Jelang Bertemu Trump, Jong-un Peringatkan Para Jenderalnya 'Jangan Neko-neko'
A
A
A
WASHINGTON - Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un, dilaporkan mengeluarkan perintah khusus kepada para jenderalnya sebelum bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada bulan Februari lalu. Jong-un tampaknya sangat ingin mengamankan sebuah kesepakatan dalam pertemuan itu meski pada akhirnya berujung pada kegagalan.
Seorang pejabat senior Korea Selatan (Korsel) dan pejabat pertahanan AS mengatakan Jong-un mengeluarkan perintah agar para jenderalnya tidak melakukan rencana yang tidak direncanakan. Jong-un juga meminta agar pasukan Korut berada dalam posisi pasif, tanpa ada indikasi mereka bergerak di lapangan. Jong-un khawatir setiap gerakan unit militernya yang tidak sengaja akan meningkatkan ketegangan jelang pertemuan.
Tujuan Jong-un adalah untuk memastikan langkah-langkah membangun kepercayaan militer akan tetap ada, terutama di zona demiliterisasi antara Korut dan Korsel, dengan harapan membantunya meyakinkan Trump untuk melonggarkan sanksi terhadap rezim.
Perintah yang sebelumnya tidak diungkapkan oleh pemimpin Korut dan kegagalan untuk meyakinkan Trump menyetujui pencabutan sebagian sanksi tanpa bergerak ke arah denuklirisasi telah menggarisbawahi penilaian oleh AS bahwa Kim berpikir dia bisa meyakinkan Trump untuk setuju.
"Dia meremehkan Presiden," kata pejabat AS seperti dikutip dari CNN, Kamis (4/4/2019).
Menurut pejabat itu pasukan Korut kemudian kembali ke status penempatan reguler mereka. Perintah itu tidak melibatkan lokasi rudal dan nuklir yang selalu di bawah kendali ketat Kim Jong-un.
Perintah yang dikeluarkan oleh Kim Jong-un sebelum KTT secara signifikan akan mengurangi kemampuan unit yang terkena dampak untuk tiba-tiba menembakkan senjata mereka. AS tidak melihat bukti bahwa Korut bermaksud melakukan provokasi dengan menggunakan kekuatan konvensionalnya, menunjukkan bahwa perintah Jong-un mungkin lebih berkaitan dengan kekhawatirannya tentang kesalahan tiba-tiba di lapangan.
Beberapa pejabat senior militer AS terus mengatakan, untuk saat ini, mereka tidak melihat bukti Jong-un sedang merencanakan peluncuran satelit atau rudal, atau uji coba nuklir, yang semuanya akan dipandang oleh AS sebagai provokasi besar. Prioritasnya tampaknya masih mendapatkan bantuan sanksi dari AS dan berusaha menjalin lebih banyak hubungan ekonomi dengan Korea Selatan (Korsel).
Pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump di Hanoi, Vietnam, pada akhir Februari lalu berakhir dengan tanpa adanya kesepakatan. Bukan hanya itu, pertemuan tersebut juga berakhir lebih cepat dari yang dijadwalkan, setelah Trump 'walk out' di tengah pertemuan.
Trump, dalam sebuah konferensi pers kemudian mengungkap alasan dia 'walk out' dan tidak membuat kesepakatan apapun dengan Jong-un. Alasanya adalah permintaan penghapusan sanksi yang tidak bisa diterima oleh Trump.
Baca Juga: Pertemuan Kedua Trump dan Kim Jong-un Berakhir Tanpa Kesepakatan
Seorang pejabat senior Korea Selatan (Korsel) dan pejabat pertahanan AS mengatakan Jong-un mengeluarkan perintah agar para jenderalnya tidak melakukan rencana yang tidak direncanakan. Jong-un juga meminta agar pasukan Korut berada dalam posisi pasif, tanpa ada indikasi mereka bergerak di lapangan. Jong-un khawatir setiap gerakan unit militernya yang tidak sengaja akan meningkatkan ketegangan jelang pertemuan.
Tujuan Jong-un adalah untuk memastikan langkah-langkah membangun kepercayaan militer akan tetap ada, terutama di zona demiliterisasi antara Korut dan Korsel, dengan harapan membantunya meyakinkan Trump untuk melonggarkan sanksi terhadap rezim.
Perintah yang sebelumnya tidak diungkapkan oleh pemimpin Korut dan kegagalan untuk meyakinkan Trump menyetujui pencabutan sebagian sanksi tanpa bergerak ke arah denuklirisasi telah menggarisbawahi penilaian oleh AS bahwa Kim berpikir dia bisa meyakinkan Trump untuk setuju.
"Dia meremehkan Presiden," kata pejabat AS seperti dikutip dari CNN, Kamis (4/4/2019).
Menurut pejabat itu pasukan Korut kemudian kembali ke status penempatan reguler mereka. Perintah itu tidak melibatkan lokasi rudal dan nuklir yang selalu di bawah kendali ketat Kim Jong-un.
Perintah yang dikeluarkan oleh Kim Jong-un sebelum KTT secara signifikan akan mengurangi kemampuan unit yang terkena dampak untuk tiba-tiba menembakkan senjata mereka. AS tidak melihat bukti bahwa Korut bermaksud melakukan provokasi dengan menggunakan kekuatan konvensionalnya, menunjukkan bahwa perintah Jong-un mungkin lebih berkaitan dengan kekhawatirannya tentang kesalahan tiba-tiba di lapangan.
Beberapa pejabat senior militer AS terus mengatakan, untuk saat ini, mereka tidak melihat bukti Jong-un sedang merencanakan peluncuran satelit atau rudal, atau uji coba nuklir, yang semuanya akan dipandang oleh AS sebagai provokasi besar. Prioritasnya tampaknya masih mendapatkan bantuan sanksi dari AS dan berusaha menjalin lebih banyak hubungan ekonomi dengan Korea Selatan (Korsel).
Pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump di Hanoi, Vietnam, pada akhir Februari lalu berakhir dengan tanpa adanya kesepakatan. Bukan hanya itu, pertemuan tersebut juga berakhir lebih cepat dari yang dijadwalkan, setelah Trump 'walk out' di tengah pertemuan.
Trump, dalam sebuah konferensi pers kemudian mengungkap alasan dia 'walk out' dan tidak membuat kesepakatan apapun dengan Jong-un. Alasanya adalah permintaan penghapusan sanksi yang tidak bisa diterima oleh Trump.
Baca Juga: Pertemuan Kedua Trump dan Kim Jong-un Berakhir Tanpa Kesepakatan
(ian)