Penerbangan Internasional Pertama sejak Lengsernya Assad Mendarat di Suriah

Rabu, 08 Januari 2025 - 13:03 WIB
loading...
Penerbangan Internasional...
Penerbangan Qatar Airways mendarat di Bandara Internasional Damaskus pada hari Selasa (7/1/2025). Foto/anadolu
A A A
DAMASKUS - Penerbangan komersial internasional pertama sejak jatuhnya mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad telah mendarat di bandara Damaskus.

Penerbangan Qatar Airways mendarat di Bandara Internasional Damaskus pada hari Selasa (7/1/2025), disambut oleh keluarga dan teman-teman penumpang di dalam gedung terminal.

Kepala Otoritas Transportasi Udara Suriah Ashad al-Suleibi mengatakan Qatar telah memberikan bantuan dalam merehabilitasi bandara, yang telah menderita karena bertahun-tahun terbengkalai serta mengalami kerusakan akibat serangan udara Israel secara berkala.

“Ada banyak kerusakan dari rezim (al-Assad) di daerah yang ramai ini dan bandara yang ramai ini dan juga bandara Aleppo,” papar dia.

Banyak penumpang adalah warga negara Suriah yang kembali untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade.

Osama Musalama, yang datang dari Amerika Serikat, mengatakan itu adalah kunjungan pertamanya sejak sebelum perang saudara yang dimulai pada tahun 2011.

“Saya kehilangan harapan untuk kembali ke Suriah,” ujar dia. “Kami menunggu momen ini dan kehilangan harapan, tetapi syukurlah sekarang negara ini kembali kepada rakyatnya.”

Secara terpisah, kantor berita milik pemerintah Yordania, Petra, melaporkan satu pesawat Royal Jordanian Airlines berangkat ke Damaskus untuk melakukan uji terbang.

Kepala Komisi Regulasi Penerbangan Sipil Yordania, Haitham Misto, yang berada di dalam pesawat tersebut bersama tim spesialis, mengatakan tujuannya adalah mengevaluasi kondisi teknis bandara Damaskus sebelum melanjutkan penerbangan reguler.

Sejak serangan kilat pemberontak yang menggulingkan Assad sebulan lalu, negara-negara Arab dan Barat yang telah memutuskan hubungan dengan pemerintahan sebelumnya telah membuka kembali hubungan diplomatik dengan otoritas de facto baru Suriah, yang dipimpin Ahmed al-Sharaa dari Hayat Tahrir al-Sham (HTS).

Keamanan, Stabilitas, Kedaulatan


Menteri Luar Negeri baru Suriah, Asaad al-Shibani, telah melakukan perjalanan ke Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab dalam beberapa hari terakhir.

Negara-negara Teluk kemungkinan akan menjadi kunci pendanaan rekonstruksi Suriah setelah hampir 14 tahun perang saudara sebelum penggulingan al-Assad.

Pada hari Selasa, al-Shibani melakukan perjalanan ke Yordania untuk bertemu mitranya di Amman. Kementerian Luar Negeri Yordania mengatakan, “Para pejabat tersebut akan membahas mekanisme kerja sama di banyak bidang termasuk perbatasan, keamanan, energi, transportasi, air, perdagangan, dan sektor-sektor vital lainnya."

Di bawah pemerintahan Assad, Yordania telah menjadi jalur utama penyelundupan amfetamin Captagon yang sangat adiktif yang diproduksi di Suriah ke negara-negara Teluk, yang merupakan titik ketegangan antara kedua negara.

Pemerintah baru Suriah telah menunjukkan tindakan keras terhadap perdagangan Captagon, membongkar bekas pabrik di lokasi-lokasi termasuk pangkalan udara Mezzeh di Damaskus, perusahaan perdagangan mobil di Latakia, dan pabrik yang pernah membuat keripik di pinggiran kota Damaskus, Douma.

“Situasi baru di Suriah juga telah mengakhiri ancaman yang sebelumnya mengancam keamanan Kerajaan (Yordania), terkait narkoba dan Captagon, dan kami berjanji bahwa hal ini telah berakhir dan tidak akan terulang lagi,” ungkap al-Shibani dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman al-Safadi.

Al-Safadi mengatakan negaranya mendukung rakyat Suriah saat mereka berupaya “membangun kembali tanah air mereka di atas fondasi yang menjaga keamanan, stabilitas, kedaulatan, dan persatuannya serta memenuhi hak-hak rakyatnya.”

Dia menambahkan, “Yordania siap untuk segera menyediakan listrik bagi saudara-saudara kita, dan kami juga siap bekerja sama untuk menyediakan gas.”

Suriah yang menjadi sasaran sanksi Barat yang ketat, telah mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. Warga Suriah hanya menerima beberapa jam listrik yang disediakan negara setiap hari.

Secara terpisah, al-Shibani mengatakan pada konferensi pers bersama bahwa otoritas di Suriah diharapkan membentuk komite inklusif guna mempersiapkan “konferensi dialog nasional” untuk membahas masa depan negara tersebut.

Dia mengatakan otoritas sementara awalnya bermaksud mengadakan konferensi pada awal Januari, tetapi sebaliknya, "kami memilih membentuk komite persiapan yang diperluas" yang akan bertemu pada tanggal yang tidak ditentukan.

“Komite tersebut akan mencakup pria dan wanita... yang mampu sepenuhnya mewakili rakyat Suriah di semua segmen masyarakat dan provinsi Suriah,” ungkap dia.

(sya)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1082 seconds (0.1#10.140)