Pemenang Nobel Perdamaian 2024: Gaza Seperti Jepang Setelah Dibom Nuklir
loading...
A
A
A
GAZA - Situasi dengan anak-anak di Jalur Gaza mirip dengan Jepang, setelah bom nuklir menghantam pada akhir Perang Dunia II. Itu diungkapkan Toshiyuki Mimaki, wakil ketua Nihon Hidankyo, kelompok pemenang Hadiah Nobel Perdamaian penyintas bom atom Hiroshima dan Nagasaki.
“Di Gaza, anak-anak yang berdarah digendong (oleh orang tua mereka). Ini seperti di Jepang 80 tahun lalu,” kata Mimaki pada konferensi pers di Tokyo, dilansir Anadolu. “Anak-anak di Hiroshima dan Nagasaki kehilangan ayah mereka dalam perang dan ibu mereka dalam pengeboman. Mereka menjadi yatim piatu.”
"Masyarakat menginginkan perdamaian. Namun, politisi bersikeras mengobarkan perang, dengan mengatakan, 'Kami tidak akan berhenti sampai kami menang.' Saya rasa ini berlaku untuk Rusia dan Israel, dan saya selalu bertanya-tanya apakah kekuatan Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat menghentikannya," kata Mimaki.
Baca Juga: Menguji Keberanian Israel Menyerang Iran
Ia juga memperingatkan bahwa senjata nuklir tidak membawa perdamaian. “Telah dikatakan bahwa karena senjata nuklir, dunia menjaga perdamaian. Namun, senjata nuklir dapat digunakan oleh teroris,” katanya.
“Jika Rusia menggunakannya untuk melawan Ukraina, atau Israel untuk melawan Gaza, itu tidak akan berhenti di situ.”
Mimaki berusia 3 tahun ketika bom atom dijatuhkan di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, menewaskan 140.000 korban.
Tiga hari kemudian, bom lain menghantam Nagasaki, menewaskan 70.000 korban lainnya. Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, yang mengakhiri Perang Dunia II.
Hadiah Nobel Perdamaian untuk tahun 2024 ini diberikan kepada Nihon Hidankyo, sebuah gerakan akar rumput yang mewakili para penyintas bom atom Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945, yang dikenal sebagai Hibakusha.
Nihon Hidankyo, yang didirikan pada tahun 1956, telah menjadi suara bagi para penyintas bom atom, memberikan kesaksian tentang kengerian perang nuklir dan mengadvokasi penghapusan total senjata nuklir.
“Di Gaza, anak-anak yang berdarah digendong (oleh orang tua mereka). Ini seperti di Jepang 80 tahun lalu,” kata Mimaki pada konferensi pers di Tokyo, dilansir Anadolu. “Anak-anak di Hiroshima dan Nagasaki kehilangan ayah mereka dalam perang dan ibu mereka dalam pengeboman. Mereka menjadi yatim piatu.”
"Masyarakat menginginkan perdamaian. Namun, politisi bersikeras mengobarkan perang, dengan mengatakan, 'Kami tidak akan berhenti sampai kami menang.' Saya rasa ini berlaku untuk Rusia dan Israel, dan saya selalu bertanya-tanya apakah kekuatan Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat menghentikannya," kata Mimaki.
Baca Juga: Menguji Keberanian Israel Menyerang Iran
Ia juga memperingatkan bahwa senjata nuklir tidak membawa perdamaian. “Telah dikatakan bahwa karena senjata nuklir, dunia menjaga perdamaian. Namun, senjata nuklir dapat digunakan oleh teroris,” katanya.
“Jika Rusia menggunakannya untuk melawan Ukraina, atau Israel untuk melawan Gaza, itu tidak akan berhenti di situ.”
Mimaki berusia 3 tahun ketika bom atom dijatuhkan di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, menewaskan 140.000 korban.
Tiga hari kemudian, bom lain menghantam Nagasaki, menewaskan 70.000 korban lainnya. Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, yang mengakhiri Perang Dunia II.
Hadiah Nobel Perdamaian untuk tahun 2024 ini diberikan kepada Nihon Hidankyo, sebuah gerakan akar rumput yang mewakili para penyintas bom atom Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945, yang dikenal sebagai Hibakusha.
Nihon Hidankyo, yang didirikan pada tahun 1956, telah menjadi suara bagi para penyintas bom atom, memberikan kesaksian tentang kengerian perang nuklir dan mengadvokasi penghapusan total senjata nuklir.
(ahm)