Remaja Singapura Hendak Bantai Muslim di 2 Masjid, Terinspirasi Teroris Christchurch
loading...
A
A
A
“Dia meradikalisasi diri, dimotivasi oleh antipati yang kuat terhadap Islam dan ketertarikan pada kekerasan," imbuh kementerian tersebut.
"Dia juga telah menonton video propaganda Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), dan sampai pada kesimpulan yang salah bahwa ISIS mewakili Islam, dan bahwa Islam meminta para pengikutnya untuk membunuh orang yang tidak beriman," imbuh kementerian itu merujuk pada kelompok ISIS yang kini berganti nama menjadi IS.
Lebih lanjut, Kementerian Dalam Negeri mengatakan remaja itu jelas dipengaruhi oleh teroris supremasi kulit putih Australia; Brenton Tarrant, yang menembak mati 51 muslim yang menghadiri salat Jumat di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada 15 Maret 2019. Tarrant saat itu juga menayangkan penembakan itu secara langsung di Facebook.
Tarrant dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada Agustus tahun lalu di Selandia Baru.
Masih menurut Kementerian Dalam Negeri Singapura, remaja tersebut mengakui selama penyelidikan bahwa dia dapat memperkirakan dua hasil dari rencananya. "Dia ditangkap sebelum dia dapat melakukan serangan, atau dia melaksanakan rencananya dan kemudian dibunuh oleh pasukan polisi," imbuh kementerian itu mengutip prediksi yang dipaparkan remaja tersebut.
"Dia masuk dengan persiapan penuh, mengetahui bahwa dia akan mati, dan dia siap untuk mati," kata Menteri Hukum dan Dalam Negeri K Shanmugam seperti dikutip oleh media lokal.
Pada bulan Desember, Departemen Keamanan Internasional (ISD) mengatakan seorang pria Singapura berusia 48 tahun ditahan di bawah ISA karena "aktif" terlibat dalam perang saudara di Yaman.
“Sheik Heikel Khalid Bafana, yang berada di Yaman dari 2008 hingga 2019, telah secara sukarela mengangkat senjata dan juga bekerja sebagai agen bayaran untuk kekuatan asing dengan mengumpulkan informasi intelijen di Yaman,” kata ISD kepada media lokal.
Shanmugam menunjukkan bahwa sejak 2015, tujuh orang di bawah usia 20 tahun telah ditahan atau "diberi perintah pembatasan berdasarkan ISA".
"Dia juga telah menonton video propaganda Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), dan sampai pada kesimpulan yang salah bahwa ISIS mewakili Islam, dan bahwa Islam meminta para pengikutnya untuk membunuh orang yang tidak beriman," imbuh kementerian itu merujuk pada kelompok ISIS yang kini berganti nama menjadi IS.
Lebih lanjut, Kementerian Dalam Negeri mengatakan remaja itu jelas dipengaruhi oleh teroris supremasi kulit putih Australia; Brenton Tarrant, yang menembak mati 51 muslim yang menghadiri salat Jumat di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada 15 Maret 2019. Tarrant saat itu juga menayangkan penembakan itu secara langsung di Facebook.
Tarrant dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada Agustus tahun lalu di Selandia Baru.
Masih menurut Kementerian Dalam Negeri Singapura, remaja tersebut mengakui selama penyelidikan bahwa dia dapat memperkirakan dua hasil dari rencananya. "Dia ditangkap sebelum dia dapat melakukan serangan, atau dia melaksanakan rencananya dan kemudian dibunuh oleh pasukan polisi," imbuh kementerian itu mengutip prediksi yang dipaparkan remaja tersebut.
"Dia masuk dengan persiapan penuh, mengetahui bahwa dia akan mati, dan dia siap untuk mati," kata Menteri Hukum dan Dalam Negeri K Shanmugam seperti dikutip oleh media lokal.
Pada bulan Desember, Departemen Keamanan Internasional (ISD) mengatakan seorang pria Singapura berusia 48 tahun ditahan di bawah ISA karena "aktif" terlibat dalam perang saudara di Yaman.
“Sheik Heikel Khalid Bafana, yang berada di Yaman dari 2008 hingga 2019, telah secara sukarela mengangkat senjata dan juga bekerja sebagai agen bayaran untuk kekuatan asing dengan mengumpulkan informasi intelijen di Yaman,” kata ISD kepada media lokal.
Shanmugam menunjukkan bahwa sejak 2015, tujuh orang di bawah usia 20 tahun telah ditahan atau "diberi perintah pembatasan berdasarkan ISA".