Jadi Mata-mata China, Pria Singapura Dipenjara 14 Bulan di AS

Sabtu, 10 Oktober 2020 - 12:08 WIB
loading...
Jadi Mata-mata China,...
Yeo Jun Wei alias Dickson Yeo, pria Singapura yang dihukum penjara 14 bulan di AS karena jadi mata-mata China. Foto/The Straits Times
A A A
WASHINGTON - Seorang pria Singapura dijatuhi hukuman penjara 14 bulan oleh pengadilan di Amerika Serikat (AS) pada hari Jumat. Akademisi yang mendirikan konsultan politik di Washington ini dinyatakan bersalah menjadi mata-mata untuk intelijen China .

Yeo Jun Wei alias Dickson Yeo menjadi konsultan para pejabat AS dan selanjutnya memberikan informasi rahasia politik dan pertahanan Amerika kepada intelijen China. (Baca: China Marah, Kapal Perang Rudal AS Masuk Laut China Selatan )

Dia sudah bekerja untuk intelijen China sejak 2015. Konsultan politik yang dia dirikan di Washington digunakan untuk mengidentifikasi orang Amerika dengan izin keamanan tingkat tinggi, namun informasi rahasia itu disetorkan ke Beijing.

Pria berusia 39 tahun itu ditangkap di bandara pada November 2019 dan mengaku bersalah pada Juli 2020 atas satu dakwaan beroperasi secara ilegal sebagai agen asing, yang dapat mengakibatkan hukuman penjara hingga 10 tahun.

Hakim pengadilan federal Washington, Tanya Chutkan, mengatakan dia diberi hukuman yang relatif ringan karena kerjasamanya dengan otoritas AS dan juga karena ancaman tertular Covid-19 di penjara. (Baca: Kian Panas, FBI Tangkap 3 Tentara China yang Menyamar Jadi Peneliti di AS )

Hukuman itu berarti dia bisa dibebaskan dan dikeluarkan dari Amerika Serikat pada Januari tahun depan.

Dalam sidang vonis yang dilakukan melalui telekonferensi, Yeo tampak putus asa saat dia menyatakan penyesalan, dan mengatakan dia tidak berniat untuk menyakiti siapa pun.

Dia mengatakan bahwa dirinya telah diperlakukan dengan baik oleh otoritas kehakiman AS. "Yang ingin saya lakukan hanyalah pulang ke keluarga saya," katanya, seperti dikutip AFP, Sabtu (10/10/2020).

Tetapi kemudian dia menambahkan bahwa dia tetap mendukung Beijing. "Saya masih bersimpati pada perjuangan China," katanya di pengadilan.

"Secara politis, saya memang punya simpati. Saya akui itu dengan bebas," katanya. (Baca juga: Jadi Mata-mata China, Perwira Polisi New York Ditangap FBI )

Jaksa merekomendasikan agar terdakwa dihukum 16 bulan penjara. Namun, hakim Chutkan menjatuhkan lebih ringan dua bulan dari rekomendasi jaksa. "Saya akan menghukum Anda atas apa yang Anda lakukan, bukan apa yang Anda pikirkan," kata hakim kepada Yeo.

"Yeo bekerja di bawah arahan dinas intelijen Republik Rakyat China," katanya. "Kejahatan yang dilakukan Yeo bukanlah kesalahan penilaian sesaat."

"Saya dapat mengatakan bahwa Anda adalah pria yang berpendidikan tinggi dan saya yakin Anda mengerti bahwa Anda tahu apa yang Anda lakukan," katanya lagi kepada Yeo. "Operasi Anda dirancang untuk melemahkan Amerika Serikat demi kepentingan China."

Pada saat yang sama, Chutkan mengatakan bahwa dia harus menerima pernyataan jaksa bahwa Yeo bekerja sama dengan baik dengan penyidik AS dalam kasus tersebut.

Selain itu, dia mencatat Yeo telah bertahan 11 bulan di penjara AS, di mana ada wabah virus corona yang luas, tanpa terinfeksi.

“Yeo beruntung. Sejauh ini dia belum terjangkit Covid,” ucapnya. "Akan sangat mengerikan jika dia mendapatkannya karena dia harus menghabiskan beberapa bulan lagi di penjara."

Menurut dokumen dakwaan, Yeo; seorang mahasiswa PhD di National University of Singapore, diarahkan oleh intelijen China untuk membuka konsultasi palsu di Amerika Serikat dan menawarkan pekerjaan.

Dia menerima lebih dari 400 resume, 90 persen di antaranya berasal dari militer AS atau personel pemerintah dengan izin keamanan.

Dia menggunakan ini dan fungsi jaringan LinkedIn untuk melacak kemungkinan target, dengan fokus pada orang-orang dengan izin keamanan teratas.

Dia merekrut sejumlah orang untuk bekerja dengannya, menargetkan mereka yang mengaku kesulitan keuangan.

Mereka termasuk seorang warga sipil yang bekerja pada proyek jet tempur siluman F-35B Angkatan Udara, seorang perwira militer Pentagon dengan pengalaman perang Afghanistan, dan seorang pejabat Departemen Luar Negeri, yang semuanya dibayar sebesar USD2.000 untuk menulis laporan kepada Yeo.

Jaksa penuntut mengatakan pada hari Jumat bahwa Yeo tidak pernah sampai sejauh mengumpulkan informasi yang sangat rahasia, tetapi itulah niatnya.
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1492 seconds (0.1#10.140)