Ironi Arab Saudi, Tangkapi Pengkritik Israel tapi Benderanya Diinjak-injak Tentara Zionis
loading...
A
A
A
RIYADH - Foto-foto sedang viral memperlihatkan sekelompok tentara Zionis yang mengibarkan bendera Israel sambil berdiri menginjak bendera Arab Saudi yang bertuliskan kalimat syahadat.
Pemandangan yang memicu kemarahan komunitas Muslim pengguna media sosial itu menjadi ironi. Sebab, bulan lalu, pihak berwenang kerajaan Arab Saudi dilaporkan menangkapi warganya yang mengkritik Israel di media sosial.
Foto-foto penghinaan bendera nasional Arab Saudi tersebut dibagikan di platform media sosial X awal pekan ini oleh seorang pengguna bernama Tamer, yang mengungkapnya di akun Instagram dua tentara Israel.
Mengutip Middle East Eye (MEE), Kamis (27/6/2024), foto-foto itu belum dapat diverifikasi secara independen keasliannya atau kapan foto tersebut diambil.
Namun para tentara Israel terus membagikan foto-foto kontroversial mereka dari Gaza, Palestina.
Beberapa konten yang dibagikan mencakup warga Palestina yang ditahan dan menjadi sasaran pelecehan, yang menurut para ahli hukum dapat dianggap sebagai kejahatan perang.
“Sekelompok tentara Israel di Brigade Pasukan Terjun Payung menginjak-injak bendera Saudi dan kalimat syahadat, selama invasi darat ke kota Khan Younis [di Gaza],” kata Tamer dalam keterangan berbahasa Arab pada foto tersebut.
“Ini yang diunggah seorang tentara di akun Instagramnya. Ini adalah kekotoran dan penghinaan Israel,” lanjutnya.
Postingan tersebut dengan cepat menjadi viral, dengan ratusan orang menyoroti bahwa bendera Arab Saudi memuat kalimat syahadat.
“Kata ini tertulis di bendera Arab Saudi dan teroris Israel telah menantang kehormatan seluruh umat Islam,” tulis seorang pengguna X, menggunakan istilah yang mengacu pada komunitas Muslim yang lebih luas.
Beberapa pengguna media sosial mengkritik apa yang mereka anggap sebagai kurangnya sikap warga Arab Saudi terhadap perjuangan Palestina dan menggunakan foto tersebut sebagai bukti mengapa kerajaan tersebut tidak seharusnya menormalisasi hubungan dengan Israel.
Foto-foto yang viral itu menjadi ironi bagi Kerajaan Arab Saudi. Sebab, pada awal Mei 2024, pihak berwenang mereka dilaporkan telah melancarkan tindakan keras terhadap warga negara yang menyampaikan pandangan kritis terhadap perang brutal Israel di Gaza secara online.
Laporan itu diterbitkan Bloomberg, yang muncul ketika para pejabat Amerika Serikat menyarankan pembicaraan sedang dilakukan untuk mencapai kesepakatan normalisasi Arab Saudi-Israel.
Menurut laporan tersebut, dengan mengutip sumber diplomatik yang tidak disebutkan namanya, penahanan tersebut termasuk seorang eksekutif yang bekerja untuk sebuah perusahaan yang terlibat dalam Visi 2030, proyek ekonomi utama yang dipelopori oleh Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman.
Sumber yang mengetahui masalah ini mengatakan kepada Bloomberg bahwa orang tersebut ditangkap karena mengungkapkan pandangan yang “menghasut” mengenai konflik Israel-Gaza saat ini.
Tahanan kedua adalah tokoh media, yang menurut laporan Bloomberg mengatakan bahwa “Israel tidak boleh dimaafkan”, dan yang lainnya adalah seseorang yang menyerukan boikot terhadap restoran cepat saji AS di kerajaan tersebut.
Aktivis Saudi mengatakan bahwa laporan tersebut menunjukkan bahwa prospek normalisasi dengan Israel telah menyebabkan penindasan yang lebih besar di masyarakat Saudi.
“Ini mengungkap kebohongan seputar potensi normalisasi antara Arab Saudi dan Israel,” kata Lina al-Hathloul, kepala pemantauan dan advokasi kelompok hak asasi manusia (HAM) ALQST, kepada Middle East Eye.
"Ini disebut-sebut sebagai perjanjian perdamaian antara Israel dan negara-negara Arab. Tidak ada perang antara Arab Saudi dan Israel. Jadi yang kami lihat adalah bahwa alih-alih membawa perdamaian, hal ini kemungkinan akan menyebabkan lebih banyak penangkapan dan pelecehan terhadap rakyat Saudi," paparnya.
