Filipina Buka Stasiun Mata-mata Baru di Dekat Taiwan Seiring Militerisasi AS
loading...
A
A
A
MANILA - Filipina telah membuka stasiun Penjaga Pantai baru di satu pulau yang menghadap Taiwan untuk meningkatkan pengawasan.
“Stasiun pemantauan di pulau Itbayat, provinsi Batanes utara, akan ditugaskan mengumpulkan data dan intelijen untuk meningkatkan kesadaran domain maritim dan memperkuat langkah-langkah keamanan di sepanjang Selat Luzon,” ungkap pernyataan Penasihat Keamanan Nasional Filipina Eduardo Ano.
Langkah strategis ini sejalan dengan rencana induk yang dipimpin Amerika Serikat (AS) untuk mengimbangi ancaman yang dirasakan dari China.
Pejabat Filipina tersebut mengutip dugaan “peningkatan militer” Beijing di Selat Luzon dan kehadiran kapal penelitian dan/atau survei berbendera China.
Selat Luzon terletak di antara pulau Luzon di Filipina dan Taiwan. Itbayat berjarak sekitar 200 kilometer dari Tanjung Eluanbi, titik paling selatan di pulau Taiwan.
Taiwan telah diperintah secara independen dari China daratan sejak tahun 1949. Beijing memandang pulau itu sebagai provinsinya, sementara Taiwan, wilayah dengan pemerintahan terpilihnya sendiri, menyatakan Taiwan adalah negara otonom, namun tidak mendeklarasikan kemerdekaannya.
China menentang kontak resmi negara asing dengan Taipei dan menganggap kedaulatan Tiongkok atas pulau itu tidak dapat disangkal.
Fasilitas baru Filipina tersebut diresmikan pada Kamis dalam upacara yang dipimpin Kepala Penjaga Pantai Filipina (PCG) Laksamana Ronnie Gil Gavan.
“Langkah ini akan berfungsi meningkatkan kemampuan PCG di wilayah yang sangat penting, yaitu di ujung utara negara; perbatasan rawan kita dan kita perlu memantau apa yang terjadi di sana,” ungkap juru bicara Laksamana Muda Armand Balilo kepada Philippine Daily Inquirer.
Waktu peresmian stasiun tersebut bertepatan dengan latihan militer besar-besaran China di sekitar Taiwan sebagai “hukuman keras” atas tindakan separatis pasukan “kemerdekaan Taiwan” dan “peringatan keras” terhadap campur tangan dan provokasi oleh “kekuatan eksternal.”
Dengan nama sandi Joint Sword 2024A, latihan yang dilakukan pada 23-24 Mei ini melibatkan berbagai dinas militer China meliputi angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, dan angkatan roket.
Latihan tersebut diadakan di Selat Taiwan, utara, selatan, dan timur Taiwan, serta wilayah di sekitar pulau Kinmen, Matsu, Wuqiu, dan Dongyin yang dikuasai Taiwan, sesuai dengan Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat China.
Latihan China juga dilakukan ketika AS semakin memicu ketegangan di kawasan dengan serangkaian latihan militer gabungan.
Latihan perang Balikatan AS-Filipina pada April diadakan di dekat Laut China Selatan, tempat Beijing dan Manila mempunyai klaim teritorial.
China mengecam latihan tersebut karena hanya akan semakin memperburuk ketegangan regional.
“Filipina harus memahami bahwa menarik negara-negara di luar Laut China Selatan untuk mengerahkan kekuatan mereka dan memicu konfrontasi di kawasan hanya akan meningkatkan ketegangan dan merusak stabilitas kawasan,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian.
Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte juga memperingatkan Presiden saat ini Bongbong Marcos Jr tentang risiko bersujud kepada Amerika Serikat (AS), sambil menuduh Washington mencoba memprovokasi perang antara Filipina dan China.
“Filipina, sekutu utama AS di kawasan yang menjadi tuan rumah pangkalan militernya, semakin dimiliterisasi oleh AS dalam upaya membentuk negara kepulauan itu menjadi proksi potensi konflik dengan China,” pungkas analis geopolitik kepada Sputnik.
