Strategi Baru AS Berusaha Persenjatai Jepang untuk Lawan China

Rabu, 04 Mei 2022 - 17:01 WIB
loading...
Strategi Baru AS Berusaha...
Rudal jarak menengah ditembakkan oleh militer Amerika Serikat. Foto/US Navy/Global Look Press
A A A
WASHINGTON - Tak satu pun dari sekutu Amerika Serikat (AS) di Pasifik saat ini bersedia menampung rudal jarak menengah.

Laporan baru itu diungkapkan perusahaan RAND, think-tank yang ditugaskan mengembangkan strategi untuk Pentagon.

Sebaliknya, penulis laporan menyarankan, Washington harus mendorong Jepang mengembangkan persenjataan rudalnya sendiri untuk mengancam kapal-kapal China.



Dalam beberapa hari setelah AS menarik diri dari Perjanjian Pasukan Nuklir Jarak Menengah (INF) pada Agustus 2019, Pentagon mengungkapkan pihaknya sedang mengerjakan rudal yang sebelumnya dilarang dan ingin menempatkannya di suatu tempat di tepi Pasifik.



Seperti yang ditunjukkan analis RAND Jeffrey W Hornung, itu tampaknya lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.



Dalam laporan, yang dipublikasikan RAND pada Senin, Hornung berpendapat, “Kemungkinan penerimaan untuk menampung sistem semacam itu sangat rendah selama kondisi politik domestik saat ini dan tren keamanan regional bertahan,” menunjuk secara khusus ke Thailand, Australia, Korea Selatan (Korsel), Filipina dan Jepang.

“Selama Thailand memiliki pemerintah yang didukung militer yang menunjukkan kecenderungan untuk mengejar hubungan yang lebih dekat dengan China, AS tidak akan ingin menempatkan rudal di sana dan Thailand tidak akan mungkin menerima jika diminta,” ujar Hornung.

Dia menambahkan, “Filipina juga sangat tidak mungkin menerima rudal AS. Meskipun publik dan elit Filipina umumnya mendukung Amerika Serikat dan aliansi, Presiden Rodrigo Duterte telah mengejar kebijakan yang berdampak negatif terhadap hubungan.”

Menurut laporan itu, pemerintah Korea Selatan (Korsel) juga memiliki hubungan dengan China dan rentan terhadap tekanan China, dengan Seoul "sangat tidak mungkin" menyetujui menjadi tuan rumah rudal AS di tengah "kemerosotan umum hubungan AS-Korsel."

Sementara Australia tampak seperti kandidat yang baik, terutama setelah pakta kapal selam AUKUS 2021 dan perkembangan lainnya, Canberra dikenal dengan “keengganan historis untuk menjadi tuan rumah pangkalan asing permanen.”

Australia juga terlalu jauh dari China untuk sistem rudal jarak menengah berbasis darat (GBIRM) menjadi efektif.

“Bahkan Jepang, yang bersedia meningkatkan kemampuan pertahanannya sendiri vis-a-vis China, enggan menerima peningkatan kehadiran militer AS atau menyebarkan senjata yang secara eksplisit bersifat ofensif,” ungkap laporan itu.

“Setiap strategi AS yang bergantung pada sekutu yang secara permanen menjadi penampung GBIRM akan menghadapi risiko kegagalan yang serius karena ketidakmampuan menemukan mitra yang bersedia,” tulis Hornung.

Sebaliknya, ia berpendapat AS harus "membantu Jepang dalam upayanya mengembangkan dan menyebarkan gudang kemampuan rudal anti-kapal berbasis darat," yang pada akhirnya dapat menyebabkan Tokyo bersedia mengerahkan rudal jelajah anti-kapal dengan jangkauan yang lebih jauh.

“Meskipun rudal-rudal ini masih tidak akan mampu melakukan serangan dalam ke China, jika mereka ditempatkan di pulau-pulau barat daya Jepang atau bahkan Kyushu, mereka akan mampu menutupi pergerakan kapal di Selat Taiwan, Laut China Timur, dan beberapa wilayah pantai timur China, sehingga memperluas jangkauan di mana aset China dapat ditahan dengan risiko perencanaan perang dan berpotensi berkontribusi pada misi larangan maritim di Selat Taiwan,” ungkap laporan itu menyimpulkan.

(sya)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1810 seconds (0.1#10.140)