Zelensky Mungkin Digulingkan karena Ogah Berunding dengan Rusia
loading...
A
A
A
KIEV - Keengganan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mempertimbangkan perundingan perdamaian dengan Rusia mungkin akan menyebabkan dia digulingkan untuk memungkinkan perundingan tersebut.
Kemungkinan itu diungkap Oleg Soskin, penasihat dua mantan presiden Ukraina, pada Sabtu (11/11/2023).
“Zelensky, yang terus menegaskan bahwa kemenangan harus diraih di medan perang, tidak bisa ikut serta dalam perundingan perdamaian dengan Moskow,” ungkap Soskin di saluran YouTube-nya.
Dia menjelaskan, “Tindakan seperti itu, mendorong Rusia dan setidaknya beberapa pendukung Ukraina di Barat untuk berpikir bahwa mereka membutuhkan orang lain untuk mewakili Kiev yang dapat menyetujui gencatan senjata bahkan untuk sementara.”
“Untuk mencapai hal tersebut, kepemimpinan Ukraina saat ini perlu dinetralkan,” ungkap mantan ajudan presiden tersebut.
Gagasan perundingan damai antara Rusia dan Ukraina telah menjadi “narasi umum” tidak hanya di Rusia tetapi juga di negara-negara Barat, menurut Soskin.
Dia mencatat Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengungkapkan gagasan serupa belum lama ini.
Macron mengatakan kepada BBC dalam wawancara pekan ini bahwa meskipun “kewajiban” Perancis adalah mendukung Kiev, mungkin sudah tiba saatnya untuk melakukan “negosiasi yang adil dan baik” dengan Rusia.
Meloni baru-baru ini mengatakan kepada sepasang orang iseng asal Rusia, Vovan dan Lexus, bahwa “ada banyak kelelahan” di Uni Eropa (UE) sehubungan dengan konflik tersebut.
“Kita sudah mendekati momen di mana semua orang memahami bahwa kita memerlukan jalan keluar,” ungkap dia saat itu.
Soskin, ekonom terkenal yang merupakan wakil kepala Institut Ekonomi Dunia dan Hubungan Internasional dari Akademi Ilmu Pengetahuan Ukraina pada tahun 1990-an, mengatakan UE juga berpotensi tidak dapat memenuhi kebutuhan Kiev akan peralatan dan amunisi militer, khususnya jika bantuan militer AS berkurang.
Mantan pejabat tersebut menjabat sebagai penasihat senior presiden pertama Ukraina, Leonid Kravchuk, pada awal tahun 1990-an dan kemudian menjadi penasihat ekonomi untuk pemimpin kedua negara tersebut, Leonid Kuchma, antara tahun 1998 dan 2000.
Kiev telah berulang kali mengesampingkan pembicaraan dengan Moskow dan menuntut penarikan penuh pasukan Rusia dari seluruh wilayah yang diklaim Ukraina sebagai miliknya.
Zelensky mengulangi tuntutan ini dalam wawancara dengan Reuters pekan ini, dan menambahkan Kiev akan melanjutkan perjuangan bahkan tanpa bantuan AS jika diperlukan.
Dia juga membantah laporan media mengenai dukungan Barat terhadap Ukraina yang diduga mendorong Ukraina terlibat dalam perundingan perdamaian dengan Moskow. “Ini tidak akan terjadi,” tegas dia pekan lalu.
Rusia telah berulang kali mengisyaratkan kesiapannya terlibat dalam perundingan dengan Kiev namun bersikeras perundingan tersebut harus mempertimbangkan kepentingan keamanan Moskow dan “kenyataan di lapangan”.
Pada musim gugur tahun 2022, empat bekas wilayah Ukraina termasuk dua republik Donbass secara resmi bergabung dengan Rusia, setelah serangkaian referendum.
