Bidik Suriah, China Berupaya Perdalam Pengaruhnya di Timur Tengah

Kamis, 12 Oktober 2023 - 10:44 WIB
loading...
Bidik Suriah, China...
Presiden Suriah Bashar al-Assad (kiri) bertemu Presiden China Xi Jinping. China tingkatkan hubungan dengan Suriah untuk memperluas pengaruhnya di Timur Tengah. Foto/REUTERS
A A A
BEIJING - Kunjungan Presiden Suriah Bashar al-Assad baru-baru ini ke China setelah dua dekade kemungkinan dapat membantu Beijing memperdalam pengaruhnya di Timur Tengah. Assad juga telah menghadiri upacara pembukaan Asian Games ke-19 di Hangzhou, bersama pemimpin Korea Selatan, Malaysia, Kamboja, Kuwait, dan Nepal.

Hal berbeda dalam kunjungan terbaru Assad ke China adalah, dia dan istrinya; Asma, mendapat sambutan seremonial karpet merah. Assad terakhir kali mengunjungi China pada 2004 untuk bertemu dengan Presiden saat itu, Hu Jintao. Ini merupakan kunjungan pertama kepala negara Suriah sejak hubungan diplomatik antarkeduanya terjalin pada 1956.

Di Beijing, Assad dan Presiden China Xi Jinping menandatangani perjanjian kerja sama strategis. Kementerian Luar Negeri China mengatakan hal ini dapat mengangkat hubungan kedua negara ke "tingkat baru”.

Beijing mempertahankan kedutaan besarnya di Damaskus selama perang dan memberikan dukungan diplomatik kepada Suriah di Dewan Keamanan PBB, di mana anggota tetapnya; China dan Rusia, biasa memveto untuk melindungi Suriah.



Mengutip dari geo-politik.eu pada Kamis (12/10/2023), para pakar urusan Timur Tengah menguraikan perjanjian tersebut dengan menyatakan bahwa China mencari peran yang lebih besar di Timur Tengah, lebih dari sekadar hubungan perdagangan dan bisnis. China telah memainkan peran penting di Timur Tengah karena berhasil memediasi pemulihan hubungan antara Iran dan Arab Saudi awal tahun ini.

Lina Khatib dari SOAS Middle East Institute di London tidak terlalu yakin China akan menginvestasikan miliaran dolar seperti yang dilakukan Barat untuk membangun kembali Suriah. Kendati begitu, Assad masih mendapatkan sesuatu dari kunjungan ini.

Inisiatif Sabuk dan Jalan


China menjadikan Suriah sebagai bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) tahun lalu, yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan ekonomi China melalui Asia dan Afrika.

Para pakar mengatakan bahwa dengan menandatangani perjanjian tersebut, China dengan dibantu Suriah telah mencoba “menyerang” Amerika Serikat, yang memiliki pasukan di timur laut Suriah dan memperluas kehadiran militernya di Asia untuk melawan China.

Secara umum, kunjungan terbaru Assad merupakan penghinaan terhadap Amerika Serikat, khususnya oleh China. Para pakar lebih lanjut mengatakan bahwa waktu penyelenggaraan KTT China-Suriah penting karena negara-negara Selatan–yang mencakup negara-negara Arab, Asia, Afrika, dan Amerika Selatan– telah menjauhkan diri dari negara-negara Barat yang dipimpin AS dengan tujuan mendorong independensi dan tatanan dunia multipolar.

Rusia—yang mendukung pemerintah Suriah secara militer selama perang—dan China berupaya mengambil keuntungan dari peralihan kancah internasional unipolar yang didominasi AS setelah runtuhnya Uni Soviet.

Hal ini diwujudkan dalam KTT Beijing pada bulan Agustus dengan diterimanya Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Iran, Mesir, Argentina, dan Ethiopia ke dalam BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. China telah menjadi mitra dagang Suriah. Beijing menjanjikan investasi sebesar USD2 miliar di Suriah pada tahun 2017 namun belum terealisasi.

Hanya sedikit pakar yang mengatakan bahwa Beijing mungkin tidak bersedia melanggar sanksi Barat–terutama Caesar Act yang dikeluarkan Washington pada tahun 2019–yang menghukum pemerintah, perusahaan, atau individu mana pun yang berinvestasi di Suriah atau melakukan bisnis dengan pemerintah Suriah. Namun, Suriah akan mendapatkan keuntungan jika China bergabung dengan negara lain untuk mematahkan cengkeraman sanksi AS dan blok Eropa.

Biaya pembangunan kembali Suriah bisa mencapai ratusan miliar dolar, namun meninggalkan Suriah dalam krisis bukanlah suatu pilihan.

Para pakar mengatakan bahwa di ranah global, China berupaya merayu sejumlah pemerintah negara Arab demi meningkatkan pengaruhnya sendiri di kawasan strategis ini.

Pada bulan Maret, Beijing menjadi perantara perjanjian rekonsiliasi antara Arab Saudi dan Iran yang memutuskan hubungan pada bulan Januari 2016. Kesepakatan penting ini menyebabkan pemulihan hubungan Iran dengan beberapa negara Arab.

China telah menandatangani perjanjian dengan Suriah untuk bergabung dengan BRI pada 2022. China telah dengan hati-hati membangun hubungan dengan Suriah dan menjadi mitra terpercayanya.

Seperti Rusia dan Iran, China mempertahankan hubungan dengan Suriah, bahkan ketika negara-negara lain mengisolasi Assad karena tindakan kerasnya yang mematikan terhadap demonstrasi anti-rezim yang pecah tahun 2011.

Seperti Rusia, China yang merupakan anggota Dewan Keamanan PBB juga menolak mendukung sanksi terhadap Suriah yang dijatuhkan Australia, Kanada, Eropa, Swiss, dan Amerika Serikat.

China setidaknya telah delapan kali memveto usulan PBB yang bertujuan mengutuk rezim Assad dan mengakhiri konflik Suriah yang telah berlangsung selama satu dekade.

Berbeda dengan Iran dan Rusia, China tidak secara langsung mendukung upaya rezim China untuk mendapatkan kembali kendali atas negara tersebut.

Mengapa Suriah Begitu Penting bagi China?


Bagi Beijing, Suriah memiliki kepentingan strategis karena terletak di antara Irak, yang menyediakan sekitar sepersepuluh minyak China, dan juga Turki, ujung koridor ekonomi yang membentang dari Asia hingga Eropa, dan Yordania. Turki selama ini sering menjadi penengah perselisihan regional.

Meski Suriah adalah produsen minyak yang relatif kecil, pendapatan dari minyak sangat penting bagi rezim Assad dan juga Pemerintah China.

Perusahaan energi China; Sinopec Corp, Sinochem dan CNPC telah menginvestasikan total USD3 miliar di Suriah pada tahun 2008 dan 2009 sebagai bagian dari upaya Beijing mengakuisisi aset minyak dan gas global.

Investasi ini termasuk akuisisi Sinopec senilai USD1 miliar terhadap sebuah produsen kecil produk minyak berat dan pembelian Emerald Energy yang berkantor pusat di London dengan nilai hampir USD900 juta, yang sebagian besar asetnya berada di Suriah dan Kolombia.

Sinochem menghentikan operasinya di Suriah pada tahun 2011, menurut mitranya Gulfsands Petroleum. CNPC yang terlibat dalam produksi minyak di beberapa blok kecil, dilaporkan menghentikan produksinya pada 2014, menyusul sanksi Uni Eropa dan pengerahan pasukan AS ke Suriah untuk memerangi kelompok militan Islamic State (ISIS).
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0768 seconds (0.1#10.140)