Langka! AS Tak Bela Israel, DK PBB Tuntut Gencatan Senjata di Gaza
loading...
A
A
A
NEW YORK - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mengadopsi resolusi pada Senin (25/3/2024) yang menuntut gencatan senjata segera antara Israel dan Hamas.
Itu terjadi setelah Amerika Serikat (AS) abstain dalam pemungutan suara resolusi tersebut, yang memicu perselisihan dengan sekutunya; Israel.
Langkah Washington itu langka, karena selama ini mereka membela Israel dengan menggunakan hak vetonya.
Sebanyak 14 anggota DK PBB yang tersisa memberikan suara untuk resolusi tersebut—yang diusulkan oleh 10 anggota terpilih dari badan tersebut—yang juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera. Ada tepuk tangan di ruang dewan setelah pemungutan suara.
“Resolusi ini harus dilaksanakan. Kegagalan tidak bisa dimaafkan,” tulis Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di media sosial, seperti dikutip Reuters, Selasa (26/3/2024).
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kegagalan Amerika untuk memveto resolusi tersebut merupakan “kemunduran yang jelas” dari posisi sebelumnya dan akan merugikan upaya perang Israel dan upaya untuk membebaskan lebih dari 130 sandera yang masih ditahan oleh Hamas.
“Suara kami tidak demikian, dan saya ulangi bahwa hal itu tidak mewakili perubahan dalam kebijakan kami,” kata juru bicara Gedung Putih John Kirby kepada wartawan.
"Tidak ada yang berubah mengenai kebijakan kami. Tidak ada," katanya lagi.
Setelah pemungutan suara di PBB, Netanyahu membatalkan kunjungan delegasi tingkat tinggi ke Washington yang dijadwalkan untuk membahas rencana operasi militer Israel di kota Rafah di Gaza selatan, tempat sekitar 1,5 juta warga Palestina mencari perlindungan.
AS bingung dengan keputusan Israel dan menganggapnya sebagai reaksi berlebihan, kata seorang pejabat AS yang tidak mau disebutkan namanya.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield memberikan suara abstain dalam pemungutan suara mengenai resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza dalam pertemuan DK PBB mengenai situasi di Timur Tengah pada Senin.
Perwakilan Inggris untuk PBB Barbara Woodward memberikan suara mendukung.
Washington sebelumnya menolak kata-kata "gencatan senjata" pada awal perang yang sudah berlangsung hampir enam bulan di Jalur Gaza dan menggunakan hak vetonya untuk melindungi Israel ketika mereka membalas serangan Hamas pada 7 Oktober yang menurut Israel menewaskan 1.200 orang.
Namun ketika kelaparan terjadi di Gaza dan di tengah meningkatnya tekanan global untuk melakukan gencatan senjata dalam perang yang menurut otoritas kesehatan Palestina telah menewaskan sekitar 32.000 orang, AS pada hari Senin abstain dan mengizinkan DK PBB untuk menuntut gencatan senjata segera selama bulan Ramadhan, yang berakhir dalam dua minggu.
“Pembantaian Hamas-lah yang memulai perang ini,” kesal Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan.
"Resolusi yang baru saja diputuskan membuat seolah-olah perang dimulai dengan sendirinya...Israel tidak memulai perang ini, dan Israel juga tidak menginginkan perang ini," lanjut dia.
Hamas menyambut baik resolusi DK PBB, dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka "menegaskan kesiapan untuk segera melakukan pertukaran tahanan di kedua pihak".
Di sisi lain, PM sementara Lebanon, Najib Mikati, mengatakan semua negara harus menekan Israel untuk berhenti menyerang Lebanon. Militer Israel dan kelompok bersenjata Lebanon; Hizbullah, saling baku tembak di perbatasan selatan Lebanon.
Hizbullah tidak segera mengomentari pemungutan suara PBB tersebut.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan AS sepenuhnya mendukung beberapa tujuan penting dalam resolusi ini, namun menambahkan bahwa Washington tidak setuju dengan semua yang ada dalam resolusi tersebut.
“Kami yakin penting bagi dewan untuk bersuara dan menjelaskan bahwa gencatan senjata harus dilakukan dengan pembebasan semua sandera,” kata Thomas-Greenfield kepada dewan.
“Gencatan senjata bisa segera dimulai dengan pembebasan sandera pertama, jadi kita harus memberikan tekanan pada Hamas untuk melakukan hal itu.”
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mengatakan resolusi DK PBB bersifat mengikat.
“Bagi jutaan orang di Gaza, yang masih terperosok dalam bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, resolusi ini—jika diterapkan secara penuh dan efektif—masih dapat membawa harapan yang telah lama ditunggu-tunggu,” katanya kepada dewan tersebut.
