Biden Diyakini Akan Bawa Industri Teknologi AS Terus Tumbuh
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Industri teknologi diperkirakan akan mengalami kemajuan besar di bawah kepemimpinan presiden terpilih Joe Biden , setelah terhambat bertahun-tahun oleh kebijakan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Namun, Biden tidak akan mampu mencapai titik tersebut tanpa tantangan. Saat ini, sebanyak 32 kelompok buruh, antitrust, dan advokat, mendesak Biden agar tidak jatuh ke pangkuan raksasa teknologi. Mereka berharap Biden lebih bersikap adil. (Baca: Jadikan Sifat tawadhu sebagai Modal Kebahagiaan)
Awal bulan ini, Biden dilaporkan lebih tertarik menunjuk pejabat pemerintah dari kalangan konglomerat perusahaan teknologi dibandingkan kritikus teknologi. Hal itu diyakini akan membuat kebijakan pemerintah lebih berpihak kepada teknologi.
Sebanyak 32 kelompok mendesak Biden agar tidak menunjuk pejabat eksekutif, pelobi, dan konsultan yang bekerja untuk Facebook, Amazon, Alphabet, Apple, dan Microsoft, demi menghindari ketimpangan kebijakan. Mereka menilai, korporasi teknologi telah merusak ekonomi masyarakat kecil AS.
“Kami meyakini bahwa pemerintah harus menghadapi ancaman monopolistik perusahaan raksasa teknologi,” bunyi surat yang dilayangkan kepada Biden itu, dikutip Reuters. “Bagaimanapun, kami sadar tidak akan mampu berbuat apa-apa jika mereka lah yang mendanai pemerintahanmu.”
Beberapa kelompok yang turut dalam protes itu ialah Public Citizen, American Economic Project, Open Markets Institute, Progressive Democrats of America, Revolving Door Project, dan Athena. Sejauh ini, Microsoft, Google, Facebook, Amazon, dan Apple menolak berkomentar terkait hal tersebut. (Baca juga: Selama PJJ, Guru Mengaku terkendala Jelaskan materi Pelajaran ke Siswa)
Semua perusahaan teknologi AS, kecuali Microsoft, menghadapi federal dan regional atas tuduhan praktik monopoli atau penyalahgunaan data pengguna. “Kami meyakini penutupan pintu Silicon Valley menuju Gedung Putih akan membantu ekonomi masyarakat AS,” lanjut bunyi surat itu.
Pada Oktober lalu, Biden dilaporkan telah menerima dana bantuan dari perusahaan raksasa teknologi untuk memuluskan kampanye. Para ahli meyakini, donor itu hanyalah strategi untuk melepaskan cengkeraman pemerintah mengingat mereka selalu terjerat hukum dalam 5 tahun terakhir.
Sebelumnya, Biden dikabarkan akan menunjuk Neera Tanden, mantan penasihat Presiden Barack Obama sebagai Menteri Perekonomian (Menko) dan Cecilia Rouse sebagai Kepala Dewan Penasihat Ekonomi.
Biden juga akan mengangkat Wally Adeyemo, penasihat senior ekonomi internasional masa pemerintahan Obama, untuk membantu Menteri Keuangan (Menkeu) Janet Yellen, dengan menunjuknya sebagai Wamenkeu. Ahli ekonomi Jared Bernstein dan Heather Boushey juga direncanakan menjadi anggota Dewan Penasihat Ekonomi. Begitu pun dengan Brian Deese, penasihat senior andalan Obama, yang akan mengepalai Dewan Ekonomi Nasional. (Baca juga: Covid-19 Bisa Sebabkan Gigi Penderita Tanggal)
Namun, Biden tidak akan mampu mencapai titik tersebut tanpa tantangan. Saat ini, sebanyak 32 kelompok buruh, antitrust, dan advokat, mendesak Biden agar tidak jatuh ke pangkuan raksasa teknologi. Mereka berharap Biden lebih bersikap adil. (Baca: Jadikan Sifat tawadhu sebagai Modal Kebahagiaan)
Awal bulan ini, Biden dilaporkan lebih tertarik menunjuk pejabat pemerintah dari kalangan konglomerat perusahaan teknologi dibandingkan kritikus teknologi. Hal itu diyakini akan membuat kebijakan pemerintah lebih berpihak kepada teknologi.
Sebanyak 32 kelompok mendesak Biden agar tidak menunjuk pejabat eksekutif, pelobi, dan konsultan yang bekerja untuk Facebook, Amazon, Alphabet, Apple, dan Microsoft, demi menghindari ketimpangan kebijakan. Mereka menilai, korporasi teknologi telah merusak ekonomi masyarakat kecil AS.
“Kami meyakini bahwa pemerintah harus menghadapi ancaman monopolistik perusahaan raksasa teknologi,” bunyi surat yang dilayangkan kepada Biden itu, dikutip Reuters. “Bagaimanapun, kami sadar tidak akan mampu berbuat apa-apa jika mereka lah yang mendanai pemerintahanmu.”
Beberapa kelompok yang turut dalam protes itu ialah Public Citizen, American Economic Project, Open Markets Institute, Progressive Democrats of America, Revolving Door Project, dan Athena. Sejauh ini, Microsoft, Google, Facebook, Amazon, dan Apple menolak berkomentar terkait hal tersebut. (Baca juga: Selama PJJ, Guru Mengaku terkendala Jelaskan materi Pelajaran ke Siswa)
Semua perusahaan teknologi AS, kecuali Microsoft, menghadapi federal dan regional atas tuduhan praktik monopoli atau penyalahgunaan data pengguna. “Kami meyakini penutupan pintu Silicon Valley menuju Gedung Putih akan membantu ekonomi masyarakat AS,” lanjut bunyi surat itu.
Pada Oktober lalu, Biden dilaporkan telah menerima dana bantuan dari perusahaan raksasa teknologi untuk memuluskan kampanye. Para ahli meyakini, donor itu hanyalah strategi untuk melepaskan cengkeraman pemerintah mengingat mereka selalu terjerat hukum dalam 5 tahun terakhir.
Sebelumnya, Biden dikabarkan akan menunjuk Neera Tanden, mantan penasihat Presiden Barack Obama sebagai Menteri Perekonomian (Menko) dan Cecilia Rouse sebagai Kepala Dewan Penasihat Ekonomi.
Biden juga akan mengangkat Wally Adeyemo, penasihat senior ekonomi internasional masa pemerintahan Obama, untuk membantu Menteri Keuangan (Menkeu) Janet Yellen, dengan menunjuknya sebagai Wamenkeu. Ahli ekonomi Jared Bernstein dan Heather Boushey juga direncanakan menjadi anggota Dewan Penasihat Ekonomi. Begitu pun dengan Brian Deese, penasihat senior andalan Obama, yang akan mengepalai Dewan Ekonomi Nasional. (Baca juga: Covid-19 Bisa Sebabkan Gigi Penderita Tanggal)