Rusia Akan Bangun Pangkalan Angkatan Laut di Sudan
loading...
A
A
A
MOSKOW - Rusia berencana membangun pangkalan angkatan laut di pantai Laut Merah Sudan untuk memasok armadanya. Hal itu berdasarkan rancangan perjanjian dengan Khartoum yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Mikhail Mishustin.
Kesepakatan yang direncanakan itu, yang dipublikasikan di situs pemerintah Rusia, menguraikan pusat dukungan logistik yang akan didirikan di Sudan di mana perbaikan dan suplai operasi serta istirahat untuk anggota awak dapat dilakukan.
"Kapasitasnya akan dibatasi pada 300 personel militer dan sipil serta empat kapal, termasuk kapal bertenaga nuklir," kata pernyataan itu seperti dilansir dari Al Arabiya, Jumat (13/11/2020).
Pangkalan itu akan berdiri di pinggiran utara Port Sudan, menurut koordinat yang disebutkan secara terperinci di dalam dokumen perjanjian. Rusia juga akan mendapatkan hak untuk mengangkut melalui pelabuhan dan bandara Sudan seperti senjata, amunisi dan peralatan yang dibutuhkan agar pangkalan itu berfungsi.
Kesepakatan itu direncanakan akan berlangsung selama 25 tahun - selama tidak ada pihak yang keberatan dengan pembaruannya.(Baca juga: Lavrov: Biden Mungkin akan Mengekor Obama Soal Kebijakan Terhadap Rusia )
Sejauh ini pihak berwenang Rusia belum menyebutkan tanggal penandatanganan perjanjian dengan Khartoum.
Moskow dalam beberapa tahun terakhir mengalihkan pandangannya ke Afrika saat memperbarui pengaruh geopolitiknya.
Negara itu telah membujuk Sudan dengan kerja sama militer dan nuklir sipil, menandatangani kesepakatan antara angkatan bersenjata negara-negara itu pada Mei 2019 yang akan berlangsung tujuh tahun.
Pada Januari tahun lalu, Rusia mengakui, ketika krisis politik mencapai puncaknya di Sudan, para penasihat militernya telah berada di lapangan untuk beberapa waktu bersama pasukan yang setia kepada pemerintah.
Mantan presiden Sudan Omar al-Bashir meminta Presiden Vladimir Putin untuk "melindungi" negaranya dari Amerika Serikat (AS) ketika dia mengunjungi Rusia pada 2017.
Dia mengatakan kerja sama militer harus ditingkatkan untuk "melengkapi kembali" angkatan bersenjata Sudan.(Baca juga: Rusia-Turki Akhirnya Sepakat Kerjasama Kontrol Gencatan Senjata Nagorno-Karabakh )
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Kesepakatan yang direncanakan itu, yang dipublikasikan di situs pemerintah Rusia, menguraikan pusat dukungan logistik yang akan didirikan di Sudan di mana perbaikan dan suplai operasi serta istirahat untuk anggota awak dapat dilakukan.
"Kapasitasnya akan dibatasi pada 300 personel militer dan sipil serta empat kapal, termasuk kapal bertenaga nuklir," kata pernyataan itu seperti dilansir dari Al Arabiya, Jumat (13/11/2020).
Pangkalan itu akan berdiri di pinggiran utara Port Sudan, menurut koordinat yang disebutkan secara terperinci di dalam dokumen perjanjian. Rusia juga akan mendapatkan hak untuk mengangkut melalui pelabuhan dan bandara Sudan seperti senjata, amunisi dan peralatan yang dibutuhkan agar pangkalan itu berfungsi.
Kesepakatan itu direncanakan akan berlangsung selama 25 tahun - selama tidak ada pihak yang keberatan dengan pembaruannya.(Baca juga: Lavrov: Biden Mungkin akan Mengekor Obama Soal Kebijakan Terhadap Rusia )
Sejauh ini pihak berwenang Rusia belum menyebutkan tanggal penandatanganan perjanjian dengan Khartoum.
Moskow dalam beberapa tahun terakhir mengalihkan pandangannya ke Afrika saat memperbarui pengaruh geopolitiknya.
Negara itu telah membujuk Sudan dengan kerja sama militer dan nuklir sipil, menandatangani kesepakatan antara angkatan bersenjata negara-negara itu pada Mei 2019 yang akan berlangsung tujuh tahun.
Pada Januari tahun lalu, Rusia mengakui, ketika krisis politik mencapai puncaknya di Sudan, para penasihat militernya telah berada di lapangan untuk beberapa waktu bersama pasukan yang setia kepada pemerintah.
Mantan presiden Sudan Omar al-Bashir meminta Presiden Vladimir Putin untuk "melindungi" negaranya dari Amerika Serikat (AS) ketika dia mengunjungi Rusia pada 2017.
Dia mengatakan kerja sama militer harus ditingkatkan untuk "melengkapi kembali" angkatan bersenjata Sudan.(Baca juga: Rusia-Turki Akhirnya Sepakat Kerjasama Kontrol Gencatan Senjata Nagorno-Karabakh )
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(ber)