Palestina: Tak Beda dengan Israel, AS Adalah Penjajah
A
A
A
RAMALLAH - Ruhi al-Fattuh, anggota Komite Sentral Fatah yang ditugasi menangani hubungan organisasi dengan dunia luar, menggambarkan pembukaan kedutaan Amerika Serikat (AS) di Yerusalem sebagai pelanggaran hukum internasional. Dia lalu menyebut apa yang dilakukan AS adalah penjajahan.
"Apa yang kami lihat adalah perampasan tanah kami, sesuatu yang hanya dilakukan oleh orang Israel sebelumnya. Tanah kedutaan AS berdiri di tanah yang diduduki secara ilegal. Amerika melanjutkan praktik Israel membangun permukiman di Palestina," ucap al-Fattuh, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (20/5).
Dia kemudian mengatakan bahwa Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB 478 telah mengesampingkan pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota negara Yahudi. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh AS adalah pelanggaran nyata terhadap resolusi itu.
“Resolusi diadopsi pada tahun 1980 setelah Knesset memproklamirkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Oleh karena itu, apa yang dilakukan AS sekarang adalah pelanggaran terhadap hukum internasional,” ungkapnya.
"Palestina akan mengajukan banding ke organisasi internasional untuk membela hak-hak mereka. Amerika tidak akan berhasil mengubah status bersejarah Yerusalem sebagai Ibu Kota negara Palestina merdeka," sambungnya.
Dia lalu mengeluhkan mengenai posisi negara-negara Arab dan Islam tentang situasi di Palestina, yang membatasi diri pada deklarasi dukungan sementara gagal untuk mengambil langkah-langkah definitif untuk mengubah situasi.
"Kami menuntut agar tekanan efektif digunakan terhadap Amerika Serikat. Bersamaan dengan itu, kita harus bekerja dengan negara-negara yang siap mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," tukasnya.
"Apa yang kami lihat adalah perampasan tanah kami, sesuatu yang hanya dilakukan oleh orang Israel sebelumnya. Tanah kedutaan AS berdiri di tanah yang diduduki secara ilegal. Amerika melanjutkan praktik Israel membangun permukiman di Palestina," ucap al-Fattuh, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (20/5).
Dia kemudian mengatakan bahwa Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB 478 telah mengesampingkan pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota negara Yahudi. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh AS adalah pelanggaran nyata terhadap resolusi itu.
“Resolusi diadopsi pada tahun 1980 setelah Knesset memproklamirkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Oleh karena itu, apa yang dilakukan AS sekarang adalah pelanggaran terhadap hukum internasional,” ungkapnya.
"Palestina akan mengajukan banding ke organisasi internasional untuk membela hak-hak mereka. Amerika tidak akan berhasil mengubah status bersejarah Yerusalem sebagai Ibu Kota negara Palestina merdeka," sambungnya.
Dia lalu mengeluhkan mengenai posisi negara-negara Arab dan Islam tentang situasi di Palestina, yang membatasi diri pada deklarasi dukungan sementara gagal untuk mengambil langkah-langkah definitif untuk mengubah situasi.
"Kami menuntut agar tekanan efektif digunakan terhadap Amerika Serikat. Bersamaan dengan itu, kita harus bekerja dengan negara-negara yang siap mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," tukasnya.
(esn)