China setelah 60 Tahun Ledakkan Bom Nuklir Pertamanya, Jadi Musuh Berbahaya AS
loading...
A
A
A
BEIJING - Rabu kemarin menandai peringatan 60 tahun sejak China secara resmi bergabung dengan klub kekuatan senjata nuklir.
Enam dekade setelah tonggak sejarah tersebut, Beijing berupaya meningkatkan kekuatan nuklirnya untuk menghadapi ancaman strategis baru. Sekarang, China berubah menjadi musuh yang berbahaya bagi Amerika Serikat (AS).
60 tahun yang lalu, pada 16 Oktober 1964, China melakukan uji coba bom nuklir pertamanya. Berlangsung di Lop Nur, provinsi Xinjiang, uji coba tersebut menghasilkan ledakan sebesar 22 kiloton—sebanding dengan kekuatan ledakan nuklir pertama Amerika dan Soviet, yang dengan tegas mengukuhkan status Republik Rakyat China (RRC) sebagai negara nuklir yang masih baru.
Memulai penelitian nuklirnya pada pertengahan 1950-an di tengah ketegangan yang hebat dengan Amerika Serikat (termasuk perang tembak dengan pasukan AS di Korea antara tahun 1950-1953, di mana komandan AS Douglas MacArthur meminta izin Gedung Putih untuk menggunakan senjata nuklir, dan eskalasi mematikan di Selat Taiwan antara September 1954 dan Mei 1955), negara raksasa Asia tersebut memulai program nuklirnya lebih awal berkat bantuan Soviet, dan melanjutkannya secara independen setelah perpecahan China-Soviet mulai terbentuk pada akhir 1950-an.
Uji coba bom nuklir China mengejutkan Washington, dengan intelijen AS yang hampir salah dalam segala hal—mulai dari kemampuan Beijing mengembangkan bom dengan sangat cepat, hingga menentukan bahwa uji coba Oktober 1964 akan melibatkan penggunaan uranium-235, bukan plutonium.
Dua tahun setelah uji coba tahun 1964, China menciptakan rudal nuklir pertamanya—Dongfeng-2 jarak menengah (secara harfiah berarti Angin Timur-2), dan kurang dari setahun setelah itu, negara tersebut menguji bom hidrogen pertamanya.
Republik Rakyat China memilih untuk tidak mengejar AS dan Uni Soviet dalam perlombaan negara adidaya untuk mengumpulkan puluhan ribu senjata nuklir, sebaliknya tetap berpegang pada kekuatan pencegah kecil yang jumlahnya sebanding dengan persenjataan Prancis dan Inggris.
China juga merupakan salah satu dari dua negara nuklir dengan kebijakan tidak menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu, yang menyatakan bahwa Beijing tidak akan meluncurkan senjata nuklirnya kecuali diserang menggunakan senjata tersebut terlebih dahulu.
India, yang memiliki perseteruan dengan China, memiliki kebijakan serupa.
Enam dekade setelah tonggak sejarah tersebut, Beijing berupaya meningkatkan kekuatan nuklirnya untuk menghadapi ancaman strategis baru. Sekarang, China berubah menjadi musuh yang berbahaya bagi Amerika Serikat (AS).
60 tahun yang lalu, pada 16 Oktober 1964, China melakukan uji coba bom nuklir pertamanya. Berlangsung di Lop Nur, provinsi Xinjiang, uji coba tersebut menghasilkan ledakan sebesar 22 kiloton—sebanding dengan kekuatan ledakan nuklir pertama Amerika dan Soviet, yang dengan tegas mengukuhkan status Republik Rakyat China (RRC) sebagai negara nuklir yang masih baru.
Memulai penelitian nuklirnya pada pertengahan 1950-an di tengah ketegangan yang hebat dengan Amerika Serikat (termasuk perang tembak dengan pasukan AS di Korea antara tahun 1950-1953, di mana komandan AS Douglas MacArthur meminta izin Gedung Putih untuk menggunakan senjata nuklir, dan eskalasi mematikan di Selat Taiwan antara September 1954 dan Mei 1955), negara raksasa Asia tersebut memulai program nuklirnya lebih awal berkat bantuan Soviet, dan melanjutkannya secara independen setelah perpecahan China-Soviet mulai terbentuk pada akhir 1950-an.
Uji coba bom nuklir China mengejutkan Washington, dengan intelijen AS yang hampir salah dalam segala hal—mulai dari kemampuan Beijing mengembangkan bom dengan sangat cepat, hingga menentukan bahwa uji coba Oktober 1964 akan melibatkan penggunaan uranium-235, bukan plutonium.
Dua tahun setelah uji coba tahun 1964, China menciptakan rudal nuklir pertamanya—Dongfeng-2 jarak menengah (secara harfiah berarti Angin Timur-2), dan kurang dari setahun setelah itu, negara tersebut menguji bom hidrogen pertamanya.
Republik Rakyat China memilih untuk tidak mengejar AS dan Uni Soviet dalam perlombaan negara adidaya untuk mengumpulkan puluhan ribu senjata nuklir, sebaliknya tetap berpegang pada kekuatan pencegah kecil yang jumlahnya sebanding dengan persenjataan Prancis dan Inggris.
China juga merupakan salah satu dari dua negara nuklir dengan kebijakan tidak menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu, yang menyatakan bahwa Beijing tidak akan meluncurkan senjata nuklirnya kecuali diserang menggunakan senjata tersebut terlebih dahulu.
India, yang memiliki perseteruan dengan China, memiliki kebijakan serupa.