Sniper Ukraina Tembak Mati Komandan Rusia dari Jarak Lebih dari 1700 Meter!
loading...
A
A
A
KIEV - Seorang penembak jitu Ukraina yang dikenal sebagai "Alpha" telah menembak mati seorang komandan senior Rusia pada jarak 5.900 kaki atau 1.798 meter. Ini adalah pembunuhan terjauh hingga saat ini dalam perang.
Prajurit itu melakukan aksi itu di dekat kota Bakhmut yang terkepung.
Dia adalah salah satu dari 12 tim penembak jitu, yang dikenal sebagai "pasukan hantu" yang telah mengincar pasukan Rusia di sekitar kota.
Di media sosial, pasukan Ukraina mengklaim targetnya adalah wakil komandan pasukan di wilayah tersebut yang sedang mengunjungi pasukan ketika salah satu drone mereka melihatnya.
“Tim kami melihatnya dan dia tersingkir, saya diberitahu itu adalah tembakan yang sangat sulit," kata seorang perwira Ukraina.
"Ini adalah pembunuhan penembak jitu terjauh yang kami lakukan sejak invasi dan ini adalah kemampuan yang menakuti musuh," imbuhnya.
“Setelah penembakan, orang-orang Rusia jelas sangat ketakutan dengan kemampuan kami. Banyak wajib militer yang meninggalkan,” ujarnya seperti dikutip dari Daily Star, Minggu (9/7/2023).
Penembakan itu terjadi ketika Amerika Serikat (AS) bersiap untuk mengirim bom cluster ke Ukraina untuk membantu mereka dalam serangan balasan terhadap Rusia.
Senjata kontroversial itu dilarang di lebih dari 100 negara di seluruh dunia karena risiko yang ditimbulkannya terhadap warga sipil, dengan "bom" yang dapat meledak bertahun-tahun setelah pertama kali diluncurkan.
Awalnya pemerintah Amerika menunda pengiriman bom ke Kiev karena ketakutan ini – tapi sekarang Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan bom cluster diperlukan karena Rusia sendiri yang menggunakan senjata tersebut.
Namun, langkah tersebut tidak populer di kalangan kelompok hak asasi manusia, yang mendesak Ukraina untuk menghindari penggunaan senjata dan mendorong AS untuk tidak memasoknya.
"Amunisi cluster menyebarkan bom kecil di area yang luas, banyak di antaranya gagal meledak dengan segera," kata Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Mereka bisa membunuh dan melukai bertahun-tahun kemudian," sambungnya.
"Itu sebabnya penggunaan harus segera dihentikan," tukasnya.
Prajurit itu melakukan aksi itu di dekat kota Bakhmut yang terkepung.
Dia adalah salah satu dari 12 tim penembak jitu, yang dikenal sebagai "pasukan hantu" yang telah mengincar pasukan Rusia di sekitar kota.
Di media sosial, pasukan Ukraina mengklaim targetnya adalah wakil komandan pasukan di wilayah tersebut yang sedang mengunjungi pasukan ketika salah satu drone mereka melihatnya.
Baca Juga
“Tim kami melihatnya dan dia tersingkir, saya diberitahu itu adalah tembakan yang sangat sulit," kata seorang perwira Ukraina.
"Ini adalah pembunuhan penembak jitu terjauh yang kami lakukan sejak invasi dan ini adalah kemampuan yang menakuti musuh," imbuhnya.
“Setelah penembakan, orang-orang Rusia jelas sangat ketakutan dengan kemampuan kami. Banyak wajib militer yang meninggalkan,” ujarnya seperti dikutip dari Daily Star, Minggu (9/7/2023).
Penembakan itu terjadi ketika Amerika Serikat (AS) bersiap untuk mengirim bom cluster ke Ukraina untuk membantu mereka dalam serangan balasan terhadap Rusia.
Senjata kontroversial itu dilarang di lebih dari 100 negara di seluruh dunia karena risiko yang ditimbulkannya terhadap warga sipil, dengan "bom" yang dapat meledak bertahun-tahun setelah pertama kali diluncurkan.
Awalnya pemerintah Amerika menunda pengiriman bom ke Kiev karena ketakutan ini – tapi sekarang Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan bom cluster diperlukan karena Rusia sendiri yang menggunakan senjata tersebut.
Namun, langkah tersebut tidak populer di kalangan kelompok hak asasi manusia, yang mendesak Ukraina untuk menghindari penggunaan senjata dan mendorong AS untuk tidak memasoknya.
"Amunisi cluster menyebarkan bom kecil di area yang luas, banyak di antaranya gagal meledak dengan segera," kata Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Mereka bisa membunuh dan melukai bertahun-tahun kemudian," sambungnya.
"Itu sebabnya penggunaan harus segera dihentikan," tukasnya.
(ian)