Pangeran Saudi: Pembunuhan Jenderal Soleimani Peringatan buat Iran
A
A
A
RIYADH - Pangeran Arab Saudi, Turki Al-Faisal, mengatakan pembunuhan komandan Pasukan Quds; Jenderal Qassem Soleimani, oleh serangan udara Amerika Serikat (AS), menjadi peringatan untuk Iran bahwa rentetan perilaku provokatifnya tidak akan dibiarkan begitu saja.
Pangeran Turki Al-Faisal adalah mantan kepala intelijen Arab Saudi. Menurutnya, kematian jenderal top Iran itu tetap tidak akan menghentikan Teheran melanjutkan agendanya.
"Menghilangkan (Qassem) Soleimani jelas merupakan langkah penting untuk memeriksa setidaknya beberapa ambisi Iran setelah tindakannya yang sangat provokatif dalam satu tahun terakhir," kata Turki Al-Faisal kepada Hadley Gamble dari CNBC, yang dikutip Jumat (17/1/2020).
"Serangan terhadap (kapal) tanker minyak, yang memuncak dalam serangan terhadap fasilitas Aramco, dan tidak ada tanggapan," katanya. "Ini adalah semacam peringatan untuk pemerintah Iran dan kepemimpinan Iran bahwa mereka tidak bisa lolos begitu saja."
Teheran membantah terlibat dalam kedua insiden yang disebutkan pangeran senior Riyadh tersebut.
Al-Faisal menegaskan kematian Soleimani tidak akan menghentikan agenda Iran di Timur Tengah. "Itu jelas merupakan langkah yang sangat penting," katanya. "Apakah itu akan menghentikan kegiatan lebih lanjut oleh Iran untuk menggunakan metode yang Soleimani sangat pintar dalam menggunakannya, saya tidak berpikir begitu," ujarnya.
"Itu karena kepemimpinan Iran memiliki agenda dan proyek," paparnya. "Proyek itu adalah untuk menjadi perwakilan yang dominan, jika Anda suka, dari semua Islam di dunia."
Teheran, kata Al-Faisal, telah menggunakan pengganti seperti Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman untuk memajukan proyeknya.
"Itu akan terus berlanjut," kata dia memperkirakan. "Mungkin kurang efisien daripada ketika Soleimani masih hidup, tetapi mau tidak mau, sama-sama teroristik dan, dalam pandangan saya, jahat dalam tujuannya."
Al-Faisal juga mempertimbangkan dampak dari penarikan pasukan AS dari negara-negara di kawasan Timur Tengah.
"AS seharusnya menarik diri dari Afghanistan pada tahap awal ketika itu lebih bisa dilakukan daripada sekarang," katanya, mengutip "peluang yang hilang" setelah pembunuhan pendiri al-Qaeda; Osama bin Laden, pada 2011.
Ketika ditanya apakah lebih baik bagi Irak jika pasukan Amerika pergi, dia menjawab; "Tidak hari ini."
Dia ingat ketika berbicara kepada para pejabat Amerika dan Inggris pada saat invasi AS ke Irak. "Saya ingat dulu saya mengatakan kepada mereka bahwa saya berharap Anda tidak akan meninggalkan Irak dengan cepat ketika Anda memasukinya," ujarnya.
"Kami telah melihat Amerika menarik pasukan dan kemudian al-Qaeda memulai operasi, dan kemudian mereka harus mendorong pasukan di bawah Jenderal (David) Petraeus," kata Al-Faisal.
"Saya tidak tahu apa jenis...organisasi yang akan datang, tetapi pasti akan jauh lebih rumit dan lebih banyak penumpahan darah."
Pangeran Turki Al-Faisal adalah mantan kepala intelijen Arab Saudi. Menurutnya, kematian jenderal top Iran itu tetap tidak akan menghentikan Teheran melanjutkan agendanya.
"Menghilangkan (Qassem) Soleimani jelas merupakan langkah penting untuk memeriksa setidaknya beberapa ambisi Iran setelah tindakannya yang sangat provokatif dalam satu tahun terakhir," kata Turki Al-Faisal kepada Hadley Gamble dari CNBC, yang dikutip Jumat (17/1/2020).
"Serangan terhadap (kapal) tanker minyak, yang memuncak dalam serangan terhadap fasilitas Aramco, dan tidak ada tanggapan," katanya. "Ini adalah semacam peringatan untuk pemerintah Iran dan kepemimpinan Iran bahwa mereka tidak bisa lolos begitu saja."
Teheran membantah terlibat dalam kedua insiden yang disebutkan pangeran senior Riyadh tersebut.
Al-Faisal menegaskan kematian Soleimani tidak akan menghentikan agenda Iran di Timur Tengah. "Itu jelas merupakan langkah yang sangat penting," katanya. "Apakah itu akan menghentikan kegiatan lebih lanjut oleh Iran untuk menggunakan metode yang Soleimani sangat pintar dalam menggunakannya, saya tidak berpikir begitu," ujarnya.
"Itu karena kepemimpinan Iran memiliki agenda dan proyek," paparnya. "Proyek itu adalah untuk menjadi perwakilan yang dominan, jika Anda suka, dari semua Islam di dunia."
Teheran, kata Al-Faisal, telah menggunakan pengganti seperti Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman untuk memajukan proyeknya.
"Itu akan terus berlanjut," kata dia memperkirakan. "Mungkin kurang efisien daripada ketika Soleimani masih hidup, tetapi mau tidak mau, sama-sama teroristik dan, dalam pandangan saya, jahat dalam tujuannya."
Al-Faisal juga mempertimbangkan dampak dari penarikan pasukan AS dari negara-negara di kawasan Timur Tengah.
"AS seharusnya menarik diri dari Afghanistan pada tahap awal ketika itu lebih bisa dilakukan daripada sekarang," katanya, mengutip "peluang yang hilang" setelah pembunuhan pendiri al-Qaeda; Osama bin Laden, pada 2011.
Ketika ditanya apakah lebih baik bagi Irak jika pasukan Amerika pergi, dia menjawab; "Tidak hari ini."
Dia ingat ketika berbicara kepada para pejabat Amerika dan Inggris pada saat invasi AS ke Irak. "Saya ingat dulu saya mengatakan kepada mereka bahwa saya berharap Anda tidak akan meninggalkan Irak dengan cepat ketika Anda memasukinya," ujarnya.
"Kami telah melihat Amerika menarik pasukan dan kemudian al-Qaeda memulai operasi, dan kemudian mereka harus mendorong pasukan di bawah Jenderal (David) Petraeus," kata Al-Faisal.
"Saya tidak tahu apa jenis...organisasi yang akan datang, tetapi pasti akan jauh lebih rumit dan lebih banyak penumpahan darah."
(mas)