Standar Ganda Media Barat: Ukraina Melawan Dicap Pahlawan, Palestina Melawan Dicap Teroris
loading...
A
A
A
KIEV - Para pakar mengkritisi standar ganda media-media Barat ketika memberitakan perang Ukraina melawan Rusia dan konflik Palestina melawan Israel.
Hampir semua media Barat memuji perlawanan Kiev sebagai tindakan pahlawan. Namun, mereka kerap menjuluki perlawanan Palestina sebagai tindakan terorisme.
"Sungguh mengherankan betapa banyak jurnalis Barat, termasuk reporter BBC yang biasanya berhati-hati, tanpa malu-malu 'menjilat' wanita muda yang membuat bom molotov di jalan-jalan kota Ukraina seperti Kiev," kata Jonathan Cook, penulis tiga buku tentang konflik Israel-Palestina dan pemenang Martha Gellhorn Special Prize for Journalism.
Menurutnya, kesulitan wartawan Barat untuk mengidentifikasi dan mendukung "perlawanan" sipil Ukraina pasti menjengkelkan warga Palestina di Gaza.
"Tiba-tiba seksi untuk membuat bahan peledak improvisasi–setidaknya, jika media menganggap Anda kulit putih, Eropa dan 'beradab'," lanjut Cook yang menulis argumennya di Middle East Eye.
"Itu mungkin mengejutkan gerakan perlawanan lain yang lebih mapan, terutama di Timur Tengah. Mereka selalu mendapati diri mereka dicap sebagai teroris karena melakukan hal yang sama," imbuh Cook yang menganggap standar ganda media Barat sebagai bentuk kemunafikan.
Warga Palestina di Gaza telah menderita blokade perdagangan oleh Israel selama 15 tahun terakhir, yang dirancang untuk menempatkan mereka pada "diet kelaparan".
Para pengunjuk rasa, termasuk wanita, anak-anak dan orang-orang di kursi roda, secara teratur melemparkan batu ke arah sniper Israel yang jauh, tersembunyi di balik benteng, sebagai cara simbolis untuk menuntut kebebasan mereka. Para pengunjuk rasa ini sering ditembak oleh tentara Israel sebagai respons.
Media barat sesekali menawarkan kesedihan atas nyawa yang hilang atau kaki yang diamputasi dari para warga Palestina yang menjadi sasaran sniper Israel.
"Tapi tak satu pun dari mereka yang mendukung 'perlawanan' Palestina ini seperti yang mereka lakukan terhadap Ukraina. Lebih biasanya, para pengunjuk rasa diperlakukan sebagai penipu atau provokator Hamas," papar Cook.
"Gaza, tidak seperti Ukraina, tidak memiliki tentara, dan para pejuangnya, tidak seperti Ukraina, tidak dipersenjatai oleh Barat."
Surat kabar The Guardian bahkan menyensor kartunisnya Steve Bell ketika dia berusaha menggambarkan salah satu korban sniper Israel, seorang perawat, Razan al-Najjar, yang berusaha membantu yang terluka.
Surat kabar itu menyiratkan bahwa kartun–perdana menteri Inggris saat itu, Theresa May, menyambut mitranya dari Israel, Benjamin Netanyahu, ke London, dengan al-Najjar sebagai korban di belakang mereka di perapian–adalah anti-Semit.
"Standar ganda mencolok dan di mana-mana. Mustahil untuk mengeklaim bahwa jurnalis yang melakukan ini tidak mengetahui konvensi pelaporan di tempat lain. Mereka kebanyakan adalah veteran dari zona perang Timur Tengah, yang terbiasa dengan wilayah Gaza, Baghdad, Nablus, Aleppo dan Tripoli," papar Cook.
Daoud Kuttab, jurnalis dan aktivis Palestina, juga mengkritik penerapan standar ganda media dan pemerintah Barat.
Dalam tulisannya di Al-Monitor, dia mengatakan Palestina dan pendukungnya selama bertahun-tahun mengkritik negara-negara Barat karena hanya memberikan lip service untuk mengakhiri pendudukan Israel. Sebaliknya, Barat secara finansial, militer dan politik mendukung penjajah Israel.
"Negara-negara Barat dan media sering menggunakan istilah yang tepat dari orang Israel untuk menggambarkan perlawanan [rakyat Palestina] sebagai tindakan teror. Bahkan inisiatif diplomatik dijuluki 'diplomatik teror'," katanya.
"Sampai Ukraina. Tiba-tiba, para wanita yang menyiapkan bom molotov menjadi pahlawan media," lanjut dia.
Sanksi tidak hanya digunakan terhadap tentara atau tokoh politik, tetapi bahkan meluas ke olahraga. "Rusia dituduh melakukan kejahatan perang, dan bahkan Pengadilan Kriminal Internasional menaruh perhatian. Palang Merah memasang pengumuman layanan publik yang mengingatkan penjajah Rusia akan kewajiban mereka menurut hukum internasional," imbuh dia.
