Rusia dan China Berada di Jalur Pertengkaran Gara-gara Moskow Naikkan Harga Listrik

Rabu, 04 Oktober 2023 - 15:13 WIB
loading...
Rusia dan China Berada di Jalur Pertengkaran Gara-gara Moskow Naikkan Harga Listrik
Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu Presiden China Xi Jinping. Kedua negara berseteru gara-gara Rusia naikkan harga pasokan listrik untuk China. Foto/REUTERS
A A A
MOSKOW - Rusia dan China, yang dipandang Barat sebagai kedua negara yang bersekutu, sedang berada di jalur pertengkaran.

Itu terjadi karena perusahaan induk energi Rusia, Inter RAO, menaikkan harga pasokan listrik untuk China, namun Beijing menolak kenaikan harga tersebut. Alhasil Inter RAQ mulai membatasi pasokan listrik ke China.

Perselisihan ini bermula dari China yang menghadapi masalah listrik parah akibat kekeringan dan keterbatasan peningkatan produksi batu bara dalam negeri. Sedangkan Rusia berusaha mengimbangi kemerosotan mata uangnya, yang telah merugikan pendapatan ekspor.

Menurut laporan Newsweek, Rabu (4/10/2023), China menunjukkan pendekatan negosiasi yang “keras kepala” atas permintaan Rusia dan bahwa Beijing berada dalam posisi tawar yang kuat.



Sanksi Barat terhadap Rusia, yang terjadi setelah invasi besar-besaran Moskow ke Ukraina, telah memaksa Rusia untuk beralih ke pasar perdagangan lain, dan Rusia telah mengkategorikan negara-negara tersebut yang “bersahabat” dan “tidak bersahabat".

Presiden Rusia Vladimir Putin telah memperjuangkan tatanan dunia baru dan memuji hubungan kuat Moskow dengan Beijing selama kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Moskow pada Maret lalu.

Di luar Uni Ekonomi Eurasia dan negara-negara bekas Soviet lainnya yang dipimpin oleh Moskow, China adalah pasar terbesar ekspor listrik Rusia pada tahun 2022, menerima rekor penerimaan listrik sebesar 4,7 miliar kWh (kilo watt/jam). Itu merupakan data dari laporan kantor berita Rusia, TASS.

Inter RAO mengatakan bahwa bea ekspor baru yang mulai berlaku pada 1 Oktober berarti akan menaikkan harga listrik sebesar 7 persen untuk pelanggan di China, serta di Mongolia, Azerbaijan, dan wilayah Ossetia Selatan di Georgia yang memisahkan diri.

Moskow mengumumkan pada bulan September bahwa bea ekspor ini akan dikaitkan dengan nilai tukar rubel pada barang-barang tertentu antara 4 persen hingga 7 persen, jika nilai rubel kurang dari 80 terhadap dolar Amerika Serikat.

Pada hari Selasa, mata uang Rusia diperdagangkan pada 99 terhadap greenback. Minyak dan gas termasuk di antara ekspor Rusia yang dikecualikan dari kenaikan harga yang mulai berlaku.

Pada Agustus, surat kabar bisnis Rusia; Kommersant, melaporkan bahwa perwakilan Inter RAO Alexandra Panina mengatakan kepada wartawan bahwa jika kenaikan harga ditolak maka pasokan listrik mungkin akan "putus sepenuhnya".

“Pembicaraan dengan China terus berlanjut,” kata perwakilan Inter RAO kepada Reuters. “Kami memulai pembatasan parsial mulai hari ini.”

Mongolia telah menyetujui kenaikan harga listrik Rusia.

“Perusahaan-perusahaan energi China dan negara terkenal keras kepala dan sangat sabar dalam negosiasi energi dengan Rusia,” kata Thomas O'Donnell, seorang analis geopolitik dan pakar energi yang berbasis di Berlin dan merupakan global fellow di lembaga think tank Wilson Center.

“China mendapat keuntungan besar karena menekan Rusia ketika mereka ingin mengekspor minyak dan gas,” katanya kepada Newsweek.

Menurutnya, Beijing mendapatkan harga yang menguntungkan untuk gas pipa dan minyak yang lebih murah setelah “kegagalan” Putin karena kehilangan pasar Eropa akibat sanksi.

“Monopoli ekspor kekuasaan negara Rusia tidak bisa menghasilkan keuntungan, atau sangat sedikit dengan pajak ekspor sebesar 7 persen,” kata O'Donnell.

“Jadi mereka harus menuntut tarif yang lebih tinggi dari pelanggan terbesar mereka, China, dan beberapa pelanggan lainnya.”

Dia mengatakan bahwa penolakan China untuk membayar tarif yang lebih tinggi untuk impor listrik Rusia menunjukkan bahwa; “Mengingat krisis sektor listrik di China, negara tersebut mungkin akan secara agresif beralih ke impor gas LNG untuk pembangkit listrik.”

“Tidak seperti musim dingin tahun lalu, ketika masih dalam masa lockdown akibat Covid-19, negara ini menjual kembali pengiriman LNG, sehingga sangat menguntungkan Eropa. Hal ini dapat mengubah keberuntungan Eropa pada musim dingin ini untuk mendapatkan cukup gas alam non-Rusia,” ujarnya.
(mas)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1361 seconds (0.1#10.140)