Data Sensitif Jet Tempur Siluman F-22, F-35, dan Bomber B-2 AS Bocor ke China, Rusia, dan Iran

Minggu, 01 September 2024 - 12:31 WIB
loading...
Data Sensitif Jet Tempur...
Pemerintah AS mendenda kontraktor pertahanan RTX atas tuduhan terkait kesalahan penanganan rahasia militer, termasuk data sensitif jet tempur siluman F-22, F-35, serta bomber B-2 Spirit. Foto/Lockheed Martin
A A A
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menjatuhkan denda senilai USD200 juta kepadakontraktor pertahanan RTX atas tuduhan terkait kesalahan penanganan rahasia militer, termasuk data sensitif tentang jet tempur siluman F-22, F-35, serta pesawat pengebom (bomber) B-2 Spirit.

Pelanggaran ini terjadi saat para karyawan RTX melakukan perjalanan ke China, Rusia, Iran, dan negara-negara lain, yang menimbulkan kekhawatiran tentang perlindungan informasi rahasia.

Denda ini dijatuhkan menyusul hasil pengungkapan sukarela RTX atas 750 pelanggaran Undang-Undang Pengawasan Ekspor Senjata dan Peraturan Lalu Lintas Senjata Internasional (ITAR)—yang terjadi selama enam tahun, dari Agustus 2017 hingga September 2023.



Menurut pernyataan Departemen Luar Negeri AS, pelanggaran tersebut melibatkan ekspor barang pertahanan yang tidak sah karena yurisdiksi dan klasifikasi yang tidak tepat, ekspor barang pertahanan yang dirahasiakan secara tidak sah, dan pengangkutan barang pertahanan yang tidak sah oleh karyawan RTX ke tujuan yang dilarang.

“RTX mengungkapkan semua dugaan pelanggaran secara sukarela,” kata Departemen Luar Negeri AS dalam pengumumannya pada 30 Agustus 2024.

“RTX juga bekerja sama dengan peninjauan Departemen [Luar Negeri] atas masalah ini dan telah menerapkan berbagai perbaikan pada program kepatuhannya sejak tindakan yang dipermasalahkan,” lanjut pengumuman tersebut, yang dilansir EurAsian Times, Minggu (1/9/2024).

Pihak RTX, melalui seorang juru bicaranya, mengatakan; “Tindakan tersebut sejalan dengan harapan perusahaan, yang kami ungkapkan selama laporan pendapatan kuartal kedua perusahaan pada 25 Juli 2024.”

Pernyataan itu menunjukkan bahwa RTX telah mengantisipasi penyelesaian tersebut dan telah mulai menangani masalah kepatuhan yang menyebabkan pelanggaran.

Sebagai bagian dari penyelesaian denda tersebut, Departemen Luar Negeri AS telah setuju untuk menangguhkan USD100 juta dari denda USD200 juta, dengan ketentuan bahwa RTX menggunakan dana tersebut untuk tindakan kepatuhan perbaikan yang disetujui berdasarkan Perjanjian Persetujuan.

Tindakan itu bertujuan untuk memperkuat program kepatuhan RTX, memastikan kepatuhan yang lebih ketat terhadap peraturan ekspor, dan menjaga rahasia militer.

Selain itu, setidaknya selama 24 bulan ke depan, RTX akan mempekerjakan Petugas Kepatuhan Khusus eksternal untuk mengawasi penerapan Perjanjian Persetujuan. Ini akan mencakup setidaknya satu audit eksternal atas program kepatuhan ITAR RTX dan penerapan tindakan kepatuhan lebih lanjut.

Rincian Pelanggaran


Colby Badhwar, seorang jurnalis dari media Insider versi bahasa Inggris yang berfokus pada Rusia, melaporkan bahwa sebagian besar pelanggaran dilakukan oleh Rockwell Collins sebelum diakuisisi oleh Raytheon pada tahun 2018, yang sekarang menjadi bagian dari RTX.

Namun, pelanggaran tersebut melibatkan beberapa divisi RTX, yang menyoroti masalah kepatuhan sistemik di seluruh perusahaan. Destinasi terlarang yang terlibat dalam pelanggaran ini termasuk Iran, Lebanon, Rusia, dan China, yang menggarisbawahi beratnya pelanggaran.

Banyak pelanggaran tampaknya berasal dari karyawan RTX yang bepergian ke luar negeri sambil membawa laptop kerja mereka.

Karyawan ini mencoba mengakses laptop mereka selama perjalanan ini, tanpa menyadari bahwa hal itu dapat mengungkap informasi sensitif.

Menurut Departemen Luar Negeri, laptop ini berisi berbagai "barang pertahanan" yang terkait dengan program militer AS yang penting, seperti Sistem Pertahanan Rudal Balistik Aegis, pesawat pengebom B-2 Spirit, F/A-18 E/F Super Hornet, F-35 Lightning II, dan Boeing E-3 AWACS.

Satu insiden penting terjadi pada bulan Mei dan Juni 2021, ketika seorang karyawan RTX melakukan perjalanan ke St Petersburg, Rusia, dengan laptop yang dikeluarkan RTX yang berisi data teknis yang dikontrol ITAR terkait dengan sedikitnya lima pesawat militer.

Selama perjalanan, karyawan tersebut melihat beberapa peringatan keamanan siber dan melaporkannya ke tim keamanan siber. Namun, peringatan ini "ditolak secara keliru" sebagai positif palsu, kemungkinan karena tim tersebut beralih ke alat keamanan siber baru.

Kelalaian dalam protokol keamanan ini menyoroti risiko yang terkait dengan langkah-langkah keamanan siber yang tidak memadai, terutama di wilayah dengan pengawasan yang lebih ketat.

Dalam kasus lain, seorang karyawan RTX melakukan perjalanan ke Iran dan mencoba masuk ke komputernya saat berada di negara tersebut. Tim keamanan RTX dengan cepat mendeteksi dan membekukan laptop tersebut, tetapi penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa hard drive-nya berisi data teknis yang sangat sensitif tentang pesawat pengebom B-2 Spirit dan pesawat tempur F-22 Raptor.

Kehadiran informasi penting tersebut di negara yang dikenai sanksi seperti Iran merupakan pelanggaran serius terhadap protokol keamanan AS, karena jenis data ini biasanya sangat dibatasi untuk mencegah paparannya terhadap musuh potensial.

Insiden lain yang meresahkan melibatkan seorang karyawan yang melakukan beberapa perjalanan ke Lebanon. Investigasi internal RTX kemudian menemukan bahwa laptop karyawan ini berisi data teknis tentang sistem rudal canggih, termasuk Standard Missile-3, Standard Missile-6, dan rudal ESSM.

Dalam pengungkapan tahun 2023, RTX mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, perusahaan tersebut telah mengekspor data teknis yang terkait dengan komponen F-22 Raptor secara tidak sah tanpa izin.

Data itu, yang telah salah diklasifikasikan pada bulan Maret 2018, dikirimkan kepada dua karyawan China di fasilitas Collins di Shanghai.

Pemerintah AS meninjau berkas yang terlibat dan menyimpulkan bahwa ekspor data teknis yang tidak sah ini telah membahayakan keamanan nasional dan berdampak negatif pada program Departemen Pertahanan.
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1151 seconds (0.1#10.140)