Eks Jenderal AS: Putin Miliki Ribuan Senjata Nuklir tapi Tak Mungkin Menggunakannya
loading...
A
A
A
Hodges juga membahas mobilisasi penuh Putin baru-baru ini untuk pasukan Rusia, menyebut langkah itu sebagai malapetaka bagi Kremlin. Dia menambahkan bahwa Rusia tidak memiliki kemampuan untuk meningkatkan lebih banyak pasukan.
"Jelas, bagi orang-orang [mobilisasi] memperjelas bahwa Putin kehilangan kendali di dalam Rusia," kata Hodges.
"Setengah juta pria Rusia usia militer meninggalkan Rusia untuk menghindari mobilisasi. Itu memberi tahu Anda bahwa orang-orang Rusia tidak memiliki keinginan untuk pertarungan ini, mereka tidak ingin berada di sana," paparnya.
Hodges telah vokal tentang perang di Ukraina sejak invasi Rusia pada bulan Februari, termasuk mengatakan kepada outlet media Lithuania pada bulan September bahwa dia yakin Ukraina dapat mendorong pasukan Rusia keluar dari Crimea dan wilayah pendudukan lainnya pada pertengahan tahun 2023.
"Setiap kesempatan yang saya miliki untuk mencoba dan menjelaskan bahwa ya, Ukraina akan menang, ya, Rusia akan dikalahkan, dan kita harus terbiasa dengan gagasan bahwa Rusia tidak berhak atas wilayah Ukraina mana pun," imbuh dia.
Para pemimpin Barat terus-menerus mengutuk ancaman senjata nuklir Putin dalam perangnya dengan Ukraina, termasuk Presiden Joe Biden yang mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa bahwa penggunaan senjata nuklir taktis akan menjadi kesalahan serius oleh Rusia.
Ketegangan antara Kremlin dan Barat semakin meningkat pada hari Rabu setelah Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov mencatat bahwa setiap partisipasi militer AS dalam perang melawan Rusia akan mengakibatkan konsekuensi bencana.
Komentar Antonov mengikuti laporan dari CBS pekan lalu bahwa pasukan AS yang dikerahkan di dekat perbatasan Ukraina-Rumania mengatakan mereka siap untuk menyeberang sebagai tanggapan atas eskalasi atau serangan terhadap NATO.
Komentar Hodges muncul ketika Putin memantau latihan militer Rusia yang mempraktikkan serangan nuklir pembalasan.
Menteri Pertahanan Sergey Shoigu menggambarkan tujuan latihan itu sebagai menguji kesiapan pasukan ofensif strategis Rusia. "Untuk melakukan serangan nuklir besar-besaran sebagai tanggapan atas serangan nuklir musuh," katanya, seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (27/0/2022).
"Jelas, bagi orang-orang [mobilisasi] memperjelas bahwa Putin kehilangan kendali di dalam Rusia," kata Hodges.
"Setengah juta pria Rusia usia militer meninggalkan Rusia untuk menghindari mobilisasi. Itu memberi tahu Anda bahwa orang-orang Rusia tidak memiliki keinginan untuk pertarungan ini, mereka tidak ingin berada di sana," paparnya.
Hodges telah vokal tentang perang di Ukraina sejak invasi Rusia pada bulan Februari, termasuk mengatakan kepada outlet media Lithuania pada bulan September bahwa dia yakin Ukraina dapat mendorong pasukan Rusia keluar dari Crimea dan wilayah pendudukan lainnya pada pertengahan tahun 2023.
"Setiap kesempatan yang saya miliki untuk mencoba dan menjelaskan bahwa ya, Ukraina akan menang, ya, Rusia akan dikalahkan, dan kita harus terbiasa dengan gagasan bahwa Rusia tidak berhak atas wilayah Ukraina mana pun," imbuh dia.
Para pemimpin Barat terus-menerus mengutuk ancaman senjata nuklir Putin dalam perangnya dengan Ukraina, termasuk Presiden Joe Biden yang mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa bahwa penggunaan senjata nuklir taktis akan menjadi kesalahan serius oleh Rusia.
Ketegangan antara Kremlin dan Barat semakin meningkat pada hari Rabu setelah Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov mencatat bahwa setiap partisipasi militer AS dalam perang melawan Rusia akan mengakibatkan konsekuensi bencana.
Komentar Antonov mengikuti laporan dari CBS pekan lalu bahwa pasukan AS yang dikerahkan di dekat perbatasan Ukraina-Rumania mengatakan mereka siap untuk menyeberang sebagai tanggapan atas eskalasi atau serangan terhadap NATO.
Komentar Hodges muncul ketika Putin memantau latihan militer Rusia yang mempraktikkan serangan nuklir pembalasan.
Menteri Pertahanan Sergey Shoigu menggambarkan tujuan latihan itu sebagai menguji kesiapan pasukan ofensif strategis Rusia. "Untuk melakukan serangan nuklir besar-besaran sebagai tanggapan atas serangan nuklir musuh," katanya, seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (27/0/2022).