AS Beri Kontrak Raytheon Rp29 Triliun Bikin Rudal Jelajah Nuklir
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) memberikan kontrak senilai USD2 miliar (lebih dari Rp29 triliun) kepada Raytheon Technologies Corp untuk mengembangkan rudal jelajah nuklir baru.
Pentagon mengatakan itu merupakan langkah besar pertama administrasi Biden untuk menggantikan persenjataan nuklir Amerika yang menua.
Angkatan Udara AS berencana untuk membeli hingga 1.000 unit Long-Range Standoff Weapons (LRSW) untuk menggantikan Air Launched Cruise Missile (ALCM) yang pertama kali diterjunkan pada tahun 1982. Senjata baru, jika diterjunkan, akan dibawa pada pesawat pembom B-52 dan B-21.
Kontrak Angkatan Udara menunjukkan bahwa modernisasi kapasitas negara era Perang Dingin untuk mengirimkan senjata nuklir melalui udara, darat dan laut tetap menjadi prioritas utama Pentagon di bawah pemerintahan Biden setelah dimulai oleh Presiden Barack Obama dan dilanjutkan oleh Presiden Donald Trump.
Landasan generasi berikutnya dari apa yang disebut triad nuklir adalah kapal selam kelas Columbia Angkatan Laut AS, rudal balistik antarbenua (ICBM) baru Angkatan Udara yang dikenal sebagai Penangkal Strategis Berbasis Darat dan infrastruktur komando dan kontrol nuklir yang ditingkatkan.
Pekerjaan pada rudal jelajah baru akan dilakukan di Tucson, Arizona, dan diharapkan akan selesai pada awal 2027.
Angkatan Udara AS mengatakan ini akan menjadi dasar keputusan produksi akhir tahun itu. Rudal itu akan dipasangkan dengan hulu ledak W80-4 baru yang sedang dikembangkan oleh Administrasi Keamanan Nuklir Nasional (NNSA) Departemen Energi.
Dalam tinjauan terbaru tentang biaya triad jangka panjang, Kantor Anggaran Kongres memperkirakan pada bulan Mei bahwa jika dilakukan, rencana kekuatan nuklir Pentagon dan Departemen Energi akan menelan biaya total USD634 miliar hingga 2030.
Pentagon mengatakan itu merupakan langkah besar pertama administrasi Biden untuk menggantikan persenjataan nuklir Amerika yang menua.
Angkatan Udara AS berencana untuk membeli hingga 1.000 unit Long-Range Standoff Weapons (LRSW) untuk menggantikan Air Launched Cruise Missile (ALCM) yang pertama kali diterjunkan pada tahun 1982. Senjata baru, jika diterjunkan, akan dibawa pada pesawat pembom B-52 dan B-21.
Kontrak Angkatan Udara menunjukkan bahwa modernisasi kapasitas negara era Perang Dingin untuk mengirimkan senjata nuklir melalui udara, darat dan laut tetap menjadi prioritas utama Pentagon di bawah pemerintahan Biden setelah dimulai oleh Presiden Barack Obama dan dilanjutkan oleh Presiden Donald Trump.
Landasan generasi berikutnya dari apa yang disebut triad nuklir adalah kapal selam kelas Columbia Angkatan Laut AS, rudal balistik antarbenua (ICBM) baru Angkatan Udara yang dikenal sebagai Penangkal Strategis Berbasis Darat dan infrastruktur komando dan kontrol nuklir yang ditingkatkan.
Pekerjaan pada rudal jelajah baru akan dilakukan di Tucson, Arizona, dan diharapkan akan selesai pada awal 2027.
Angkatan Udara AS mengatakan ini akan menjadi dasar keputusan produksi akhir tahun itu. Rudal itu akan dipasangkan dengan hulu ledak W80-4 baru yang sedang dikembangkan oleh Administrasi Keamanan Nuklir Nasional (NNSA) Departemen Energi.
Dalam tinjauan terbaru tentang biaya triad jangka panjang, Kantor Anggaran Kongres memperkirakan pada bulan Mei bahwa jika dilakukan, rencana kekuatan nuklir Pentagon dan Departemen Energi akan menelan biaya total USD634 miliar hingga 2030.