Secara formal, para petinggi kerajaan termasuk Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah menyuarakan pembelaannya pada Palestina. Baru-baru ini, putra Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud itu mendesak komunitas internasional untuk mengakui Negara Palestina yang merdeka sesuai perbatasan tahun 1967 dan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Pemandangan yang memicu kemarahan komunitas Muslim pengguna media sosial itu menjadi ironi. Sebab, bulan lalu, pihak berwenang kerajaan Arab Saudi dilaporkan menangkapi warganya yang mengkritik Israel di media sosial.
Foto-foto penghinaan bendera nasional Arab Saudi tersebut dibagikan di platform media sosial X awal pekan ini oleh seorang pengguna bernama Tamer, yang mengungkapnya di akun Instagram dua tentara Israel.
Mengutip Middle East Eye (MEE), Kamis (27/6/2024), foto-foto itu belum dapat diverifikasi secara independen keasliannya atau kapan foto tersebut diambil.
Namun para tentara Israel terus membagikan foto-foto kontroversial mereka dari Gaza, Palestina.
Beberapa konten yang dibagikan mencakup warga Palestina yang ditahan dan menjadi sasaran pelecehan, yang menurut para ahli hukum dapat dianggap sebagai kejahatan perang.
“Sekelompok tentara Israel di Brigade Pasukan Terjun Payung menginjak-injak bendera Saudi dan kalimat syahadat, selama invasi darat ke kota Khan Younis [di Gaza],” kata Tamer dalam keterangan berbahasa Arab pada foto tersebut.
“Ini yang diunggah seorang tentara di akun Instagramnya. Ini adalah kekotoran dan penghinaan Israel,” lanjutnya.
Postingan tersebut dengan cepat menjadi viral, dengan ratusan orang menyoroti bahwa bendera Arab Saudi memuat kalimat syahadat.
“Kata ini tertulis di bendera Arab Saudi dan teroris Israel telah menantang kehormatan seluruh umat Islam,” tulis seorang pengguna X, menggunakan istilah yang mengacu pada komunitas Muslim yang lebih luas.
Beberapa pengguna media sosial mengkritik apa yang mereka anggap sebagai kurangnya sikap warga Arab Saudi terhadap perjuangan Palestina dan menggunakan foto tersebut sebagai bukti mengapa kerajaan tersebut tidak seharusnya menormalisasi hubungan dengan Israel.
Ironi bagi Arab Saudi
Foto-foto yang viral itu menjadi ironi bagi Kerajaan Arab Saudi. Sebab, pada awal Mei 2024, pihak berwenang mereka dilaporkan telah melancarkan tindakan keras terhadap warga negara yang menyampaikan pandangan kritis terhadap perang brutal Israel di Gaza secara online.
Laporan itu diterbitkan Bloomberg, yang muncul ketika para pejabat Amerika Serikat menyarankan pembicaraan sedang dilakukan untuk mencapai kesepakatan normalisasi Arab Saudi-Israel.
Menurut laporan tersebut, dengan mengutip sumber diplomatik yang tidak disebutkan namanya, penahanan tersebut termasuk seorang eksekutif yang bekerja untuk sebuah perusahaan yang terlibat dalam Visi 2030, proyek ekonomi utama yang dipelopori oleh Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman.
Sumber yang mengetahui masalah ini mengatakan kepada Bloomberg bahwa orang tersebut ditangkap karena mengungkapkan pandangan yang “menghasut” mengenai konflik Israel-Gaza saat ini.
Tahanan kedua adalah tokoh media, yang menurut laporan Bloomberg mengatakan bahwa “Israel tidak boleh dimaafkan”, dan yang lainnya adalah seseorang yang menyerukan boikot terhadap restoran cepat saji AS di kerajaan tersebut.
Aktivis Saudi mengatakan bahwa laporan tersebut menunjukkan bahwa prospek normalisasi dengan Israel telah menyebabkan penindasan yang lebih besar di masyarakat Saudi.
“Ini mengungkap kebohongan seputar potensi normalisasi antara Arab Saudi dan Israel,” kata Lina al-Hathloul, kepala pemantauan dan advokasi kelompok hak asasi manusia (HAM) ALQST, kepada Middle East Eye.
"Ini disebut-sebut sebagai perjanjian perdamaian antara Israel dan negara-negara Arab. Tidak ada perang antara Arab Saudi dan Israel. Jadi yang kami lihat adalah bahwa alih-alih membawa perdamaian, hal ini kemungkinan akan menyebabkan lebih banyak penangkapan dan pelecehan terhadap rakyat Saudi," paparnya.
Secara formal, para petinggi kerajaan termasuk Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah menyuarakan pembelaannya pada Palestina. Baru-baru ini, putra Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud itu mendesak komunitas internasional untuk mengakui Negara Palestina yang merdeka sesuai perbatasan tahun 1967 dan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
(mas)