Parlemen China Tunjuk Wang Yi sebagai Menteri Luar Negeri

Selasa, 25 Juli 2023 - 20:15 WIB
loading...
Parlemen China Tunjuk Wang Yi sebagai Menteri Luar Negeri
Wang Yi ditunjuk sebagai menteri luar negeri China. Foto/REUTERS
A A A
BEIJING - Komite Tetap parlemen Kongres Rakyat Nasional China mengumumkan pengunduran diri Menteri Luar Negeri (Menlu) Qin Gang dan menunjuk Wang Yi sebagai penggantinya.

Wang (69) adalah seorang diplomat karier, administrator, dan politisi dengan pengalaman puluhan tahun sebagai diplomat yang mewakili China di luar negeri sejak tahun 1980-an.

Sebelum promosi hari Selasa (25/7/2023), dia menjabat sebagai direktur kantor Komisi Urusan Luar Negeri Pusat Partai Komunis China, yang secara efektif menjadikannya diplomat top China.

Wang sebelumnya telah menjabat sebagai menteri luar negeri China selama hampir satu dekade, mengambil pekerjaan itu pada Maret 2013 dan memegangnya hingga 30 Desember 2022.

Setelah itu dia digantikan oleh Qin (57) yang memegang jabatan itu hanya selama 205 hari, masa jabatan terpendek dalam sejarah Republik Rakyat China.

Perombakan hari Selasa juga membuat Gubernur Bank Rakyat China Yi Gang (65) yang berpendidikan Amerika dicopot setelah masa jabatan lima tahun dan digantikan ekonom China dan pakar kebijakan moneter Pan Gongsheng (60) yang juga memiliki pengalaman penelitian sebelumnya di universitas Barat termasuk Cambridge dan Harvard.



Media banyak berspekulasi tentang keberadaan Qin selama hampir sebulan setelah dia tidak terlihat di depan umum selama berminggu-minggu setelah bertemu dengan diplomat Vietnam, Rusia, dan Sri Lanka pada akhir Juni.

Pejabat China mengutip alasan kesehatan untuk menjelaskan ketidakhadirannya, dan menekankan, "Aktivitas diplomatik negara berjalan seperti biasa."

Qin menjabat sebagai duta besar China untuk Amerika Serikat selama 17 bulan antara 2021 dan awal 2023, dan sebagai wakil menteri luar negeri antara 2018 dan 2021.

Keputusan hari Selasa datang sehari setelah pertemuan Politbiro Partai Komunis China, badan pembuat keputusan tertinggi negara itu, pada hari Senin.

Siapakah Wang Yi?


Wang adalah menteri luar negeri terlama ketiga dalam sejarah RRC, dengan masa jabatan sembilan tahun sembilan bulan hanya dilampaui oleh Qian Qichen (1988-1998) dan Marsekal Chen Yi (1958-1972).

Lahir di Beijing pada tahun 1953, Wang bertugas di Korps Tentara Konstruksi Timur Laut di provinsi Heilongjiang, China, yang berbatasan dengan Rusia, selama delapan tahun setelah lulus SMA pada tahun 1969.

Pada tahun 1977, dia mendaftar di Universitas Studi Internasional Beijing, salah satu sekolah paling bergengsi di China, dan belajar bahasa Jepang.

Bergabung dengan Partai Komunis pada tahun 1981 dan lulus pada tahun 1982, dia memulai karirnya sebagai diplomat, bertugas di Kedutaan Besar China di Tokyo antara tahun 1989 dan 1994.

Fasih berbahasa Jepang dan Inggris, dia juga akan bertindak sebagai sarjana tamu di Institut Hubungan Luar Negeri di Universitas Georgetown antara tahun 1997 dan 1998, bersamaan dengan pekerjaannya sebagai direktur jenderal Departemen Urusan Asia Kementerian Luar Negeri.

Wang dipromosikan menjadi wakil menteri luar negeri pada tahun 2001, menjabat sebagai duta besar untuk Jepang antara tahun 2004 dan 2007, dan direktur Kantor Komite Pusat CPC Taiwan antara tahun 2008 dan 2013. Diplomat itu menjadi anggota Politbiro pada Oktober 2022.

Selama masa jabatan pertamanya sebagai menteri luar negeri antara 2013 dan akhir 2022, Wang terbukti berperan penting dalam mempromosikan agenda internasional Presiden China dan Sekretaris Jenderal CPC Xi Jinping.

Peran pentingnya tercatat mulai dari proyek infrastruktur One Belt One Road yang ambisius, hingga promosi institusi negara Asia seperti BRICS dan Organisasi Kerjasama Shanghai sebagai alternatif tatanan dunia unipolar yang dipimpin AS, hingga kemajuan Beijing dalam hubungan kerja sama strategisnya dengan Moskow.

Pada Februari 2023, pada peringatan satu tahun operasi militer khusus Rusia di Ukraina, Wang menguraikan rencana perdamaian 12 poin, yang mengusulkan penghentian permusuhan, perlindungan warga sipil dan tawanan perang, menghentikan sanksi sepihak, menghormati kedaulatan semua negara, dan meninggalkan mentalitas Perang Dingin yang mempromosikan keamanan beberapa negara dengan mengorbankan negara lain.

Rusia menyambut baik rencana perdamaian tersebut, tetapi Ukraina dan sponsor Baratnya menolaknya mentah-mentah, dengan alasan dugaan bias pro-Rusia.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1877 seconds (0.1#10.140)