Pengakuan Eks Diplomat Amerika: Teroris HTS Aset AS di Idlib Suriah
loading...
A
A
A
DAMASKUS - James Jeffrey, mantan diplomat yang belum lama ini menjadi utusan khusus Amerika Serikat (AS) untuk berhubungan dengan Suriah membuat pengakuan mengejutkan. Dia mengatakan kelompok teroris Hayat Tahrir al-Sham (HTS) merupakan aset untuk strategi Amerika di Idlib, Suriah .
Jeffrey pernah menjabat duta besar AS untuk negara-negara Timur Tengah, termasuk Irak dan Turki. Dia baru-baru ini menjadi utusan khusus AS untuk koalisi global melawan ISIS selama pemerintahan Presiden Donald Trump.
"Mereka adalah pilihan paling buruk dari berbagai opsi di Idlib, dan Idlib adalah salah satu tempat terpenting di Suriah, yang merupakan salah satu tempat terpenting saat ini di Timur Tengah," kata Jeffrey dalam sebuah wawancara dengan koresponden FRONTLINE, Martin Smith, pada 8 Maret, yang dipublikasikan PBS, kemarin.
HTS, yang sebelumnya bernama Jabhat al-Nusra, sudah lama dinyatakan sebagai kelompok teroris oleh AS, Rusia, Turki dan Dewan Keamanan PBB. Kelompok itu dipimpin oleh Abu Mohammad al-Jolani.
Selama lebih dari dua dekade, kehidupan Jolani telah menjadi peta jalan kelompok militan yang mengatasnamakan Islam di Irak dan Suriah.
Dia bergabung dalam perang melawan pasukan AS di Irak dan pernah dipenjara oleh Amerika. Dia menjadi komandan dalam kelompok yang dikenal sebagai Islamic State of Iraq (ISI). Dia mendirikan afiliasi al-Qaeda di Suriah dan kemudian memutuskan hubungan dengan al-Qaeda dan ISI, menyerang dengan kelompoknya sendiri untuk menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Amerika Serikat telah memberinya label teroris sejak 2013 dan menawarkan hadiah USD10 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapannya.
Saat ini, Jolani adalah pemimpin kekuatan paling dominan di wilayah Suriah yang dikuasai oposisi. Dari markasnya di sudut barat laut negara itu, dia dan organisasinya telah berperang melawan pasukan Assad, sekutu Assad; Rusia dan Iran, dan bekas sekutu Jolani sendiri di ISIS dan al-Qaeda.
Smith, seorang jurnalis Amerika, juga mewawancarai Jolani untuk pertama kalinya. Jolani mengatakan bahwa perannya dalam memerangi Assad dan ISIS, dan dalam mengendalikan daerah dengan jutaan pengungsi Suriah, mencerminkan kepentingan yang sama dengan Amerika Serikat dan Barat.
Jeffrey pernah menjabat duta besar AS untuk negara-negara Timur Tengah, termasuk Irak dan Turki. Dia baru-baru ini menjadi utusan khusus AS untuk koalisi global melawan ISIS selama pemerintahan Presiden Donald Trump.
"Mereka adalah pilihan paling buruk dari berbagai opsi di Idlib, dan Idlib adalah salah satu tempat terpenting di Suriah, yang merupakan salah satu tempat terpenting saat ini di Timur Tengah," kata Jeffrey dalam sebuah wawancara dengan koresponden FRONTLINE, Martin Smith, pada 8 Maret, yang dipublikasikan PBS, kemarin.
HTS, yang sebelumnya bernama Jabhat al-Nusra, sudah lama dinyatakan sebagai kelompok teroris oleh AS, Rusia, Turki dan Dewan Keamanan PBB. Kelompok itu dipimpin oleh Abu Mohammad al-Jolani.
Selama lebih dari dua dekade, kehidupan Jolani telah menjadi peta jalan kelompok militan yang mengatasnamakan Islam di Irak dan Suriah.
Dia bergabung dalam perang melawan pasukan AS di Irak dan pernah dipenjara oleh Amerika. Dia menjadi komandan dalam kelompok yang dikenal sebagai Islamic State of Iraq (ISI). Dia mendirikan afiliasi al-Qaeda di Suriah dan kemudian memutuskan hubungan dengan al-Qaeda dan ISI, menyerang dengan kelompoknya sendiri untuk menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Amerika Serikat telah memberinya label teroris sejak 2013 dan menawarkan hadiah USD10 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapannya.
Saat ini, Jolani adalah pemimpin kekuatan paling dominan di wilayah Suriah yang dikuasai oposisi. Dari markasnya di sudut barat laut negara itu, dia dan organisasinya telah berperang melawan pasukan Assad, sekutu Assad; Rusia dan Iran, dan bekas sekutu Jolani sendiri di ISIS dan al-Qaeda.
Smith, seorang jurnalis Amerika, juga mewawancarai Jolani untuk pertama kalinya. Jolani mengatakan bahwa perannya dalam memerangi Assad dan ISIS, dan dalam mengendalikan daerah dengan jutaan pengungsi Suriah, mencerminkan kepentingan yang sama dengan Amerika Serikat dan Barat.