Wakil juru bicara PBB Farhan Haq mengatakan resolusi DK PBB adalah hukum internasional. "Sehingga resolusi tersebut mengikat seperti halnya hukum internasional," katanya.
Namun, jika tidak ada gencatan senjata di Gaza, kecil kemungkinan DK PBB akan mengambil tindakan lebih lanjut.
"Resolusi tersebut juga menekankan kebutuhan mendesak untuk memperluas aliran bantuan kemanusiaan dan memperkuat perlindungan warga sipil di seluruh Jalur Gaza dan menegaskan kembali tuntutannya untuk menghilangkan semua hambatan terhadap penyediaan bantuan kemanusiaan dalam skala besar," katanya.
Guterres mendesak Israel pada hari Senin untuk menghilangkan semua hambatan bantuan ke Gaza dan mengizinkan konvoi badan pengungsi Palestina PBB; UNRWA, ke utara wilayah pesisir tersebut.
Kelaparan akan segera terjadi dan kemungkinan besar akan terjadi pada bulan Mei di Gaza utara dan dapat menyebar ke seluruh wilayah kantong tersebut pada bulan Juli, menurut laporan yang didukung PBB oleh otoritas global mengenai ketahanan pangan yang dirilis pekan lalu.
Pengungsi Palestina di Rafah berharap gencatan senjata akan dilaksanakan.
“Kami berharap kali ini akan ada gencatan senjata sehingga keadaan menjadi tenang dan orang-orang dapat kembali ke rumah mereka—cukup banyak pertumpahan darah, kehancuran, martir, dan kematian,” kata Wafaa Al-Deais kepada Reuters sambil membuat teh di atas api di luar tenda.
Amerika telah memveto tiga rancangan resolusi dewan mengenai perang di Gaza. Sebelumnya mereka juga abstain sebanyak dua kali, sehingga memungkinkan dewan untuk mengadopsi resolusi yang bertujuan untuk meningkatkan bantuan ke Gaza dan menyerukan jeda yang lebih lama dalam pertempuran.
Rusia dan China juga telah memveto dua resolusi yang dirancang AS mengenai konflik tersebut-–pada bulan Oktober dan pada hari Jumat.
“Ini pasti menjadi titik balik,” kata utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, kepada DK PBB setelah pemungutan suara pada hari Senin. "Ini harus menyelamatkan nyawa di lapangan."
Itu terjadi setelah Amerika Serikat (AS) abstain dalam pemungutan suara resolusi tersebut, yang memicu perselisihan dengan sekutunya; Israel.
Langkah Washington itu langka, karena selama ini mereka membela Israel dengan menggunakan hak vetonya.
Sebanyak 14 anggota DK PBB yang tersisa memberikan suara untuk resolusi tersebut—yang diusulkan oleh 10 anggota terpilih dari badan tersebut—yang juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera. Ada tepuk tangan di ruang dewan setelah pemungutan suara.
“Resolusi ini harus dilaksanakan. Kegagalan tidak bisa dimaafkan,” tulis Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di media sosial, seperti dikutip Reuters, Selasa (26/3/2024).
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kegagalan Amerika untuk memveto resolusi tersebut merupakan “kemunduran yang jelas” dari posisi sebelumnya dan akan merugikan upaya perang Israel dan upaya untuk membebaskan lebih dari 130 sandera yang masih ditahan oleh Hamas.
“Suara kami tidak demikian, dan saya ulangi bahwa hal itu tidak mewakili perubahan dalam kebijakan kami,” kata juru bicara Gedung Putih John Kirby kepada wartawan.
"Tidak ada yang berubah mengenai kebijakan kami. Tidak ada," katanya lagi.
Setelah pemungutan suara di PBB, Netanyahu membatalkan kunjungan delegasi tingkat tinggi ke Washington yang dijadwalkan untuk membahas rencana operasi militer Israel di kota Rafah di Gaza selatan, tempat sekitar 1,5 juta warga Palestina mencari perlindungan.
AS bingung dengan keputusan Israel dan menganggapnya sebagai reaksi berlebihan, kata seorang pejabat AS yang tidak mau disebutkan namanya.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield memberikan suara abstain dalam pemungutan suara mengenai resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza dalam pertemuan DK PBB mengenai situasi di Timur Tengah pada Senin.
Perwakilan Inggris untuk PBB Barbara Woodward memberikan suara mendukung.
Washington sebelumnya menolak kata-kata "gencatan senjata" pada awal perang yang sudah berlangsung hampir enam bulan di Jalur Gaza dan menggunakan hak vetonya untuk melindungi Israel ketika mereka membalas serangan Hamas pada 7 Oktober yang menurut Israel menewaskan 1.200 orang.
