5 Alasan Hamas Makin Populer selama Perang Gaza
loading...
A
A
A
GAZA - Setelah berulang kali menolak gencatan senjata dengan Hamas dan menyebut gagasan itu “konyol”, Israel menyetujui penghentian permusuhan selama empat hari di Gaza dan pertukaran tahanan.
Kematian dan kehancuran selama enam minggu, yang dinyatakan oleh para pemimpin Israel dan Barat seharusnya berujung pada kehancuran Hamas, kini telah memperkuat citra gerakan Palestina di seluruh dunia Arab dan sekitarnya.
Gencatan senjata selama empat hari yang dilaksanakan pada hari Jumat ini memberikan kelegaan bagi mereka yang paling terkena dampak perang di Jalur Gaza, namun dalam banyak hal telah menimbulkan bencana bagi pemerintah Israel. Ketika perempuan dan anak-anak, yang ditawan oleh Hamas dan Israel, dipertemukan kembali dengan keluarga mereka, ancaman peperangan lebih lanjut pun semakin besar.
Meskipun orang-orang terkasih dari mereka yang dibebaskan sekarang sedang merayakannya, langkah selanjutnya akan sangat penting dalam menentukan hasil akhir dari pertempuran 46 hari yang kini telah dihentikan sementara. Saat ini, tampaknya gagasan bahwa “Hamas harus pergi” hanyalah sekedar mimpi belaka.
Foto/Reuters
Pada tanggal 27 Oktober, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang mendapat tepuk tangan meriah, menyerukan gencatan senjata untuk menghentikan pertempuran di Jalur Gaza. Meskipun resolusi tidak mengikat tersebut disahkan dengan mayoritas 120 suara mendukung, Israel dan Amerika Serikat langsung menolaknya.
"Seruan gencatan senjata yang diajukan oleh negara-negara Arab dicap sebagai 'pembelaan terhadap teroris Nazi' oleh Gilad Erdan, duta besar Israel untuk PBB. Hal ini terjadi setelah Hamas membebaskan empat sandera sipil Israel tanpa syarat, karena alasan kemanusiaan," kata Robert Inlakesh, analis politik Timur Tengah, dilansir RT.
Foto/Reuters
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pejabat lainnya dalam pemerintahan darurat perangnya, telah berulang kali menyatakan tujuan mereka untuk menghancurkan Hamas dan kelompok bersenjata Palestina yang bersekutu di Gaza, dan menolak untuk bernegosiasi dengan mereka.
Pemboman udara selama enam minggu terhadap wilayah sipil padat penduduk di daerah kantong Palestina yang terkepung, yang juga berubah menjadi perang darat, menurut beberapa perkiraan telah memakan korban jiwa lebih dari 20.000 orang, namun gagal melenyapkan Hamas.
"Faktanya, pasukan Israel belum mampu menunjukkan satu pun prestasi militer yang signifikan dalam melawan kelompok bersenjata Palestina," ujar Inlakesh.
Foto/Reuters
Kematian dan kehancuran selama enam minggu, yang dinyatakan oleh para pemimpin Israel dan Barat seharusnya berujung pada kehancuran Hamas, kini telah memperkuat citra gerakan Palestina di seluruh dunia Arab dan sekitarnya.
Gencatan senjata selama empat hari yang dilaksanakan pada hari Jumat ini memberikan kelegaan bagi mereka yang paling terkena dampak perang di Jalur Gaza, namun dalam banyak hal telah menimbulkan bencana bagi pemerintah Israel. Ketika perempuan dan anak-anak, yang ditawan oleh Hamas dan Israel, dipertemukan kembali dengan keluarga mereka, ancaman peperangan lebih lanjut pun semakin besar.
Meskipun orang-orang terkasih dari mereka yang dibebaskan sekarang sedang merayakannya, langkah selanjutnya akan sangat penting dalam menentukan hasil akhir dari pertempuran 46 hari yang kini telah dihentikan sementara. Saat ini, tampaknya gagasan bahwa “Hamas harus pergi” hanyalah sekedar mimpi belaka.
Berikut adalah 5 alasan justru makin populer selama perang Gaza.
1. Meraih Simpati Internasional
Foto/Reuters
Pada tanggal 27 Oktober, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang mendapat tepuk tangan meriah, menyerukan gencatan senjata untuk menghentikan pertempuran di Jalur Gaza. Meskipun resolusi tidak mengikat tersebut disahkan dengan mayoritas 120 suara mendukung, Israel dan Amerika Serikat langsung menolaknya.
"Seruan gencatan senjata yang diajukan oleh negara-negara Arab dicap sebagai 'pembelaan terhadap teroris Nazi' oleh Gilad Erdan, duta besar Israel untuk PBB. Hal ini terjadi setelah Hamas membebaskan empat sandera sipil Israel tanpa syarat, karena alasan kemanusiaan," kata Robert Inlakesh, analis politik Timur Tengah, dilansir RT.
2. Hamas Tak Bisa Dihancurkan dengan Serangan Udara dan Darat
Foto/Reuters
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pejabat lainnya dalam pemerintahan darurat perangnya, telah berulang kali menyatakan tujuan mereka untuk menghancurkan Hamas dan kelompok bersenjata Palestina yang bersekutu di Gaza, dan menolak untuk bernegosiasi dengan mereka.
Pemboman udara selama enam minggu terhadap wilayah sipil padat penduduk di daerah kantong Palestina yang terkepung, yang juga berubah menjadi perang darat, menurut beberapa perkiraan telah memakan korban jiwa lebih dari 20.000 orang, namun gagal melenyapkan Hamas.
"Faktanya, pasukan Israel belum mampu menunjukkan satu pun prestasi militer yang signifikan dalam melawan kelompok bersenjata Palestina," ujar Inlakesh.
3. Israel Gagal Membunuh Pemimpin Senior Hamas
Foto/Reuters