Ukraina Bisa Memiliki Senjata Nuklir, Seluruh Pangkalan Militer Rusia Terancam
loading...
A
A
A
KYIV - Ukraina dilaporkan bisa memiliki senjata nuklir dalam beberapa bulan ke depan. Jika itu terjadi, seluruh pangkalan militer Rusia dalam kondisi terancam.
Kemampuan Kyiv itu terungkap dalam makalah hasil riset National Institute for Strategic Studies yang disiapkan untuk Kementerian Pertahanan Ukraina.
Menurut makalah tersebut, Ukraina dapat bekerja cepat di reaktor nuklirnya untuk mengembangkan senjata atom mentah jika Amerika Serikat (AS) menghentikan bantuan militer.
"Penulis di National Institute for Strategic Studies percaya membuat bom atom sederhana, seperti yang dilakukan Amerika Serikat dalam kerangka Proyek Manhattan, tidak akan menjadi tugas yang sulit 80 tahun kemudian," tulis The Times, Rabu, mengutip ringkasan makalah tersebut.
Makalah yang diterbitkan Center for Army, Conversion and Disarmament Studies tersebut mengeklaim bahwa meskipun Ukraina tidak dapat memperkaya Uranium—sebuah proses yang vital untuk membangun senjata nuklir modern, sembilan reaktor nuklir yang beroperasi di sana diperkirakan mengandung tujuh ton plutonium.
"Ini dapat digunakan untuk membuat bom yang mirip dengan Fat Man yang dijatuhkan di Nagasaki oleh AS pada tahun 1945," tulis mereka.
Para penulis itu memaparkan bahwa meskipun bom Fat Man versi Ukraina hanya akan memiliki kekuatan sepersepuluh dari bom yang menghancurkan Nagasaki, jumlah plutonium di reaktor negara itu cukup untuk ratusan hulu ledak dengan hasil taktis beberapa kiloton.
“Itu akan cukup untuk menghancurkan seluruh pangkalan udara Rusia atau instalasi militer, industri, atau logistik yang terkonsentrasi. Hasil nuklir yang tepat tidak dapat diprediksi karena akan menggunakan isotop plutonium yang berbeda,” kata Aleksey Yizhak, salah satu penulis makalah, sebagaimana dilansir Russia Today, Kamis (14/11/2024).
Menurut laporan The Times, makalah tersebut telah dibagikan kepada wakil menteri pertahanan Ukraina, dan sedianya akan dipresentasikan pada sebuah konferensi yang dihadiri oleh menteri pertahanan dan industri strategis Ukraina pada hari Rabu.
Sekadar diketahui, doktrin nuklir Rusia mengizinkan penggunaan senjata semacam itu jika terjadi serangan nuklir pertama di wilayah atau infrastrukturnya, atau jika keberadaan negara Rusia terancam oleh senjata nuklir atau konvensional.
Awal tahun ini, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa Moskow seharusnya memiliki hak untuk mempertimbangkan opsi nuklir jika diserang oleh negara non-nuklir yang didukung oleh negara yang memiliki persenjataan semacam itu.
Ancaman pembalasan nuklir Rusia telah mencegah NATO untuk campur tangan langsung dalam konflik Ukraina, kata kepala komite militer blok tersebut yang akan lengser, Laksamana Rob Bauer, pada sebuah pertemuan puncak pada hari Minggu.
Berbicara kepada The Times, Yizhak meremehkan ancaman perang nuklir.
"Saya terkejut dengan penghormatan yang dimiliki Amerika Serikat terhadap ancaman nuklir Rusia. Itu mungkin telah merugikan kita dalam perang," katanya.
"Mereka memperlakukan senjata nuklir sebagai semacam Tuhan. Jadi mungkin sudah saatnya bagi kita untuk berdoa kepada Tuhan ini," imbuh dia.
Bulan lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan bahwa Ukraina akan berupaya memperoleh senjata nuklir jika ditolak keanggotaannya di NATO, meskipun dia kemudian menarik kembali pernyataan tersebut.