Namun ketika kelaparan terjadi di Gaza dan di tengah meningkatnya tekanan global untuk melakukan gencatan senjata dalam perang yang menurut otoritas kesehatan Palestina telah menewaskan sekitar 32.000 orang, AS pada hari Senin abstain dan mengizinkan DK PBB untuk menuntut gencatan senjata segera selama bulan Ramadhan, yang berakhir dalam dua minggu.
“Pembantaian Hamas-lah yang memulai perang ini,” kesal Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan.
"Resolusi yang baru saja diputuskan membuat seolah-olah perang dimulai dengan sendirinya...Israel tidak memulai perang ini, dan Israel juga tidak menginginkan perang ini," lanjut dia.
Hamas menyambut baik resolusi DK PBB, dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka "menegaskan kesiapan untuk segera melakukan pertukaran tahanan di kedua pihak".
Di sisi lain, PM sementara Lebanon, Najib Mikati, mengatakan semua negara harus menekan Israel untuk berhenti menyerang Lebanon. Militer Israel dan kelompok bersenjata Lebanon; Hizbullah, saling baku tembak di perbatasan selatan Lebanon.
Hizbullah tidak segera mengomentari pemungutan suara PBB tersebut.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan AS sepenuhnya mendukung beberapa tujuan penting dalam resolusi ini, namun menambahkan bahwa Washington tidak setuju dengan semua yang ada dalam resolusi tersebut.
“Kami yakin penting bagi dewan untuk bersuara dan menjelaskan bahwa gencatan senjata harus dilakukan dengan pembebasan semua sandera,” kata Thomas-Greenfield kepada dewan.
“Gencatan senjata bisa segera dimulai dengan pembebasan sandera pertama, jadi kita harus memberikan tekanan pada Hamas untuk melakukan hal itu.”
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mengatakan resolusi DK PBB bersifat mengikat.
“Bagi jutaan orang di Gaza, yang masih terperosok dalam bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, resolusi ini—jika diterapkan secara penuh dan efektif—masih dapat membawa harapan yang telah lama ditunggu-tunggu,” katanya kepada dewan tersebut.
Wakil juru bicara PBB Farhan Haq mengatakan resolusi DK PBB adalah hukum internasional. "Sehingga resolusi tersebut mengikat seperti halnya hukum internasional," katanya.
Namun, jika tidak ada gencatan senjata di Gaza, kecil kemungkinan DK PBB akan mengambil tindakan lebih lanjut.
"Resolusi tersebut juga menekankan kebutuhan mendesak untuk memperluas aliran bantuan kemanusiaan dan memperkuat perlindungan warga sipil di seluruh Jalur Gaza dan menegaskan kembali tuntutannya untuk menghilangkan semua hambatan terhadap penyediaan bantuan kemanusiaan dalam skala besar," katanya.
Guterres mendesak Israel pada hari Senin untuk menghilangkan semua hambatan bantuan ke Gaza dan mengizinkan konvoi badan pengungsi Palestina PBB; UNRWA, ke utara wilayah pesisir tersebut.
Kelaparan akan segera terjadi dan kemungkinan besar akan terjadi pada bulan Mei di Gaza utara dan dapat menyebar ke seluruh wilayah kantong tersebut pada bulan Juli, menurut laporan yang didukung PBB oleh otoritas global mengenai ketahanan pangan yang dirilis pekan lalu.
Pengungsi Palestina di Rafah berharap gencatan senjata akan dilaksanakan.
“Kami berharap kali ini akan ada gencatan senjata sehingga keadaan menjadi tenang dan orang-orang dapat kembali ke rumah mereka—cukup banyak pertumpahan darah, kehancuran, martir, dan kematian,” kata Wafaa Al-Deais kepada Reuters sambil membuat teh di atas api di luar tenda.
Amerika telah memveto tiga rancangan resolusi dewan mengenai perang di Gaza. Sebelumnya mereka juga abstain sebanyak dua kali, sehingga memungkinkan dewan untuk mengadopsi resolusi yang bertujuan untuk meningkatkan bantuan ke Gaza dan menyerukan jeda yang lebih lama dalam pertempuran.
Rusia dan China juga telah memveto dua resolusi yang dirancang AS mengenai konflik tersebut-–pada bulan Oktober dan pada hari Jumat.
“Ini pasti menjadi titik balik,” kata utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, kepada DK PBB setelah pemungutan suara pada hari Senin. "Ini harus menyelamatkan nyawa di lapangan."
(mas)