Protes Terhadap Pemerintah, Para Siswi Iran Copot Jilbab

Rabu, 05 Oktober 2022 - 01:54 WIB
loading...
Protes Terhadap Pemerintah, Para Siswi Iran Copot Jilbab
Sejumlah siswi sekolah Iran melepaskan jilbab sebagai bentuk protes terhadap pemerintah. Foto/BBC
A A A
TEHERAN - Para siswi di Iran melambai-lambaikan jilbab mereka di udara dan berteriak menentang otoritas ulama. Aksi itu adalah bentuk dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya atas demonstrasi yang tengah melanda negara itu.

Video yang diverifikasi oleh BBC menunjukkan demonstrasi di dalam halaman sekolah dan di jalan-jalan beberapa kota. Mereka menegaskan kerusuhan yang lebih luas yang dipicu oleh kematian seorang wanita yang ditahan karena melanggar hukum jilbab bulan lalu.

Dikutip dari BBC, Rabu (5/10/2022), di Karaj, gadis-gadis Iran dilaporkan memaksa seorang pejabat pendidikan keluar dari sekolah mereka.

Rekaman yang diposting di media sosial pada hari Senin menunjukkan mereka meneriakkan kata "malu" dan melemparkan apa yang tampak seperti botol air kosong ke pria itu sampai dia mundur melalui gerbang.



Dalam video lain dari Karaj, yang terletak di sebelah barat Ibu Kota Teheran, para siswa terdengar berteriak: "Jika kita tidak bersatu, mereka akan membunuh kita satu per satu."

Di kota selatan Shiraz pada hari Senin, lusinan siswi memblokir lalu lintas di jalan utama sambil melambaikan jilbab mereka ke udara dan meneriakkan "matilah diktator." Ini merujuk pada Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang memiliki keputusan akhir pada semua urusan negara.

Protes lebih lanjut oleh siswi dilaporkan pada hari Selasa di Karaj, Teheran dan kota-kota barat laut Saqez dan Sanandaj.

Sejumlah siswa juga difoto berdiri di ruang kelas mereka dengan kepala terbuka.

Beberapa dari mereka mengacungkan jari tengah pada potret Ayatollah Khamenei dan pendiri Republik Islam, Ayatollah Ruhollah Khomeini.

Protes oleh siswi dimulai beberapa jam setelah Ayatollah Khamenei, yang memiliki keputusan akhir tentang semua masalah negara, memecah kebungkamannya atas kerusuhan di negara itu. Ia menuduh Amerika Serikat (AS) dan Israel, musuh bebuyutan Iran, mendalangi "kerusuhan".



Dia juga memberikan dukungan penuh kepada pasukan keamanan, yang menanggapi aksi protes dengan tindakan keras.

Kerusuhan dipicu oleh kematian Mahsa Amini, wanita Kurdi berusia 22 tahun yang koma setelah ditahan oleh polisi moral pada 13 September di Teheran karena diduga melanggar undang-undang yang mewajibkan wanita untuk menutupi rambut mereka dengan jilbab. Dia meninggal di rumah sakit tiga hari kemudian.

Keluarganya menuduh bahwa petugas memukul kepalanya dengan tongkat dan membenturkan kepalanya ke salah satu kendaraan mereka. Namun polisi telah membantah bahwa dia dianiaya dan mengatakan dia menderita "gagal jantung mendadak".

Protes pertama terjadi di Iran barat laut yang berpenduduk Kurdi, tempat Amini tinggal, dan kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh negeri.

Hak Asasi Manusia Iran, sebuah kelompok yang berbasis di Norwegia, melaporkan pada hari Selasa bahwa setidaknya 154 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejauh ini.

Mereka termasuk 63 pengunjuk rasa yang menurut aktivis etnis Baluch telah tewas dalam bentrokan di kota tenggara Zahedan pada hari Jumat.


(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1978 seconds (0.1#10.140)