Eks Mata-mata Cantik Rusia Bicara Bahayanya Putin dalam Perang Ukraina
loading...
A
A
A
LOS ANGELES - Seorang mantan mata-mata cantik Rusia yang bikin heboh karena jatuh cinta pada targetnya telah angkat bicara soal bahayanya Presiden Vladimir Putin . Dia mengatakan sang presiden mustahil akan mundur dalam perang di Ukraina karena takut akan merusak reputasinya.
Mantan mata-mata bernama Aliia Roza (37) ini pernah dilatih dalam program militer yang sama dengan Vladimir Putin. Dia telah melarikan diri ke Los Angeles, Amerika Serikat (AS), sejak skandal asmaranya terbongkar. Dia juga memiliki basis di London, Inggris.
Menurut Roza, program militer Rusia yang pernah dia terima seperti halnya yang diterima Putin sebelum menjadi penguasa.
Dia menjadi berita utama tahun lalu setelah mengungkapkan masa lalunya sebagai seorang femme fatale yang jatuh cinta pada targetnya. Dia terpaksa melarikan diri setelah penyamarannya terbongkar dan nyaris tidak lolos dengan nyawanya.
“Saya dilatih dalam program militer yang sama dengan Putin dan kami belajar bagaimana tetap tenang dan berdarah dingin dalam situasi yang sangat menegangkan,” katanya kepada Jam Press, Rabu (9/3/2022).
“Putin selalu menang; dia tidak bisa kalah perang ini dan mundur, karena itu akan merusak reputasinya," ujarnya.
"Dia akan melangkah sampai akhir."
Lahir di Uni Soviet—sekarang bernama Rusia—dari ayah yang merupakan jenderal militer berpangkat tinggi, Roza diharapkan mengikuti jejaknya dan bergabung dengan militer Rusia.
Setelah jatuh cinta pada pria yang seharusnya jadi target untuk pengumpulan intelijen, mata-mata itu harus meninggalkan Moskow karena mengkhawatirkan nyawanya.
Dia belum kembali ke negaranya lebih dari satu dekade.
Roza tahu secara langsung betapa bahayanya Putin, karena diduga dilatih oleh orang yang sama, dan memiliki kerabat yang tinggal di Ukraina dan Rusia.
"Kadang-kadang ketika saya menonton film-film seperti Red Sparrow, saya seperti 'ya Tuhan, bagaimana mereka tahu semua hal ini?'," paparnya
“Di pusat pendidikan saya, mereka mengajari kami cara merayu pria, cara memanipulasi mereka [target] secara psikologis, cara membuat mereka berbicara sehingga kami dapat menyerahkan informasi kepada polisi.”
Roza percaya strategi presiden Rusia adalah untuk memiliki kendali penuh atas Ukraina dan menempatkan pemimpin baru untuk menggantikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Mantan mata-mata itu memiliki teman di Ukraina dan Rusia, yang mengatakan kepadanya bahwa mereka “takut” terhadap rezim presiden Rusia.
“Strategi Putin jelas—jangan biarkan NATO menempatkan roket atau senjata di Ukraina dan dia akan melakukan segalanya untuk mencapai tujuannya,” katanya.
“Tapi dia percaya itu akan mudah, seperti ketika dia mengirim tentara Rusia ke Kazakhstan karena revolusi pada Januari 2021," ujarnya.
“Dia tidak menyangka bahwa Ukraina akan melawan dan mendapat dukungan dari seluruh dunia.”
Roza sekarang bekerja di bidang hubungan masyarakat (humas) fashion dengan basis di London dan Los Angeles.
“Secara pribadi saya merasa sangat sedih dan hancur karena warga sipil sekarat setiap hari,” katanya.
“Kerabat dan teman saya tinggal di Ukraina dan di Rusia. Saya benar-benar khawatir tentang mereka."
“Saya berbicara dengan mereka setiap hari dan [mereka memberi tahu saya] orang Rusia berusia di atas 45 tahun mengikuti rezim Putin karena mereka takut," imbuh dia.
“Orang-orang lelah setelah COVID-19, tidak ada yang mau perang," katanya.
“Tentara Rusia biasanya bukan yang bisa memilih untuk berperang atau tidak, ada perintahnya—mereka harus mengikutinya,” lanjut Roza.
Sang humas fashion ini sekarang berurusan dengan identitas para tokoh mulai dari Mike Tyson hingga Wali Kota London Sadiq Khan dan bahkan telah bertemu Pangeran Charles.