"Standar ganda tidak lagi menjadi masalah teoretis tetapi sebuah pertunjukan terbuka kemunafikan oleh komunitas internasional, yang tidak banyak berbuat apa-apa untuk menentang pendudukan wilayah Palestina."
Hampir semua media Barat memuji perlawanan Kiev sebagai tindakan pahlawan. Namun, mereka kerap menjuluki perlawanan Palestina sebagai tindakan terorisme.
"Sungguh mengherankan betapa banyak jurnalis Barat, termasuk reporter BBC yang biasanya berhati-hati, tanpa malu-malu 'menjilat' wanita muda yang membuat bom molotov di jalan-jalan kota Ukraina seperti Kiev," kata Jonathan Cook, penulis tiga buku tentang konflik Israel-Palestina dan pemenang Martha Gellhorn Special Prize for Journalism.
Menurutnya, kesulitan wartawan Barat untuk mengidentifikasi dan mendukung "perlawanan" sipil Ukraina pasti menjengkelkan warga Palestina di Gaza.
"Tiba-tiba seksi untuk membuat bahan peledak improvisasi–setidaknya, jika media menganggap Anda kulit putih, Eropa dan 'beradab'," lanjut Cook yang menulis argumennya di Middle East Eye.
"Itu mungkin mengejutkan gerakan perlawanan lain yang lebih mapan, terutama di Timur Tengah. Mereka selalu mendapati diri mereka dicap sebagai teroris karena melakukan hal yang sama," imbuh Cook yang menganggap standar ganda media Barat sebagai bentuk kemunafikan.
Warga Palestina di Gaza telah menderita blokade perdagangan oleh Israel selama 15 tahun terakhir, yang dirancang untuk menempatkan mereka pada "diet kelaparan".
Para pengunjuk rasa, termasuk wanita, anak-anak dan orang-orang di kursi roda, secara teratur melemparkan batu ke arah sniper Israel yang jauh, tersembunyi di balik benteng, sebagai cara simbolis untuk menuntut kebebasan mereka. Para pengunjuk rasa ini sering ditembak oleh tentara Israel sebagai respons.
Media barat sesekali menawarkan kesedihan atas nyawa yang hilang atau kaki yang diamputasi dari para warga Palestina yang menjadi sasaran sniper Israel.
"Tapi tak satu pun dari mereka yang mendukung 'perlawanan' Palestina ini seperti yang mereka lakukan terhadap Ukraina. Lebih biasanya, para pengunjuk rasa diperlakukan sebagai penipu atau provokator Hamas," papar Cook.
"Gaza, tidak seperti Ukraina, tidak memiliki tentara, dan para pejuangnya, tidak seperti Ukraina, tidak dipersenjatai oleh Barat."
Surat kabar The Guardian bahkan menyensor kartunisnya Steve Bell ketika dia berusaha menggambarkan salah satu korban sniper Israel, seorang perawat, Razan al-Najjar, yang berusaha membantu yang terluka.
Surat kabar itu menyiratkan bahwa kartun–perdana menteri Inggris saat itu, Theresa May, menyambut mitranya dari Israel, Benjamin Netanyahu, ke London, dengan al-Najjar sebagai korban di belakang mereka di perapian–adalah anti-Semit.
"Standar ganda mencolok dan di mana-mana. Mustahil untuk mengeklaim bahwa jurnalis yang melakukan ini tidak mengetahui konvensi pelaporan di tempat lain. Mereka kebanyakan adalah veteran dari zona perang Timur Tengah, yang terbiasa dengan wilayah Gaza, Baghdad, Nablus, Aleppo dan Tripoli," papar Cook.
Daoud Kuttab, jurnalis dan aktivis Palestina, juga mengkritik penerapan standar ganda media dan pemerintah Barat.
Dalam tulisannya di Al-Monitor, dia mengatakan Palestina dan pendukungnya selama bertahun-tahun mengkritik negara-negara Barat karena hanya memberikan lip service untuk mengakhiri pendudukan Israel. Sebaliknya, Barat secara finansial, militer dan politik mendukung penjajah Israel.
"Negara-negara Barat dan media sering menggunakan istilah yang tepat dari orang Israel untuk menggambarkan perlawanan [rakyat Palestina] sebagai tindakan teror. Bahkan inisiatif diplomatik dijuluki 'diplomatik teror'," katanya.
"Sampai Ukraina. Tiba-tiba, para wanita yang menyiapkan bom molotov menjadi pahlawan media," lanjut dia.
Sanksi tidak hanya digunakan terhadap tentara atau tokoh politik, tetapi bahkan meluas ke olahraga. "Rusia dituduh melakukan kejahatan perang, dan bahkan Pengadilan Kriminal Internasional menaruh perhatian. Palang Merah memasang pengumuman layanan publik yang mengingatkan penjajah Rusia akan kewajiban mereka menurut hukum internasional," imbuh dia.
"Standar ganda tidak lagi menjadi masalah teoretis tetapi sebuah pertunjukan terbuka kemunafikan oleh komunitas internasional, yang tidak banyak berbuat apa-apa untuk menentang pendudukan wilayah Palestina."
(min)