Sembunyikan Hubungannya dengan China, Profesor Harvard Dinyatakan Bersalah
loading...
A
A
A
BOSTON - Seorang profesor Universitas Harvard , Charles Lieber (62), yang dituduh menyembunyikan hubungannya dengan program rekrutmen yang dikelola China , dinyatakan bersalah oleh Juri Federel Amerika Serikat (AS). Putusan itu dikeluarkan juri setelah lima hari kesaksian di Pengadilan Federal Boston.
Juri Federal di Boston menyatakan, Lieber, seorang ilmuwan terkenal dan mantan Ketua Departemen kimia Harvard, bersalah karena membuat pernyataan palsu kepada pihak berwenang, mengajukan pengembalian pajak palsu, dan gagal melaporkan rekening bank China.
Baca Juga: Soal Virus Corona, Profesor Harvard Tak Bermaksud Menghina Indonesia
Jaksa mengatakan, bahwa Lieber dalam usahanya untuk mendapatkan Hadiah Nobel, pada tahun 2011 setuju untuk menjadi "ilmuwan strategis" di Universitas Teknologi Wuhan di China. Posisi itu membuatnya berpartisipasi dalam upaya rekrutmen China yang disebut Program Seribu Talenta.
Jaksa mengatakan China menggunakan program itu untuk merekrut peneliti asing untuk berbagi pengetahuan mereka dengan negara tersebut. Partisipasi bukanlah kejahatan, tetapi jaksa berpendapat Lieber secara ilegal berbohong kepada pihak berwenang tentang keterlibatannya.
Pengacara Lieber, Marc Mukasey telah membantah bahwa jaksa telah "menghancurkan" bukti untuk membuktikan kesalahan Lieber. Sang pengacara juga menuding jaksa tidak memiliki dokumen kunci untuk mendukung klaim mereka dan terlalu bergantung pada wawancara FBI yang "bingung" dengan ilmuwan setelah penangkapannya.
Baca Juga: Profesor Harvard Yakin Vaksin Covid-19 Tersedia Tahun Depan
Lieber, yang sedang berjuang melawan kanker, duduk tanpa emosi saat putusan diumumkan setelah hampir tiga jam pertimbangan juri dan persidangan enam hari. "Kami menghormati putusan itu dan akan terus berjuang," kata Mukasey.
Lieber didakwa pada Januari 2020 sebagai bagian dari "Inisiatif China" oleh Departemen Kehakiman AS, yang melakukan penyelidikan selama pemerintahan mantan Presiden Donald Trump untuk melawan dugaan spionase ekonomi dan pencurian penelitian China. Pemerintahan Presiden Joe Biden melanjutkan inisiatif tersebut, meskipun Departemen Kehakiman mengatakan sedang meninjau pendekatannya.
Para kritikus berpendapat inisiatif tersebut merugikan penelitian akademis, membuat profil rasial peneliti China dan meneror beberapa ilmuwan. Jaksa mengatakan, Lieber berbohong tentang perannya dalam program rekrutmen sebagai tanggapan atas pertanyaan dari Departemen Pertahanan AS dan Institut Kesehatan Nasional AS, yang telah memberinya hibah penelitian sebesar USD15 juta.
Selama wawancara dengan agen FBI setelah penangkapannya, Lieber mengatakan dia "lebih muda dan bodoh" ketika dia bergabung dengan Universitas Wuhan dan percaya kolaborasinya akan meningkatkan pengakuannya.
Universitas itu setuju untuk membayarnya hingga USD50.000 per bulan ditambah USD158.000 untuk biaya hidup, dan menerima setengah gajinya dalam bentuk tunai dan setengah lagi dalam bentuk deposito ke rekening bank China, kata jaksa.
Lihat Juga: Eks Analis CIA Sebut Biden Mirip Pelaku Bom Bunuh Diri, Wariskan Perang Besar pada Trump
Juri Federal di Boston menyatakan, Lieber, seorang ilmuwan terkenal dan mantan Ketua Departemen kimia Harvard, bersalah karena membuat pernyataan palsu kepada pihak berwenang, mengajukan pengembalian pajak palsu, dan gagal melaporkan rekening bank China.
Baca Juga: Soal Virus Corona, Profesor Harvard Tak Bermaksud Menghina Indonesia
Jaksa mengatakan, bahwa Lieber dalam usahanya untuk mendapatkan Hadiah Nobel, pada tahun 2011 setuju untuk menjadi "ilmuwan strategis" di Universitas Teknologi Wuhan di China. Posisi itu membuatnya berpartisipasi dalam upaya rekrutmen China yang disebut Program Seribu Talenta.
Jaksa mengatakan China menggunakan program itu untuk merekrut peneliti asing untuk berbagi pengetahuan mereka dengan negara tersebut. Partisipasi bukanlah kejahatan, tetapi jaksa berpendapat Lieber secara ilegal berbohong kepada pihak berwenang tentang keterlibatannya.
Pengacara Lieber, Marc Mukasey telah membantah bahwa jaksa telah "menghancurkan" bukti untuk membuktikan kesalahan Lieber. Sang pengacara juga menuding jaksa tidak memiliki dokumen kunci untuk mendukung klaim mereka dan terlalu bergantung pada wawancara FBI yang "bingung" dengan ilmuwan setelah penangkapannya.
Baca Juga: Profesor Harvard Yakin Vaksin Covid-19 Tersedia Tahun Depan
Lieber, yang sedang berjuang melawan kanker, duduk tanpa emosi saat putusan diumumkan setelah hampir tiga jam pertimbangan juri dan persidangan enam hari. "Kami menghormati putusan itu dan akan terus berjuang," kata Mukasey.
Lieber didakwa pada Januari 2020 sebagai bagian dari "Inisiatif China" oleh Departemen Kehakiman AS, yang melakukan penyelidikan selama pemerintahan mantan Presiden Donald Trump untuk melawan dugaan spionase ekonomi dan pencurian penelitian China. Pemerintahan Presiden Joe Biden melanjutkan inisiatif tersebut, meskipun Departemen Kehakiman mengatakan sedang meninjau pendekatannya.
Para kritikus berpendapat inisiatif tersebut merugikan penelitian akademis, membuat profil rasial peneliti China dan meneror beberapa ilmuwan. Jaksa mengatakan, Lieber berbohong tentang perannya dalam program rekrutmen sebagai tanggapan atas pertanyaan dari Departemen Pertahanan AS dan Institut Kesehatan Nasional AS, yang telah memberinya hibah penelitian sebesar USD15 juta.
Selama wawancara dengan agen FBI setelah penangkapannya, Lieber mengatakan dia "lebih muda dan bodoh" ketika dia bergabung dengan Universitas Wuhan dan percaya kolaborasinya akan meningkatkan pengakuannya.
Universitas itu setuju untuk membayarnya hingga USD50.000 per bulan ditambah USD158.000 untuk biaya hidup, dan menerima setengah gajinya dalam bentuk tunai dan setengah lagi dalam bentuk deposito ke rekening bank China, kata jaksa.
Lihat Juga: Eks Analis CIA Sebut Biden Mirip Pelaku Bom Bunuh Diri, Wariskan Perang Besar pada Trump
(esn)