Dia saat ini menggalang dana untuk mengumpulkan sumbangan bagi anak-anak Ukraina.
Dia juga membagikan teknik bela diri di media sosial sehingga "semua orang bisa melawan".
Ironisnya, pria yang membuatnya jatuh cinta mengubah hidupnya itu juga bernama Vladimir—target misi resmi pertama Aliia Roza pada tahun 2004, ketika dia baru berusia 19 tahun.
Dia sebelumnya mengatakan kepada Jam Press: “Untuk tugas pertama saya, saya harus berpura-pura menjadi pelacur sehingga saya bisa pergi ke kelab dan merayu pemimpin geng kriminal yang memasok narkoba ke negara itu."
“Itu gila, saya bergaul dengan penjahat-penjahat ini yang akan saling bertarung dan membunuh satu sama lain.”
Pasangan itu jatuh cinta dan mulai menjalani kehidupan kejahatan, kekayaan, dan kenyamanan bersama—sampai penyamaran Roza rusak.
“Anggota geng Vladimir mengetahui saya berada di militer segera, mereka mungkin melacak saya," katanya.
“Mereka memasukkan saya ke dalam mobil, mereka menjatuhkan saya ke dalam hutan, saat itu sangat gelap, dan 10 pria mulai memukuli saya,” kenang Roza.
“Vladimir menyelamatkan saya dari pembunuhan."
“Sebelum dia meninggal, Vladimir memberi saya kontak orang-orang di Moskow untuk dihubungi jika terjadi sesuatu padanya, dan menyuruh saya untuk tidak berbicara dengan orang lain."
“Polisi mulai melacak saya dan teman-temannya menyembunyikan saya kurang dari setahun," paparnya.
“Ketika keadaan cukup tenang, saya mulai menjalani hidup saya, tetapi saya tahu saya tidak akan pernah bisa kembali.”
Mantan mata-mata itu segera bertemu dan jatuh cinta lagi dengan seorang oligarki Rusia, yang dinikahinya pada 2006. Segera setelah itu, dia hamil.
Tapi hidupnya berubah lagi ketika suaminya dipenjara dan kemudian meninggal di penjara.
Dengan seorang putra yang baru lahir, Platon, sekarang berusia 12 tahun, Roza ingin membuat nama untuk dirinya sendiri untuk menunjukkan kepada putranya bahwa itu mungkin untuk mengubah hidupnya.
Dia awalnya pindah ke Swiss dan kemudian London, sebelum pindah ke AS.
Mantan mata-mata bernama Aliia Roza (37) ini pernah dilatih dalam program militer yang sama dengan Vladimir Putin. Dia telah melarikan diri ke Los Angeles, Amerika Serikat (AS), sejak skandal asmaranya terbongkar. Dia juga memiliki basis di London, Inggris.
Menurut Roza, program militer Rusia yang pernah dia terima seperti halnya yang diterima Putin sebelum menjadi penguasa.
Dia menjadi berita utama tahun lalu setelah mengungkapkan masa lalunya sebagai seorang femme fatale yang jatuh cinta pada targetnya. Dia terpaksa melarikan diri setelah penyamarannya terbongkar dan nyaris tidak lolos dengan nyawanya.
“Saya dilatih dalam program militer yang sama dengan Putin dan kami belajar bagaimana tetap tenang dan berdarah dingin dalam situasi yang sangat menegangkan,” katanya kepada Jam Press, Rabu (9/3/2022).
“Putin selalu menang; dia tidak bisa kalah perang ini dan mundur, karena itu akan merusak reputasinya," ujarnya.
"Dia akan melangkah sampai akhir."
Lahir di Uni Soviet—sekarang bernama Rusia—dari ayah yang merupakan jenderal militer berpangkat tinggi, Roza diharapkan mengikuti jejaknya dan bergabung dengan militer Rusia.
Setelah jatuh cinta pada pria yang seharusnya jadi target untuk pengumpulan intelijen, mata-mata itu harus meninggalkan Moskow karena mengkhawatirkan nyawanya.
Dia belum kembali ke negaranya lebih dari satu dekade.
Roza tahu secara langsung betapa bahayanya Putin, karena diduga dilatih oleh orang yang sama, dan memiliki kerabat yang tinggal di Ukraina dan Rusia.
"Kadang-kadang ketika saya menonton film-film seperti Red Sparrow, saya seperti 'ya Tuhan, bagaimana mereka tahu semua hal ini?'," paparnya
“Di pusat pendidikan saya, mereka mengajari kami cara merayu pria, cara memanipulasi mereka [target] secara psikologis, cara membuat mereka berbicara sehingga kami dapat menyerahkan informasi kepada polisi.”
