AS Dituduh Gila-gilaan Curi Minyak Suriah, Sebanyak 35 Tanker Dibawa Pergi
loading...
A
A
A
DAMASKUS - Pasukan Amerika Serikat (AS) di Suriah dituduh telah meningkatkan pencurian minyak, dengan 35 tanker sarat minyak dibawa pergi dari negara yang dipimpin Presiden Bashar al-Assad tersebut.
Tuduhan pencurian minyak secara gila-gilaan itu dilontarkan sumber-sumber lokal di al-Yarubiyah, provinsi Hasakah timur.
Menurut mereka sebanyak 35 kapal tanker sarat minyak Suriah dibawa pergi ke Irak utara melalui penyeberangan perbatasan al-Walid.
“Pasukan pendudukan AS membawa ke pangkalan mereka di Irak utara sebuah konvoi yang terdiri dari 120 kendaraan, termasuk 65 tanker, beberapa di antaranya membawa peralatan militer yang rusak, 20 truk berpendingin, dan 35 tank sarat dengan minyak curian Suriah,” kata salah seorang sumber tersebut, seperti dikutip media pemerintah Suriah, SANA, Senin (17/7/2023).
Sumber itu menambahkan bahwa konvoi pasukan Amerika itu disertai oleh empat pikap milisi Pasukan Demokratik Suriah (SDF) untuk perlindungan.
Konvoi 35 tanker minyak itu terjadi Sabtu pekan lalu. Sepekan sebelumnya, konvoi 39 tanker yang memuat minyak mentah Suriah meninggalkan ladang minyak di Hasakah dan juga diselundupkan ke Irak, kali ini melalui pos pemeriksaan Mahmoudiya—penyeberangan perbatasan lain yang tidak dikendalikan oleh pemerintah Damaskus dan karenanya dianggap ilegal.
Sumber lokal mengatakan bahwa selain pengiriman minyak keluar, pasukan AS membawa sekitar 30 truk dan tanker berisi semen dan bahan logistik ke Suriah melalui penyeberangan al-Walid untuk menopang pangkalan mereka di negara tersebut.
Pada 1 Juni dan 3 Juni, media pemerintah Suriah melaporkan penyelundupan masing-masing 49 dan 45 tanker minyak Suriah melalui Mahmoudiya. Antara bulan April dan Mei, lebih dari 130 tanker yang memuat minyak mentah sampai penuh melewati al-Walid dan Mahmoudiya.
AS terus terlibat dalam kegiatan penyelundupan minyak bahkan di bulan Maret, hanya beberapa minggu setelah gempa dahsyat yang mengguncang Suriah utara dengan menewaskan ribuan orang.
Damaskus menghitung tahun lalu bahwa sektor energi negara telah menderita kerugian sekitar USD107 miliar antara tahun 2011 hingga 2022, dengan kerusakan yang dilakukan oleh pasukan pendudukan AS, pengeboman koalisi, eksploitasi dan pencurian yang tidak pantas serta penjarahan oleh pasukan teroris dan separatis.
AS mengoperasikan sekitar selusin pangkalan militer di Suriah, semuanya tanpa izin dari pemerintah Damaskus yang diakui secara internasional.
Diperkirakan 90 persen sumber minyak dan gas Suriah terkonsentrasi di sebelah timur Sungai Efrat di daerah yang dikuasai AS dan sekutu Kurdinya.
Sebelum "perang kotor" CIA melawan Suriah dimulai pada tahun 2011, negara tersebut bukanlah pengekspor energi utama, tetapi memiliki cukup minyak dan gas untuk menikmati swasembada dan bahkan mendapatkan pendapatan ekspor yang tidak seberapa.
Namun, pendudukan AS atas sepertiga negara itu, yang juga mencakup sebagian besar lahan pertaniannya yang paling subur, telah mengubah Suriah menjadi pengimpor bersih energi dan makanan, dengan bantuan Iran dan Rusia.
Pasukan AS mulai menggali sumber minyak di Suriah pada 2016-2017, di mana Donald Trump—saat berkuasa sebagai presiden—menyatakan berulang kali bahwa Amerika akan "menyimpan minyak" dan mempertahankan tentaranya di tanah di Suriah hanya untuk minyak.
