Militer Kuasai Zimbabwe, Presiden Mugabe Jadi Tahanan di Rumahnya

Kamis, 16 November 2017 - 02:42 WIB
Militer Kuasai Zimbabwe,...
Militer Kuasai Zimbabwe, Presiden Mugabe Jadi Tahanan di Rumahnya
A A A
HARARE - Militer Zimbabwe menjadikan Presiden Robert Mugabe sebagai tahanan di rumahnya dalam 12 jam terakhir setelah dugaan kudeta merebak. Melalui televisi nasional, militer mengumumkan bahwa untuk sementara mereka menguasai negara untuk menargetkan “penjahat” di sekitar kepala negara.

Langkah militer ini diklaim untuk menyelesaikan krisis politik setelah Mugabe, 93, memecat Wakil Presiden Emmerson Mnangagwa. Setelah pemecatan itu, istri Mugabe, Grace, dipersiapkan sebagai wakil presiden.

Mnangagwa dilaporkan telah kembali ke Zimbabwe pada Selasa malam dari Afrika Selatan, di mana dia melarikan diri pekan lalu setelah dipecat Mugabe.

Pengambilalihan kekuasaan negara oleh militer untuk sementara ini terjadi setelah Panglima Militer Jenderal Constantine Chiwenga mengancam Mugabe bahwa militer siap intervensi untuk mengakhiri kekacauan di Partai Zanu PF, partai berkuasa di negara tersebut.

Seorang pemimpin oposisi terkemuka mengatakan bahwa ada banyak pembicaraan yang sedang berlangsung, di mana tentara mengulurkan tangan kepada mereka guna membahas pembentukan pemerintah transisi setelah Mugabe mundur.

“Negosiasi telah berlangsung selama beberapa bulan dengan orang-orang tertentu di dalam tentara,” kata seorang pejabat oposisi senior yang berbicara dalam kondisi anonim, seperti dikutip The Guardian, Kamis (16/11/2017).

Pejabat tersebut mengatakan Mugabe akan mengundurkan diri minggu ini dan digantikan oleh Mnangagwa, dengan pemimpin oposisi menjabat sebagai wakil presiden dan perdana menteri. Namun, klaim pejabat oposisi ini belum bisa dikonfirmasi secara independen.

Oposisi Zimbabwe belum secara terbuka mengutuk langkah militer. Nelson Chamisa, Wakil Ketua Partai MDC (partai oposisi), menyerukan perdamaian, konstitusionalisme, demokratisasi dan supremasi hukum.

Tendai Biti, seorang pemimpin oposisi, meminta peta jalan kembali ke legitimasi. ”Kuncinya adalah bahwa sebuah otoritas transisional dibentuk termasuk dengan oposisi dan partai yang berkuasa,” katanya.

“Kami memerlukan dialog juga dengan (organisasi regional), Uni Afrika dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami tidak bisa menyelesaikan masalah ini sendiri,” ujar Biti.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0655 seconds (0.1#10.140)