Profil Robert F Kennedy, Capres AS yang Tewas Ditembak saat Kampanye
loading...
A
A
A
Dalam peran ini, RFK dikenal karena komitmennya terhadap hak-hak sipil dan pemberantasan kejahatan terorganisir.
Pada tahun 1961, ketika JFK menjadi presiden, Robert diangkat sebagai Jaksa Agung AS. Dalam kapasitas ini, dia memainkan peran utama dalam berbagai reformasi, termasuk memerangi mafia, mendukung gerakan hak sipil, dan berjuang untuk hak-hak pekerja, terutama di daerah-daerah yang tertindas di selatan AS.
Pada tahun 1964, RFK terpilih sebagai Senator dari New York, sebuah posisi yang membantunya membangun basis dukungan di seluruh negeri.
Namun, ambisi politiknya yang lebih besar terwujud pada tahun 1968, ketika dia mengumumkan pencalonannya sebagai presiden dalam pemilu 1968.
Meskipun berhadapan dengan lawan berat seperti Presiden Lyndon B Johnson (yang akhirnya tidak mencalonkan diri), RFK menciptakan kampanye yang penuh harapan, mengusung agenda perubahan sosial yang meliputi hak sipil, perlawanan terhadap Perang Vietnam, dan keadilan ekonomi.
Sayangnya, kampanye RFK berakhir tragis pada 5 Juni 1968, saat dia ditembak oleh Sirhan Sirhan, seorang pemuda yang diyakini terinspirasi oleh ketidaksukaan RFK terhadap kebijakan luar negeri AS.
RFK meninggal dua hari kemudian pada 6 Juni 1968, pada usia 42 tahun, meninggalkan dunia yang penuh duka dan kehilangan.
Meskipun karier politik RFK berakhir lebih awal, warisannya tetap hidup. Dia dikenal sebagai suara moral yang melawan ketidakadilan sosial dan ekonomi, serta menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan luar negeri yang kontroversial.
Kampanye pemilihan presiden RFK di tahun 1968 menyuarakan pesan tentang kesetaraan, kemiskinan, dan perdamaian, yang sangat resonan pada masa-masa pergolakan sosial di Amerika Serikat pada dekade 1960-an.
Selain itu, RFK juga dikenal karena pengabdiannya terhadap hak asasi manusia, serta kemampuannya untuk berbicara tentang kesulitan yang dialami oleh minoritas, seperti para pekerja migran di California dan komunitas kulit hitam di selatan AS.
Pada tahun 1961, ketika JFK menjadi presiden, Robert diangkat sebagai Jaksa Agung AS. Dalam kapasitas ini, dia memainkan peran utama dalam berbagai reformasi, termasuk memerangi mafia, mendukung gerakan hak sipil, dan berjuang untuk hak-hak pekerja, terutama di daerah-daerah yang tertindas di selatan AS.
Perebutan Posisi Presiden dan Pembunuhan
Pada tahun 1964, RFK terpilih sebagai Senator dari New York, sebuah posisi yang membantunya membangun basis dukungan di seluruh negeri.
Namun, ambisi politiknya yang lebih besar terwujud pada tahun 1968, ketika dia mengumumkan pencalonannya sebagai presiden dalam pemilu 1968.
Meskipun berhadapan dengan lawan berat seperti Presiden Lyndon B Johnson (yang akhirnya tidak mencalonkan diri), RFK menciptakan kampanye yang penuh harapan, mengusung agenda perubahan sosial yang meliputi hak sipil, perlawanan terhadap Perang Vietnam, dan keadilan ekonomi.
Sayangnya, kampanye RFK berakhir tragis pada 5 Juni 1968, saat dia ditembak oleh Sirhan Sirhan, seorang pemuda yang diyakini terinspirasi oleh ketidaksukaan RFK terhadap kebijakan luar negeri AS.
RFK meninggal dua hari kemudian pada 6 Juni 1968, pada usia 42 tahun, meninggalkan dunia yang penuh duka dan kehilangan.
Meskipun karier politik RFK berakhir lebih awal, warisannya tetap hidup. Dia dikenal sebagai suara moral yang melawan ketidakadilan sosial dan ekonomi, serta menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan luar negeri yang kontroversial.
Kampanye pemilihan presiden RFK di tahun 1968 menyuarakan pesan tentang kesetaraan, kemiskinan, dan perdamaian, yang sangat resonan pada masa-masa pergolakan sosial di Amerika Serikat pada dekade 1960-an.
Selain itu, RFK juga dikenal karena pengabdiannya terhadap hak asasi manusia, serta kemampuannya untuk berbicara tentang kesulitan yang dialami oleh minoritas, seperti para pekerja migran di California dan komunitas kulit hitam di selatan AS.