“Stasiun pemantauan di pulau Itbayat, provinsi Batanes utara, akan ditugaskan mengumpulkan data dan intelijen untuk meningkatkan kesadaran domain maritim dan memperkuat langkah-langkah keamanan di sepanjang Selat Luzon,” ungkap pernyataan Penasihat Keamanan Nasional Filipina Eduardo Ano.
Langkah strategis ini sejalan dengan rencana induk yang dipimpin Amerika Serikat (AS) untuk mengimbangi ancaman yang dirasakan dari China.
Pejabat Filipina tersebut mengutip dugaan “peningkatan militer” Beijing di Selat Luzon dan kehadiran kapal penelitian dan/atau survei berbendera China.
Selat Luzon terletak di antara pulau Luzon di Filipina dan Taiwan. Itbayat berjarak sekitar 200 kilometer dari Tanjung Eluanbi, titik paling selatan di pulau Taiwan.
Taiwan telah diperintah secara independen dari China daratan sejak tahun 1949. Beijing memandang pulau itu sebagai provinsinya, sementara Taiwan, wilayah dengan pemerintahan terpilihnya sendiri, menyatakan Taiwan adalah negara otonom, namun tidak mendeklarasikan kemerdekaannya.
China menentang kontak resmi negara asing dengan Taipei dan menganggap kedaulatan Tiongkok atas pulau itu tidak dapat disangkal.
Fasilitas baru Filipina tersebut diresmikan pada Kamis dalam upacara yang dipimpin Kepala Penjaga Pantai Filipina (PCG) Laksamana Ronnie Gil Gavan.
“Langkah ini akan berfungsi meningkatkan kemampuan PCG di wilayah yang sangat penting, yaitu di ujung utara negara; perbatasan rawan kita dan kita perlu memantau apa yang terjadi di sana,” ungkap juru bicara Laksamana Muda Armand Balilo kepada Philippine Daily Inquirer.
Waktu peresmian stasiun tersebut bertepatan dengan latihan militer besar-besaran China di sekitar Taiwan sebagai “hukuman keras” atas tindakan separatis pasukan “kemerdekaan Taiwan” dan “peringatan keras” terhadap campur tangan dan provokasi oleh “kekuatan eksternal.”
Dengan nama sandi Joint Sword 2024A, latihan yang dilakukan pada 23-24 Mei ini melibatkan berbagai dinas militer China meliputi angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, dan angkatan roket.
Latihan tersebut diadakan di Selat Taiwan, utara, selatan, dan timur Taiwan, serta wilayah di sekitar pulau Kinmen, Matsu, Wuqiu, dan Dongyin yang dikuasai Taiwan, sesuai dengan Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat China.
Latihan China juga dilakukan ketika AS semakin memicu ketegangan di kawasan dengan serangkaian latihan militer gabungan.
Latihan perang Balikatan AS-Filipina pada April diadakan di dekat Laut China Selatan, tempat Beijing dan Manila mempunyai klaim teritorial.
China mengecam latihan tersebut karena hanya akan semakin memperburuk ketegangan regional.
“Filipina harus memahami bahwa menarik negara-negara di luar Laut China Selatan untuk mengerahkan kekuatan mereka dan memicu konfrontasi di kawasan hanya akan meningkatkan ketegangan dan merusak stabilitas kawasan,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian.
Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte juga memperingatkan Presiden saat ini Bongbong Marcos Jr tentang risiko bersujud kepada Amerika Serikat (AS), sambil menuduh Washington mencoba memprovokasi perang antara Filipina dan China.
“Filipina, sekutu utama AS di kawasan yang menjadi tuan rumah pangkalan militernya, semakin dimiliterisasi oleh AS dalam upaya membentuk negara kepulauan itu menjadi proksi potensi konflik dengan China,” pungkas analis geopolitik kepada Sputnik.
(sya)