukraina berada - TASS) yang jauh dari orang rasional, sementara kita duduk untuk membahas masalah keamanan timbal balik dengan mereka, termasuk kepentingan mereka?" lanjutnya.
Menurut diplomat Rusia itu, Moskow sangat menghargai Perjanjian START Baru yang menurutnya memenuhi kepentingan bersama Rusia dan AS. “Tetapi, kondisi yang tepat harus ada untuk membahasnya,” tegas Zakharova.
Pada awal pekan ini, Kementerian Luar Negeri Rusia mengumumkan keputusannya untuk menunda pertemuan Komisi Konsultasi Bilateral di bawah Perjanjian START Baru Rusia-AS yang semula dijadwalkan berlangsung di Kairo pada 29 November - 6 Desember.
Sebelumnya, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev memperingatkan NATO agar tidak memberi Ukraina sistem pertahanan rudal Patriot. Ia juga mencela aliansi tersebut sebagai "entitas kriminal" karena mengirimkan senjata ke apa yang disebutnya "rezim ekstremis".
Medvedev, yang pernah menyebut dirinya sebagai modernisasi liberal sebagai presiden dari 2008 hingga 2012, semakin muncul sebagai salah satu pendukung perang Rusia yang paling hawkish di Ukraina. Ia kerap memposting kecaman pedas terhadap Barat di saluran media sosialnya.
“Jika seperti yang diisyaratkan oleh (Sekretaris Jenderal NATO Jens) Stoltenberg, NATO akan memasok sistem Patriot kepada kaum fanatik Ukraina bersama dengan personel NATO, mereka akan segera menjadi target sah angkatan bersenjata kami,” tulis Medvedev di aplikasi pesan Telegram.
“Amerika Serikat berencana untuk mengirim lebih banyak senjata ke wilayah konflik di mana Rusia terlibat. Jadi, mereka akan terus memasok semua senjata itu dan mendorong rezim Kiev untuk melakukan lebih banyak pertumpahan darah,” kata Zakharova.
“Mereka melakukan itu sambil mengalokasikan dana untuk kegiatan ekstremis yang dilakukan di bawah otoritas individu di Bankovaya Streat (di mana kantor kepresidenan Ukraina berada - TASS) yang jauh dari orang rasional, sementara kita duduk untuk membahas masalah keamanan timbal balik dengan mereka, termasuk kepentingan mereka?" lanjutnya.
Menurut diplomat Rusia itu, Moskow sangat menghargai Perjanjian START Baru yang menurutnya memenuhi kepentingan bersama Rusia dan AS. “Tetapi, kondisi yang tepat harus ada untuk membahasnya,” tegas Zakharova.
Pada awal pekan ini, Kementerian Luar Negeri Rusia mengumumkan keputusannya untuk menunda pertemuan Komisi Konsultasi Bilateral di bawah Perjanjian START Baru Rusia-AS yang semula dijadwalkan berlangsung di Kairo pada 29 November - 6 Desember.
Sebelumnya, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev memperingatkan NATO agar tidak memberi Ukraina sistem pertahanan rudal Patriot. Ia juga mencela aliansi tersebut sebagai "entitas kriminal" karena mengirimkan senjata ke apa yang disebutnya "rezim ekstremis".
Medvedev, yang pernah menyebut dirinya sebagai modernisasi liberal sebagai presiden dari 2008 hingga 2012, semakin muncul sebagai salah satu pendukung perang Rusia yang paling hawkish di Ukraina. Ia kerap memposting kecaman pedas terhadap Barat di saluran media sosialnya.
“Jika seperti yang diisyaratkan oleh (Sekretaris Jenderal NATO Jens) Stoltenberg, NATO akan memasok sistem Patriot kepada kaum fanatik Ukraina bersama dengan personel NATO, mereka akan segera menjadi target sah angkatan bersenjata kami,” tulis Medvedev di aplikasi pesan Telegram.
(esn)