Ukraina Akui 50% Stok Senjata Beratnya Sudah Hancur

Sabtu, 18 Juni 2022 - 06:30 WIB
loading...
Ukraina Akui 50% Stok Senjata Beratnya Sudah Hancur
Tentara Ukraina menembakkan artileri dari Howitzer M777 dekat garis depan di Donetsk, 6 Juni 2022. Foto/REUTERS
A A A
KIEV - Ukraina telah kehilangan hingga 50% dari stok senjata beratnya, termasuk 400 tank. Pengakuan itu diungkapkan Komandan Logistik Komando Angkatan Darat Ukraina Volodymyr Karpenko awal pekan ini.

Dalam wawancara dengan Majalah Pertahanan Nasional, Karpenko mengatakan, “Sebagai akibat dari pertempuran aktif, kerugian peralatan mencapai 30-40%, terkadang hingga 50%.”

“Jadi, kami telah kehilangan sekitar 50%. … Sekitar 1.300 kendaraan tempur infanteri telah hilang, 400 tank, 700 sistem artileri,” ujar dia.



Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Denys Sharapov dalam wawancara yang sama mengungkapkan pasokan Barat tidak memenuhi kebutuhan Ukraina dalam perang melawan Rusia.



“Kami telah menerima sejumlah besar sistem senjata, tetapi sayangnya dengan sumber daya yang dapat dihabiskan secara besar-besaran, itu hanya mencakup 10 hingga 15% dari kebutuhan kami,” ujar Sharapov.



Dia tidak mengungkapkan jumlah pasti senjata berat yang dibutuhkan Kiev tetapi menekankan, “Kebutuhan akan sistem artileri berat diukur dengan ratusan.”

“Kami membutuhkan artileri, kami membutuhkan peluru artileri, kendaraan tempur infanteri, kendaraan tempur, tank. Kami benar-benar membutuhkan sistem pertahanan udara dan sistem roket multi-peluncuran,” papar dia.

“Pasokan sistem senjata presisi tinggi juga akan menjadi penting karena militer Ukraina percaya sistem seperti itu akan memberikannya keunggulan atas musuh, keunggulan dalam perang ini,” ungkap Sharapov.

Wakil menteri mengakui masalah yang harus dihadapi negara-negara Barat saat mengatur transfer senjata ke Ukraina, termasuk mendapatkan izin untuk transfer teknologi dari semua pemilik subsistem.

Namun, Sharapov menekankan, “Tidak semua politisi memahami gravitasi dari apa yang terjadi di Ukraina.”

“Itulah mengapa kami ingin mengambil kesempatan ini … untuk menarik perhatian seluruh dunia sekali lagi bahwa ini adalah perang tidak hanya di Ukraina, ini adalah perang yang berdampak pada seluruh dunia,” ujar dia.

Karpenko sedikit lebih spesifik dan memberikan perkiraan kebutuhan Ukraina.

“Pikirkan ini: satu brigade menempati sekitar 40 kilometer dari garis pagar. Artinya, untuk menutupi konflik tempur aktif kita membutuhkan 40 brigade. Setiap brigade adalah 100 kendaraan tempur infanteri, 30 tank, 54 sistem artileri hanya untuk satu brigade, dan kami memiliki 40 di antaranya,” ungkap dia.

Sementara itu, Rusia terus-menerus memperingatkan Barat agar tidak "memompa" Ukraina dengan senjata.

Moskow mengklaim itu akan mengakibatkan perpanjangan konflik dan berbagai masalah jangka panjang.

Moskow juga menjelaskan bahwa pasukannya akan mempertimbangkan setiap senjata asing di Ukraina sebagai target yang sah.

Pengungkapan jumlah kerugian peralatan terjadi kurang dari sepekan setelah ajudan presiden Ukraina Alexey Arestovich mengungkapkan Angkatan Bersenjata Ukraina telah kehilangan sekitar 10.000 personel sejak awal serangan Rusia pada akhir Februari.

Namun, Arestovich mengklaim kerugian Moskow beberapa kali lebih besar.

Angka-angka yang dirilis Kementerian Pertahanan Rusia tentang kerugian Angkatan Darat Ukraina secara signifikan lebih tinggi daripada yang dikutip Arestovich yakni 23.367 tentara pada 18 April.

Rusia belum mengungkapkan kerugiannya, baik peralatan, maupun personel. Awal bulan ini, kepala komite pertahanan Duma Rusia, Andrey Kartapolov, mengklaim karena perubahan strategi militer, Angkatan Darat Rusia “secara praktis tidak lagi kehilangan orang.”

Karena itu, menurut dia, Kementerian Pertahanan Rusia belum memperbarui informasi kerugian tersebut sejak Maret lalu, ketika dilaporkan 1.351 personel militer tewas.

Pada April, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, “Rusia telah menderita kehilangan pasukan yang signifikan dan itu adalah tragedi besar.”

Rusia menyerang negara tetangga itu pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.

Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.

Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.

Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa.

(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1696 seconds (0.1#10.140)