Kaisar Jepang Akihito Serahkan Tahta 2019

Sabtu, 02 Desember 2017 - 08:36 WIB
Kaisar Jepang Akihito Serahkan Tahta 2019
Kaisar Jepang Akihito Serahkan Tahta 2019
A A A
TOKYO - Kaisar Akihito akan turun tahta pada 30 April 2019 setelah hampir tiga dekade memimpin Jepang memulihkan diri dari dampak Perang Dunia II.

Langkah Akihito itu akan menjadi penyerahan tahta pertama oleh seorang kaisar Jepang dalam dua abad terakhir. Sebanyak 10 anggota Dewan Rumah Tangga Kekaisaran yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe dan beberapa anggota parlemen, kerajaan dan Mahkamah Agung (MA) sepakat dengan tanggal penetapan itu.

Pemerintah sesuai undang-undang harus mendengar pendapat Dewan Rumah Tangga Kekaisaran sebelum secara resmi mengumumkan tanggal tersebut, yang tampaknya pekan depan. Akihito akan digantikan pewarisnya Putra Mahkota Naruhito, 57.

“Ini penyerahan tahta pertama oleh kaisar dalam 200 tahun dan pertama sesuai konstitusi pascaperang,” ungkap PM Abe setelah mengumumkan rekomentasi tersebut, dikutip kantor berita Reuters.

“Saya merasakan emosi dalam hari itu, pendapat Dewan Rumah Tangga Kekaisaran dibuat dengan lancar dan langkah besar diambil menuju suksesi kekaisaran,” imbuh Abe.

Kaisar Jepang disebut dalam konstitusi pascaperang sebagai simbol negara dan pemersatu rakyat, tapi tidak memiliki kekuatan politik. Akihito bersama Permaisuri Michiko telah menghabiskan sebagian besar waktu sebagai kaisar untuk menangani warisan Perang Dunia II dan membantu para korban perang. Akihito dihormati sebagian besar rakyat Jepang.

“Kaisar dan permaisuri berpikir tanpa lelah tentang rakyat. Sekarang dia lanjut usia dan saya harap dari hati saya bahwa dia dapat beristirahat,” ungkap seorang perawat Taeko Ito, 72.

Akihito dan Michiko telah bekerja untuk rekonsiliasi di Asia yang menderita akibat agresi Jepang sebelum dan selama Perang Dunia II. Keduanya pun sering melakukan kunjungan ke luar negeri untuk misi rekonsiliasi tersebut.

Pada 1992, dia menjadi kaisar Jepang pertama dalam kenangan publik yang mengunjungi China yang mengalami pengalaman terburuk saat perang melawan Jepang. Saat kunjungan itu dia menyatakan penyesalan atas masa lalu yang mengakibatkan penderitaan rakyat China tersebut.

Akihito juga secara konsisten mendesak rakyat Jepang tidak pernah melupakan horor perang. Pernyataan itu mendapat perhatian besar sejak Abe menjabat pada 2012. Abe berupaya mengadopsi sikap yang kurang menyesalkan agresi militer Jepang di masa lalu.

“Dia mendefinisikan ulang pekerjaan itu. Dia ingin memodernisasi kekaisaran dan menyelesaikan urusan yang belum selesai dan membawa rumah tangga kekaisaran mendekati rakyat,” papar Jeffrey Kingston, direktur studi Asia di Temple University Japan.

“Dia telah sukses di semua bidang. Dia sangat dikagumi dan dihormati. Otoritas moralnya tak dipertanyakan lagi,” ungkap Kingston.

Saat Akihito mundur, era kekaisaran baru akan dimulai, menggantikan periode damai Heisei yang dimulai pada 8 Januari 1989, hari saat Akihito memegang takhta.

Jepang menggunakan kalender Gregorian ala Barat tapi juga menggunakan tradisi kuno di mana kaisar baru akan memulai era baru. Sebelumnya, kaisar Jepang yang menyerahkan takhta terjadi pada 1817.

Undang-undang baru diadopsi pada Juni lalu untuk mengizinkan Akihito mundur tapi berbagai rincian tentang tanggal pengunduran diri itu dibahas kemudian. Undang-undang itu tidak menyebut masalah di masa depan terkait umur, berkurangnya keluarga kaisar dan isu apakah wanita diizinkan diwarisi tahta.

Pangeran Hisahito yang berusia 11 tahun, putra anak bungsu Akihito, pangeran Akishino menjadi satu-satunya cucu kaisar dan akan berada di baris kedua tahta setelah ayahnya menyerahkan tahta. Putri Naruhito, Putri Aiko yang berusia 16 tahun, kemarin, tidak dapat mewarisi tahta yang hanya bisa dimiliki pria.

Akihito dan Michiko terkenal sangat dekat dengan rakyat. Keduanya sering mengunjungi para korban bencana alam di negara itu.

Akihito pernah berlutut untuk berbicara dengan para korban bencana yang mengungsi. Padahal seorang kaisar dianggap memiliki kedudukan tinggi dan rakyatnya yang harus berlutut di hadapan kaisar. Meski demikian, langkah Akihito untuk tidak segan berlutut saat berbicara dengan para korban bencana mendapat pujian banyak pihak. Michiko juga tidak segan memeluk wanita yang kehilangan rumah sakit bencana alam di Jepang.

Pada 2011, Akihito mengambil langkah mengejutkan dengan berpidato di televisi nasional setelah gempa bumi 11 Maret yang memicu tsunami dan krisis nuklir terburuk di dunia dalam 25 tahun.

Akihito kembali muncul di televisi pada 2016 untuk mengatakan pada rakyat bahwa dia khawatir sudah terlalu tua untuk menjalankan tugas-tugasnya sehingga harus menyerahkan tahta. Pidato itu pun mengejutkan banyak pihak di dalam dan luar negeri. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3820 seconds (0.1#10.140)