Gedung Putih era Presiden Joe Biden mengklaim pasukan AS tetap berada di Suriah dengan klaim untuk mencegah kebangkitan ISIS. Pemerintah Biden belum berkomentar atas tuduhan pasukannya mencuri minyak Suriah secara besar-besaran.
Tuduhan pencurian minyak secara gila-gilaan itu dilontarkan sumber-sumber lokal di al-Yarubiyah, provinsi Hasakah timur.
Menurut mereka sebanyak 35 kapal tanker sarat minyak Suriah dibawa pergi ke Irak utara melalui penyeberangan perbatasan al-Walid.
“Pasukan pendudukan AS membawa ke pangkalan mereka di Irak utara sebuah konvoi yang terdiri dari 120 kendaraan, termasuk 65 tanker, beberapa di antaranya membawa peralatan militer yang rusak, 20 truk berpendingin, dan 35 tank sarat dengan minyak curian Suriah,” kata salah seorang sumber tersebut, seperti dikutip media pemerintah Suriah, SANA, Senin (17/7/2023).
Sumber itu menambahkan bahwa konvoi pasukan Amerika itu disertai oleh empat pikap milisi Pasukan Demokratik Suriah (SDF) untuk perlindungan.
Konvoi 35 tanker minyak itu terjadi Sabtu pekan lalu. Sepekan sebelumnya, konvoi 39 tanker yang memuat minyak mentah Suriah meninggalkan ladang minyak di Hasakah dan juga diselundupkan ke Irak, kali ini melalui pos pemeriksaan Mahmoudiya—penyeberangan perbatasan lain yang tidak dikendalikan oleh pemerintah Damaskus dan karenanya dianggap ilegal.
Sumber lokal mengatakan bahwa selain pengiriman minyak keluar, pasukan AS membawa sekitar 30 truk dan tanker berisi semen dan bahan logistik ke Suriah melalui penyeberangan al-Walid untuk menopang pangkalan mereka di negara tersebut.
Pada 1 Juni dan 3 Juni, media pemerintah Suriah melaporkan penyelundupan masing-masing 49 dan 45 tanker minyak Suriah melalui Mahmoudiya. Antara bulan April dan Mei, lebih dari 130 tanker yang memuat minyak mentah sampai penuh melewati al-Walid dan Mahmoudiya.
AS terus terlibat dalam kegiatan penyelundupan minyak bahkan di bulan Maret, hanya beberapa minggu setelah gempa dahsyat yang mengguncang Suriah utara dengan menewaskan ribuan orang.
Damaskus menghitung tahun lalu bahwa sektor energi negara telah menderita kerugian sekitar USD107 miliar antara tahun 2011 hingga 2022, dengan kerusakan yang dilakukan oleh pasukan pendudukan AS, pengeboman koalisi, eksploitasi dan pencurian yang tidak pantas serta penjarahan oleh pasukan teroris dan separatis.
AS mengoperasikan sekitar selusin pangkalan militer di Suriah, semuanya tanpa izin dari pemerintah Damaskus yang diakui secara internasional.
Diperkirakan 90 persen sumber minyak dan gas Suriah terkonsentrasi di sebelah timur Sungai Efrat di daerah yang dikuasai AS dan sekutu Kurdinya.
Sebelum "perang kotor" CIA melawan Suriah dimulai pada tahun 2011, negara tersebut bukanlah pengekspor energi utama, tetapi memiliki cukup minyak dan gas untuk menikmati swasembada dan bahkan mendapatkan pendapatan ekspor yang tidak seberapa.
Namun, pendudukan AS atas sepertiga negara itu, yang juga mencakup sebagian besar lahan pertaniannya yang paling subur, telah mengubah Suriah menjadi pengimpor bersih energi dan makanan, dengan bantuan Iran dan Rusia.
Pasukan AS mulai menggali sumber minyak di Suriah pada 2016-2017, di mana Donald Trump—saat berkuasa sebagai presiden—menyatakan berulang kali bahwa Amerika akan "menyimpan minyak" dan mempertahankan tentaranya di tanah di Suriah hanya untuk minyak.
Gedung Putih era Presiden Joe Biden mengklaim pasukan AS tetap berada di Suriah dengan klaim untuk mencegah kebangkitan ISIS. Pemerintah Biden belum berkomentar atas tuduhan pasukannya mencuri minyak Suriah secara besar-besaran.
(mas)