Roza percaya strategi presiden Rusia adalah untuk memiliki kendali penuh atas Ukraina dan menempatkan pemimpin baru untuk menggantikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Mantan mata-mata itu memiliki teman di Ukraina dan Rusia, yang mengatakan kepadanya bahwa mereka “takut” terhadap rezim presiden Rusia.
“Strategi Putin jelas—jangan biarkan NATO menempatkan roket atau senjata di Ukraina dan dia akan melakukan segalanya untuk mencapai tujuannya,” katanya.
“Tapi dia percaya itu akan mudah, seperti ketika dia mengirim tentara Rusia ke Kazakhstan karena revolusi pada Januari 2021," ujarnya.
“Dia tidak menyangka bahwa Ukraina akan melawan dan mendapat dukungan dari seluruh dunia.”
Roza sekarang bekerja di bidang hubungan masyarakat (humas) fashion dengan basis di London dan Los Angeles.
“Secara pribadi saya merasa sangat sedih dan hancur karena warga sipil sekarat setiap hari,” katanya.
“Kerabat dan teman saya tinggal di Ukraina dan di Rusia. Saya benar-benar khawatir tentang mereka."
“Saya berbicara dengan mereka setiap hari dan [mereka memberi tahu saya] orang Rusia berusia di atas 45 tahun mengikuti rezim Putin karena mereka takut," imbuh dia.
“Orang-orang lelah setelah COVID-19, tidak ada yang mau perang," katanya.
“Tentara Rusia biasanya bukan yang bisa memilih untuk berperang atau tidak, ada perintahnya—mereka harus mengikutinya,” lanjut Roza.
Sang humas fashion ini sekarang berurusan dengan identitas para tokoh mulai dari Mike Tyson hingga Wali Kota London Sadiq Khan dan bahkan telah bertemu Pangeran Charles.
Dia saat ini menggalang dana untuk mengumpulkan sumbangan bagi anak-anak Ukraina.
Dia juga membagikan teknik bela diri di media sosial sehingga "semua orang bisa melawan".
Ironisnya, pria yang membuatnya jatuh cinta mengubah hidupnya itu juga bernama Vladimir—target misi resmi pertama Aliia Roza pada tahun 2004, ketika dia baru berusia 19 tahun.
Dia sebelumnya mengatakan kepada Jam Press: “Untuk tugas pertama saya, saya harus berpura-pura menjadi pelacur sehingga saya bisa pergi ke kelab dan merayu pemimpin geng kriminal yang memasok narkoba ke negara itu."
“Itu gila, saya bergaul dengan penjahat-penjahat ini yang akan saling bertarung dan membunuh satu sama lain.”
Pasangan itu jatuh cinta dan mulai menjalani kehidupan kejahatan, kekayaan, dan kenyamanan bersama—sampai penyamaran Roza rusak.
“Anggota geng Vladimir mengetahui saya berada di militer segera, mereka mungkin melacak saya," katanya.
“Mereka memasukkan saya ke dalam mobil, mereka menjatuhkan saya ke dalam hutan, saat itu sangat gelap, dan 10 pria mulai memukuli saya,” kenang Roza.
“Vladimir menyelamatkan saya dari pembunuhan."
“Sebelum dia meninggal, Vladimir memberi saya kontak orang-orang di Moskow untuk dihubungi jika terjadi sesuatu padanya, dan menyuruh saya untuk tidak berbicara dengan orang lain."
“Polisi mulai melacak saya dan teman-temannya menyembunyikan saya kurang dari setahun," paparnya.
“Ketika keadaan cukup tenang, saya mulai menjalani hidup saya, tetapi saya tahu saya tidak akan pernah bisa kembali.”
Mantan mata-mata itu segera bertemu dan jatuh cinta lagi dengan seorang oligarki Rusia, yang dinikahinya pada 2006. Segera setelah itu, dia hamil.
Tapi hidupnya berubah lagi ketika suaminya dipenjara dan kemudian meninggal di penjara.
Dengan seorang putra yang baru lahir, Platon, sekarang berusia 12 tahun, Roza ingin membuat nama untuk dirinya sendiri untuk menunjukkan kepada putranya bahwa itu mungkin untuk mengubah hidupnya.
Dia awalnya pindah ke Swiss dan kemudian London, sebelum pindah ke AS.
(min)