“Rusia tidak akan membiarkan ini terjadi, apa pun yang terjadi,” kata Putin sebagai respons.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis, juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina Georgy Tikhy mengatakan bahwa Kyiv tidak mengembangkan dan tidak berusaha mengembangkan senjata nuklir.
Kemampuan Kyiv itu terungkap dalam makalah hasil riset National Institute for Strategic Studies yang disiapkan untuk Kementerian Pertahanan Ukraina.
Menurut makalah tersebut, Ukraina dapat bekerja cepat di reaktor nuklirnya untuk mengembangkan senjata atom mentah jika Amerika Serikat (AS) menghentikan bantuan militer.
"Penulis di National Institute for Strategic Studies percaya membuat bom atom sederhana, seperti yang dilakukan Amerika Serikat dalam kerangka Proyek Manhattan, tidak akan menjadi tugas yang sulit 80 tahun kemudian," tulis The Times, Rabu, mengutip ringkasan makalah tersebut.
Makalah yang diterbitkan Center for Army, Conversion and Disarmament Studies tersebut mengeklaim bahwa meskipun Ukraina tidak dapat memperkaya Uranium—sebuah proses yang vital untuk membangun senjata nuklir modern, sembilan reaktor nuklir yang beroperasi di sana diperkirakan mengandung tujuh ton plutonium.
"Ini dapat digunakan untuk membuat bom yang mirip dengan Fat Man yang dijatuhkan di Nagasaki oleh AS pada tahun 1945," tulis mereka.
Para penulis itu memaparkan bahwa meskipun bom Fat Man versi Ukraina hanya akan memiliki kekuatan sepersepuluh dari bom yang menghancurkan Nagasaki, jumlah plutonium di reaktor negara itu cukup untuk ratusan hulu ledak dengan hasil taktis beberapa kiloton.
“Itu akan cukup untuk menghancurkan seluruh pangkalan udara Rusia atau instalasi militer, industri, atau logistik yang terkonsentrasi. Hasil nuklir yang tepat tidak dapat diprediksi karena akan menggunakan isotop plutonium yang berbeda,” kata Aleksey Yizhak, salah satu penulis makalah, sebagaimana dilansir Russia Today, Kamis (14/11/2024).
Menurut laporan The Times, makalah tersebut telah dibagikan kepada wakil menteri pertahanan Ukraina, dan sedianya akan dipresentasikan pada sebuah konferensi yang dihadiri oleh menteri pertahanan dan industri strategis Ukraina pada hari Rabu.
Sekadar diketahui, doktrin nuklir Rusia mengizinkan penggunaan senjata semacam itu jika terjadi serangan nuklir pertama di wilayah atau infrastrukturnya, atau jika keberadaan negara Rusia terancam oleh senjata nuklir atau konvensional.
Awal tahun ini, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa Moskow seharusnya memiliki hak untuk mempertimbangkan opsi nuklir jika diserang oleh negara non-nuklir yang didukung oleh negara yang memiliki persenjataan semacam itu.
Ancaman pembalasan nuklir Rusia telah mencegah NATO untuk campur tangan langsung dalam konflik Ukraina, kata kepala komite militer blok tersebut yang akan lengser, Laksamana Rob Bauer, pada sebuah pertemuan puncak pada hari Minggu.
Berbicara kepada The Times, Yizhak meremehkan ancaman perang nuklir.
"Saya terkejut dengan penghormatan yang dimiliki Amerika Serikat terhadap ancaman nuklir Rusia. Itu mungkin telah merugikan kita dalam perang," katanya.
"Mereka memperlakukan senjata nuklir sebagai semacam Tuhan. Jadi mungkin sudah saatnya bagi kita untuk berdoa kepada Tuhan ini," imbuh dia.
Bulan lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan bahwa Ukraina akan berupaya memperoleh senjata nuklir jika ditolak keanggotaannya di NATO, meskipun dia kemudian menarik kembali pernyataan tersebut.
“Rusia tidak akan membiarkan ini terjadi, apa pun yang terjadi,” kata Putin sebagai respons.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis, juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina Georgy Tikhy mengatakan bahwa Kyiv tidak mengembangkan dan tidak berusaha mengembangkan senjata nuklir.
(mas)