Arab Saudi-Israel 'Mesra', Yordania Cemaskan Nasib Masjid al-Aqsa

Jum'at, 27 November 2020 - 11:06 WIB
loading...
Arab Saudi-Israel Mesra,...
Masjid al-Aqsa di Yerusalem. Foto/REUTERS
A A A
AMMAN - Kerajaan Yordania khawatir hubungan Arab Saudi dengan Israel yang mulai "mesra" dapat mengancam hak pengelolaannya atas Masjid al-Aqsa, salah satu situs tersuci Islam di Yerusalem.

Kecemasan pihak Amman itu muncul setelah kunjungan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu ke Saudi dan melakukan pertemuan dengan Putra Mahkota Mohammad bin Salman (MBS). Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan membantah adanya pertemuan itu. Namun, seorang penasihat senior Saudi dan pejabat Israel membenarkan adanya pertemuan itu. (Baca: Netanyahu dan Bos Mossad Dilaporkan Kunjungi Saudi, Temui Putra Mahkota MBS )

Yordania mengkhawatir hilangnya hak pengelolaan Masjid al-Aqsa karena pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mencoba mengamankan kebijakan regionalnya yang pro-Israel di minggu-minggu terakhir kekuasaannya.

Kementerian Luar Negeri Yordania dalam sebuah pernyataan pada Rabu malam menentang upaya untuk mengubah status quo historis dan hukum masjid tersebut. "Kerajaan akan melanjutkan upayanya untuk melindungi dan merawat masjid, dan mempertahankan hak semua Muslim untuk itu sesuai dengan hak asuh Hashemite atas situs suci Muslim dan Kristen Yerusalem," kata juru bicara kementeriaan tersebut, Daifallah al-Fayez, seperti dikutip The Guardian, Jumat (27/11/2020).

Pernyataan itu menyusul seruan Raja Yordania Abdullah II untuk melindungi sistus-situs suci Yerusalem. Raja Abdullah II adalah seorang anggota Dinasti Hashemite yang telah memerintah situs-situs Yerusalem—yang dikenal sebagai Haram al-Sharif—sejak 1924. Pada tahun tersebut Dinasti al-Saud di Arab Saudi diberi kendali atas Makkah dan Madinah.

Pengawasan Masjid al-Aqsa dan Dome of the Rock (Kubah Batu) di Yerusalem telah menjadi sumber utama legitimasi bagi penguasa Dinasti Hashemit yang berkuasa di Yordania selama hampir satu abad, sebelum pembentukan negara Yordania dan Israel dan berlaku selama tujuh dekade yang penuh gejolak kebuntuan, perang, dan akhirnya melakukan perdamaian. Dalam seperempat abad sejak kedua belah pihak meresmikan hubungan, pakta tersebut telah menjadi pusat stabilitas kesepakatan.

Para pemimpin Yordania sekarang takut Donald Trump, wakil presidennya; Mike Pence, dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, bersama dengan PM Netanyahu, mungkin tergoda untuk mengubah dinamika itu dengan menawarkan situs-situs tersebut ke Arab Saudi sebagai inti dari kesepakatan normalisasi hubungan Israel-Saudi. Dampak dari langkah seperti itu akan mengecilkan pakta yang ditandatangani dalam beberapa pekan terakhir antara Israel, Uni Emirat Arab (UEA), dan Bahrain.

Menghangatnya hubungan antara Arab Saudi dan Israel telah mendekati bagian atas daftar keinginan presiden Trump soal kebijakan Timur Tengah-nya, seperti memperkuat Riyadh dengan mengorbankan musuhnya Iran. (Baca: Menlu Saudi Bantah Putra Mahkota MBS Bertemu PM Israel Netanyahu )

Adnan Abu-Odeh, mantan asisten senior Raja Abdullah II dan ayahnya; Raja Hussein, mengatakan bahwa perwalian Haram al-Sharif telah menjadi landasan Dinasti Hashemite dan rasa bangga bagi Yordania. Dia mengatakan pengaturan itu disebutkan dalam perjanjian damai yang ditandatangani antara kedua negara, yang berarti klaim Yordania untuk mempertahankan status quo kuat.

"Secara historis, aspek agama adalah kunci dalam legitimasi penguasa dan Hashemite, setelah meninggalkan Hijaz, memperoleh legitimasi mereka dari Yerusalem," katanya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1606 seconds (0.1#10.140)