Hilangkan Citra Keras Wahhabi, Reformasi Arab Saudi ala Pangeran Mohammad bin Salman
loading...
A
A
A
Rival Tersingkir
Dalam pergeseran lain, para pengamat mengatakan Arab Saudi tampaknya mengabaikan isu-isu global yang memengaruhi sesama Muslim, yang dapat melemahkan citranya sebagai pemimpin dunia Islam.
"Di masa lalu, kebijakan luar negerinya didorong oleh doktrin Islam bahwa Muslim seperti satu tubuh—ketika satu anggota tubuh menderita, seluruh tubuh meresponsnya," kata seorang diplomat yang berbasis di Teluk kepada AFP tanpa bersedia diidentifikasi.
"Sekarang didasarkan pada saling tidak campur tangan: 'Kami (Saudi) tidak akan berbicara tentang Kashmir atau Uighur, Anda tidak berbicara tentang Khashoggi'," katanya.
Pangeran Mohammad bin Salman telah berusaha memposisikan dirinya sebagai juara Islam "moderat", bahkan ketika reputasi internasionalnya terpukul dari pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi di Istanbul pada 2018.
Dia telah bersumpah untuk menindak ulama radikal, tetapi pengamat mengatakan banyak dari korban telah menjadi pendukung Islam moderat, kritikus dan pendukung rivalnya.
Salah satu ulama tersebut adalah Suleiman al-Dweish, sosok yang terkait dengan mantan putra mahkota Mohammad bin Nayef (MBN), rival utama MBS.
Dweish tidak terlihat lagi sejak penahanannya di kota suci Makkah pada tahun 2016 setelah dia men-tweet sebuah perumpamaan tentang seorang anak yang dimanjakan oleh ayahnya, menurut kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London, ALQST, dan sumber yang dekat dengan keluarganya.
Itu dilihat sebagai penghinaan terselubung terhadap MBS dan Ayahnya, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud.
Yang lainnya adalah Salman al-Awdah, seorang ulama moderat yang ditahan pada 2017 setelah dia mendesak rekonsiliasi Arab Saudi dengan saingannya, Qatar, dalam sebuah tweet. Dia tetap dalam tahanan bahkan setelah Arab Saudi mengakhiri keretakan hubungan dengan Qatar awal tahun ini.
Dalam pergeseran lain, para pengamat mengatakan Arab Saudi tampaknya mengabaikan isu-isu global yang memengaruhi sesama Muslim, yang dapat melemahkan citranya sebagai pemimpin dunia Islam.
"Di masa lalu, kebijakan luar negerinya didorong oleh doktrin Islam bahwa Muslim seperti satu tubuh—ketika satu anggota tubuh menderita, seluruh tubuh meresponsnya," kata seorang diplomat yang berbasis di Teluk kepada AFP tanpa bersedia diidentifikasi.
"Sekarang didasarkan pada saling tidak campur tangan: 'Kami (Saudi) tidak akan berbicara tentang Kashmir atau Uighur, Anda tidak berbicara tentang Khashoggi'," katanya.
Pangeran Mohammad bin Salman telah berusaha memposisikan dirinya sebagai juara Islam "moderat", bahkan ketika reputasi internasionalnya terpukul dari pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi di Istanbul pada 2018.
Dia telah bersumpah untuk menindak ulama radikal, tetapi pengamat mengatakan banyak dari korban telah menjadi pendukung Islam moderat, kritikus dan pendukung rivalnya.
Salah satu ulama tersebut adalah Suleiman al-Dweish, sosok yang terkait dengan mantan putra mahkota Mohammad bin Nayef (MBN), rival utama MBS.
Dweish tidak terlihat lagi sejak penahanannya di kota suci Makkah pada tahun 2016 setelah dia men-tweet sebuah perumpamaan tentang seorang anak yang dimanjakan oleh ayahnya, menurut kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London, ALQST, dan sumber yang dekat dengan keluarganya.
Itu dilihat sebagai penghinaan terselubung terhadap MBS dan Ayahnya, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud.
Yang lainnya adalah Salman al-Awdah, seorang ulama moderat yang ditahan pada 2017 setelah dia mendesak rekonsiliasi Arab Saudi dengan saingannya, Qatar, dalam sebuah tweet. Dia tetap dalam tahanan bahkan setelah Arab Saudi mengakhiri keretakan hubungan dengan Qatar awal tahun ini.