Kiev menyatakan pemungutan suara tersebut “palsu” dan berusaha merebut kembali kendali atas empat wilayah tersebut, serta Crimea, yang bergabung dengan Rusia pada tahun 2014 setelah referendum lainnya.
Kemungkinan itu diungkap Oleg Soskin, penasihat dua mantan presiden Ukraina, pada Sabtu (11/11/2023).
“Zelensky, yang terus menegaskan bahwa kemenangan harus diraih di medan perang, tidak bisa ikut serta dalam perundingan perdamaian dengan Moskow,” ungkap Soskin di saluran YouTube-nya.
Dia menjelaskan, “Tindakan seperti itu, mendorong Rusia dan setidaknya beberapa pendukung Ukraina di Barat untuk berpikir bahwa mereka membutuhkan orang lain untuk mewakili Kiev yang dapat menyetujui gencatan senjata bahkan untuk sementara.”
“Untuk mencapai hal tersebut, kepemimpinan Ukraina saat ini perlu dinetralkan,” ungkap mantan ajudan presiden tersebut.
Gagasan perundingan damai antara Rusia dan Ukraina telah menjadi “narasi umum” tidak hanya di Rusia tetapi juga di negara-negara Barat, menurut Soskin.
Dia mencatat Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengungkapkan gagasan serupa belum lama ini.
Macron mengatakan kepada BBC dalam wawancara pekan ini bahwa meskipun “kewajiban” Perancis adalah mendukung Kiev, mungkin sudah tiba saatnya untuk melakukan “negosiasi yang adil dan baik” dengan Rusia.
Meloni baru-baru ini mengatakan kepada sepasang orang iseng asal Rusia, Vovan dan Lexus, bahwa “ada banyak kelelahan” di Uni Eropa (UE) sehubungan dengan konflik tersebut.
“Kita sudah mendekati momen di mana semua orang memahami bahwa kita memerlukan jalan keluar,” ungkap dia saat itu.
Soskin, ekonom terkenal yang merupakan wakil kepala Institut Ekonomi Dunia dan Hubungan Internasional dari Akademi Ilmu Pengetahuan Ukraina pada tahun 1990-an, mengatakan UE juga berpotensi tidak dapat memenuhi kebutuhan Kiev akan peralatan dan amunisi militer, khususnya jika bantuan militer AS berkurang.
Mantan pejabat tersebut menjabat sebagai penasihat senior presiden pertama Ukraina, Leonid Kravchuk, pada awal tahun 1990-an dan kemudian menjadi penasihat ekonomi untuk pemimpin kedua negara tersebut, Leonid Kuchma, antara tahun 1998 dan 2000.
Kiev telah berulang kali mengesampingkan pembicaraan dengan Moskow dan menuntut penarikan penuh pasukan Rusia dari seluruh wilayah yang diklaim Ukraina sebagai miliknya.
Zelensky mengulangi tuntutan ini dalam wawancara dengan Reuters pekan ini, dan menambahkan Kiev akan melanjutkan perjuangan bahkan tanpa bantuan AS jika diperlukan.
Dia juga membantah laporan media mengenai dukungan Barat terhadap Ukraina yang diduga mendorong Ukraina terlibat dalam perundingan perdamaian dengan Moskow. “Ini tidak akan terjadi,” tegas dia pekan lalu.
Rusia telah berulang kali mengisyaratkan kesiapannya terlibat dalam perundingan dengan Kiev namun bersikeras perundingan tersebut harus mempertimbangkan kepentingan keamanan Moskow dan “kenyataan di lapangan”.
Pada musim gugur tahun 2022, empat bekas wilayah Ukraina termasuk dua republik Donbass secara resmi bergabung dengan Rusia, setelah serangkaian referendum.
Kiev menyatakan pemungutan suara tersebut “palsu” dan berusaha merebut kembali kendali atas empat wilayah tersebut, serta Crimea, yang bergabung dengan Rusia pada tahun 2014 setelah referendum lainnya.
(sya)